Selamat Jalan Prof Nanat Fatah Natsir, Tokoh Pendidikan dan Cendekiawan Muslim

Prof Nanat Fatah Natsir (alm) | Istimewa

Prof Nanat Fatah Natsir berpulang ke rahmatullah di Rumah Sakit Al-Islam Bandung pada Kamis 2 Januari 2025 pukul 01.00 WIB. Beliau adalah salah seorang tokoh pendidikan dan cendekiawan Muslim yang menorehkan karya selama mengabdi di perguruan tinggi dan organisasi telah berangkat menuju kehidupan abadi.

Oleh: Fuad Nasar on 3 January 2025

Semenjak Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir, MS mengakhiri tugasnya sebagai Staf Ahli Menteri Agama hampir sepuluh tahun silam, saya nyaris tak pernah berjumpa hingga suatu hari di bulan Mei 2024. Takdir Allah mempertemukan saya dengan beliau di ruang tunggu tamu Sekretaris Jenderal Kementerian Agama.

Saya menghormati kapasitas intelektualnya dan perjalanan kariernya yang bersih, meski hanya beberapa kali berjumpa secara pribadi. Akan tetapi kesan dan kenangan yang tak terlupakan tentang figur Pak Nanat adalah pembawaan dirinya yang tenang, rendah hati dan santun dalam berbicara.       

Kamis 2 Januari 2025, Nanat Fatah Natsir berpulang ke rahmatullah di Rumah Sakit Al-Islam Bandung pukul 01.00 WIB. Seorang tokoh pendidikan dan cendekiawan Muslim yang menorehkan karya selama mengabdi di perguruan tinggi dan organisasi telah berangkat menuju kehidupan abadi. Jenazahnya  disalatkan di Masjid Ikomah Kampus UIN Sunan Gunung Djati, Jalan Jenderal Abdul Haris Nasution, dan dimakamkan di TPU Ciburuy, Bandung. Semua kehidupan dari Allah, dan akan kembali kepada Allah.

Dalam bionarasinya Nanat Fatah Natsir dibesarkan di lingkungan IAIN/UIN Sunan Gunung Djati dan berkiprah di organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia). Ia pernah ditunjuk sebagai Presidium Pengurus ICMI Pusat.

Pengabdiannya sebagai akademisi mencapai puncak karier guru  besar atau  profesor. Ia terpilih sebagai rektor IAIN/UIN Sunan Gunung Djati Bandung dua periode tahun 2003 - 2007 dan tahun 2007 -20011. Tranformasi IAIN Sunan Gunung Djati menjadi UIN Sunan Gunung Djati terjadi di masa kepemimpinan Nanat Fatah Natsir sebagai rektor. Ia adalah salah satu tokoh penting yang berperan dalam pengembangan PTKIN tersebut.  

Setelah selesai menjabat rektor, Nanat Fatah Natsir ditarik untuk menjabat di kantor pusat Kementerian Agama di Jakarta. Pada 25 April 2012 ia dilantik sebagai Staf Ahli Menteri Agama Bidang Kehidupan Beragama oleh Menteri Agama Suryadharma Ali dan menjabat sampai 2015.

Nanat Fatah Natsir lahir di Garut, Jawa Barat, pada 11 Desember 1954. Menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Cikelet Garut (1967), Madrasah Ibtidaiyah Cikelet Garut (1967), Pondok Pesantren As-Sharkowiyah Cikelet Garut (1967), Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Bandung (1973). Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (1980). Dalam organisasi ekstra kampus, ia aktif sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Barat. Gelar Magister (S2) dan Doktor (S3) dalam kajian sosiologi diraihnya di Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung tahun 1997.

Jenjang kariernya di bidang akademik dan birokrasi bermula sebagai staf Kantor Departemen Agama Kabupaten Garut Jawa Barat (1979). Sejak 1980 mutasi menjadi dosen IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ia pernah mengemban beberapa tugas tambahan sebagai pejabat akademik IAIN/UIN. Allah memanggil pulang ke haribaan-Nya dua minggu setelah purnabakti sebagai profesor.

Cendekiawan Muslim dan aktivis yang cukup dekat dengan almarhum Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie itu mengapresiasi konsep perpaduan iman-taq

Kwa (imtak) dan ilmu pengetahuan-teknologi seperti dicetuskan oleh mantan Presiden ke-3 Republik Indonesia (B.J. Habibie) dan menggaris-bawahi konsep tersebut sebagai landasan atau fondasi untuk membangun peradaban dunia di masa depan.

Akademisi yang Produktif

Kontribusi Nanat Fatah Natsir untuk pengembangan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam cukup banyak dan bernilai monumental. Selain merupakan tokoh perintis perubahan status dan pengembangan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, ia pernah menjadi Wakil Ketua Tim Kerja Sama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan State University of New York Binghamton, New York Amerika Serikat, Wakil Ketua Tim Perintis Kerja Sama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Perguruan Tinggi Az-Zahiq Mesir, Wakil Ketua Tim Perintis Kerja Sama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Adelaide South Australia, Wakil Ketua Tim Perintis Kerja Sama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Qatar University, dan Ketua Tim Kerja Sama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Universitas Padjadjaran.

