Rutinitas Cek Fakta Belum Populer, Siapkah Kita Menghadapi Hoaks Jelang Pemilu 2024?

Ilustrasi paparan hoaks, disinformasi dan berita palsu. (Shyntartanya/Antara Foto)

sukabumiNews.net – Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah di depan mata. Sejumlah partai politik sudah mengumumkan bakal calon presiden (capres) yang akan diusung. Sejumlah tokoh yang muncul sebagai capres potensial mendapatkan respons yang beragam dari masyarakat di media sosial.

Namun, satu hal yang menyertai perhelatan Pemilu 2024 dan tak bisa dielakkan adalah disinformasi yang bertebaran di media sosial. Sejak era digital, di seluruh belahan dunia, Pemilu telah menjadi peristiwa politik yang paling rentan terpapar penyebaran disinformasi dan berita palsu.

Penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu 2015-2020 menemukan bahwa jumlah disinformasi paling banyak berkaitan dengan peristiwa politik yang terjadi di Indonesia. Kurvanya cenderung meningkat menjelang tahun politik.

Misalnya, penyebaran disinformasi politik pada 2019–baik yang terkait kandidat, partai politik (parpol) maupun hal lain terkait penyelenggaraan pemilu–lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebab, pada tahun tersebut Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres).

Pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada rentang Agustus 2018 hingga September 2019, atau selama masa kampanye Pemilu 2019 hingga selesainya penetapan pemenang Pemilu, menemukan lebih dari 3.300 disinformasi berupa hoaks dan berita palsu yang tersebar di media sosial.

Pada Pemilu 2024, yang sekarang tahapannya sudah berlangsung, fenomena yang sama besar kemungkinan akan kembali terjadi. Parpol, politikus, pendukung kandidat, dan masyarakat berpotensi terpapar maupun ikut memproduksi disinformasi untuk beragam tujuan. Hal ini seperti menyerang kandidat tertentu, kredibilitas penyelenggara pemilu atau proses pemilu itu sendiri.

Bacaan Lainnya
Ragam disinformasi politik di masa pemilu

Dari riset yang sedang kami lakukan terhadap konten disinformasi politik yang dipublikasikan pada rentang 1 Maret hingga 17 April 2019 di turnbackhoax.id, kami menemukan lima topik yang paling sering ditemukan pada disinformasi politik semasa pilpres.

Kelimanya adalah “dukungan kepada kandidat” (20,29%), “kecurangan pemilu” (17,39%), “kandidat” (17,39%), “pendukung dari kandidat” (8,7%), dan “ketidaknetralan pemerintah dalam pemilu” (7,25%).

Disinformasi politik tersebut tersebar dalam beragam format seperti teks, foto, video, dan campuran. Facebook menjadi media yang paling banyak digunakan dalam pendistribusian pesan.

Jenis Disinformasi

Topik “dukungan kepada kandidat” membangun narasi bahwa kandidat mendapatkan dukungan dari tokoh agama atau dukungan dari sebagian besar masyarakat.

Pos terkait