Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr . Edward Omar Sharif Hiareij sebagai pembicara kunci dalam Kumham Goes To Campus 2023 di Universitas Kristen Satya Wacana, Jum’at (12/5). [Dok. Kemenkumham] |
sukabumiNews.net, SEMARANG (JATENG) – Lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah disahkan pada Desember
2022 dan diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023, mengubah wajah sistem hukum
pidana di Indonesia.
Sistem peradilan
Indonesia akan mengadopsi paradigma hukum pidana modern yang bersifat
universal.
Hal itu diungkapkan
Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr . Edward Omar Sharif Hiareij sebagai
pembicara kunci dalam Kumham Goes To Campus 2023 di Universitas Kristen Satya
Wacana, Jum’at (12/5) sebagaimana siaran persnya diteruskan Kemenkumham Jateng.
"Tadinya hukum
pidana itu berorientasi pada keadilan retributif. Menggunakan hukum pidana
sebagai sarana balas dendam atau lex talionis.
KUHP ini telah mengubah paradigma hukum pidana menjadi paradigma hukum
pidana modern yang berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif,
dan keadilan rehabilitatif," jelas Wamenkumham, dilansir ANTARA.
Prof. Eddy, demikian
sapaannya, kemudian memaparkan bagaimana konteks tersebut bekerja.
"Keadilan
korektif ini adalah punya pelaku kejahatan. Artinya ada sanksi yang yang tegas,
kalau dia melanggar sanksi itu akan dijatuhi pidana," urainya.
Akan tetapi di sisi
lain, ada juga keadilan restoratif. Kalau keadilan kolektif itu punya pelaku,
maka keadilan restoratif itu miliknya korban. Artinya bahwa di dalam konsep
keadilan restoratif itu bukan pembalasan tapi pemulihan, katanya.
"Jadi, kalau
keadilan korektif itu punya pelaku, keadilan restoratif itu punya korban, maka
keadilan rehabilitatif itu punya pelaku dan punya korban," terangnya.
Artinya, menurut dia,
tidak hanya dikoreksi, tidak hanya dihukum, tetapi dia juga direhabilitasi.
Demikian juga bagi korban, dia tidak hanya dipulihkan tetapi juga
direhabilitasi.
Menurutnya, hukum
yang adil dan yang baik tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga
harus memperhatikan aspek kemanfaatan dan keadilan, salah satunya melalui misi
reintegrasi sosial.
Wamenkumham
menegaskan KHUP baru mengakomodasi upaya-upaya restoratif justice atau keadilan
restoratif.
"Sedapat mungkin
pidana penjara ini tidak dijatuhkan," ujarnya mencontohkan.
Tidak ada lagi sanksi
pidana berupa kurungan karena, katanya, misi dari KUHP pidana ini untuk
mencegah dijatuhkan pidana penjara dalam waktu singkat.
Hal lainnya, pria
yang memperoleh gelar profesor pada usia 37 tahun itu mengungkapkan bahwa dalam
KHUP Baru keadilan hukum lebih diutamakan.
"Apabila dalam
mengadili perkara ada pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan maka
Hakim wajib mengutamakan keadilan," katanya memberikan gambaran.
Pada bagian akhir,
Wamenkumham mengungkapkan sosialisasi KHUP baru sangat urgen untuk memberikan
pandangan dan penyamaan persepsi para aparat penegak hukum dan masyarakat.
Selain Prof. Eddy,
narasumber lainnya adalah Direktur
Jenderal Hak Asasi Manusia Dr. Dhahana Putra, Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro Profesor Pujiyono, dan praktisi hukum pidana Universitas
Trisakti.
Hadir pada kesempatan
itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Dr. A.
Yuspahruddin bersama para Kepala Divisi dan Kepala UPT se Keresidenan Semarang
dan Surakarta.
Peserta sosialisasi
merupakan civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana dan aparat penegak
hukum. (ANT)
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2023