Selain itu ia Ketua Tim Perintis Kerja Sama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas RI), Penanggung jawab Kerja Sama UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), Penanggungjawab Kerja Sama UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Indiana University of Pennsylvania USA, Penanggungjawab Kerja Sama UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan University of Western Australia, Penanggungjawab Kerja Sama UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Murdoch University Australia, dan tugas lainnya.

Buku-buku karya almarhum antara lain, Integrasi dan Konflik dalam Adat Masyarakat Aceh  (1999), Etos Kerja Wirausahawan Muslim (1999), Etos Kerja Sufisme (2000), Akar Pertumbuhan Masyarakat Demokratis (Wacana Budaya, Agama, Ekonomi, Politik, Pendidikan Era Reformasi di Indonesia (2000), Sosiologi Agama: Teori dan Praktek (2002), Moral dan Etika Elite Politik (2008), Pengembangan Pendidikan Tinggi dalam Perspektif Wahyu Memandu Ilmu (2008), The Next Civilization: Menggagas Indonesia sebagai Puncak Peradaban Dunia, Merangkai Tirai Agama Membangun Karakter Bangsa, Arah Baru Pengembangan Pendidikan di Indonesia. Ratusan makalah, hasil penelitian dan publikasi artikelnya membuktikan kapasitas keilmuannya.

Filosofi Roda

Gagasan dan pemikiran almarhum yang menonjol di antaranya konsep “Paradigma Wahyu Memandu Ilmu”. Sewaktu menulis artikel ini saya membuka halaman buku Mereka Bicara Pendidikan Islam Sebuah Bunga Rampai (2009). Buku yang diprakarsai oleh GUPPI (Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam) itu disunting oleh Marwan Saridjo (mantan Sekjen Kementerian Agama).

Dalam buku itu Nanat Fatah Natsir menyumbang tulisan berjudul “Pengembangan Pendidikan Berbasis Paradigma Wahyu.”  Paragraf awal tulisannya mengingatkan kembali para sarjana muslim bahwa Islam pada zaman klasik telah melahirkan peradaban yang maju sehingga kala itu peradaban Islam menguasai peradaban dunia disebabkan terintegrasinya secara holistik pemahaman ulama terhadap ayat-ayat qur’aniyyah dan ayat-ayat kauniyyah. Di masa itu, tulis Nanat, tidak ada dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, kalau pun ada, dikotomi sebatas pengklasifikasian ilmu saja, bukan pemisahan ilmu.

Menurutnya, ilmu pengetahuan manusia secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga wilayah pokok yakni Natural Sciences, Social Sciences, dan Humanities. Lebih lanjut, ia mengemukakan pandangan keilmuan UIN: Wahyu memandu Ilmu. Dalam upaya integrasi ilmu agama dan ilmu umum, ia mengambil contoh kasus UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan metafora filosofi Roda.

Penggambaran “Roda” menandai adanya titik-titik persentuhan, antara ilmu dan agama. Roda – kata Nanat Fatah Natsir – adalah simbol dinamika dunia ilmu yang memiliki daya berputar pada porosnya dan berjalan melewati relung permukaan bumi.  Ia lebih jauh merinci filosofi roda dengan menyebut masing-masing komponennya memiliki fungsi tertentu.

Universitas Islam Negeri di masa mendatang, kata Nanat Fatah Natsir, diharapkan mampu menjadi sarana dalam integrasi antara ilmu dan agama dalam konstalasi perkembangan budaya, tradisi, teknologi dan pembangunan bangsa sebagai tanggungjawab yang diembannya.

Saya tertarik menggarisbawahi pernyataan dalam tulisannya tersebut bahwa integrasi ilmu qur’aniyyah dan ilmu kauniyyah dalam suatu lembaga pendidikan, tidak mungkin tercapai, jika hanya menyandingkan saja kedua macam ilmu, yaitu ilmu agama dan ilmu umum sekuler, seperti yang sedang berjalan selama ini, baik di PTIS (Perguruan Tinggi Islam Swasta) maupun di IAIN. Ilmu agama dan ilmu berjalan sendiri-sendiri seperti tidak ada hubungannya. Untuk mencapai integrasi epistemologis ilmu agama dan ilmu umum, sejalan dengan pendapat Mulyadhi Kartanegara, integrasi harus dilakukan pada level: integrasi ontologis, integrasi klasifikasi ilmu, dan integrasi metodologis, di mana Nanat Fatah Natsir mengurai satu per satu pemikirannya dalam narasi yang makes sense (masuk akal). 

Semoga almarhum diterima di tempat yang terindah dan memperoleh derajat terbaik di surga Allah.


Sumber: Panjimas

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari sukabumiNews. Mari bergabung di Grup Telegram “sukabumiNews Update”, caranya klik link t.me/sukabuminews, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

نموذج الاتصال