MK memutuskan menolak permohonan uji materi sistem pemilu yang tertuang dalam perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022. Pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. [Foto: Istimewa] |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK)
menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu
yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.
Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut,
maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka.
"Menolak permohonan para pemohon untuk
seluruhnya," ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan
yang digelar di gedung MK, Jakarta, dilansir CNN Indonesia, Kamis (15/6/2023).
Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi
penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu.
Hakim konstitusi Sadli Isra mengatakan dalam setiap sistem pemilu terdapat
kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.
Sadli Isra menuturkan, menurut mahkamah, perbaikan dan
penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai
aspek, mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih,
hingga hak dan kebebasan berekspresi.
Putusan ini diwarnai pendapat berbeda atau dissenting
opinion dari satu hakim, yaitu hakim konstitusi Arief Hidayat.
Adapun permohonan uji materi diajukan pada 14 November
2022. MK menerima permohonan dari lima orang yang keberatan dengan sistem
proporsional terbuka. Mereka ingin sistem proporsional tertutup yang
diterapkan.
Dengan sistem proporsional tertutup, pemilih tidak
bisa memilih calon anggota legislatif langsung. Adapun pemilih hanya bisa
memilih partai politik, sehingga partai punya kendali penuh menentukan siapa
yang duduk di parlemen.
Para pemohon terdiri dari Demas Brian Wicaksono
(pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024);
Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga
Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari
kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.
Dari seluruh paprol di DPR, hanya PDIP yang ingin
sistem proporsional tertutup diterapkan. Sementara parpol lainnya meminta agar
MK tidak mengubah sistem pemilu.
Mayoritas partai politik menegaskan sistem pemungutan
suara yang dipakai dalam pemilu adalah kewenangan pembuat undang-undang yakni
presiden dan DPR. Karena itu, mereka merasa MK tidak berwenang untuk
mengubahnya lewat putusan uji materi.
BACA Juga: MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka, Hergun: Sesuai Harapan Rakyat Indonesia