Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta, Rabu (8/2/2023). [Dok. MK] |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Penyerahan keputusan keterpilihan suara terbanyak dalam empat kali pemilu telah menampilkan banyak sisi gelap dari sistem proporsional terbuka. Hal demikian disampaikan Yusril Ihza Mahendra dalam sidang yang digelar pada Rabu (8/2/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurutnya, Sistem
proporsional terbuka yang awalnya bertujuan menghilangkan jarak pemilih dan
kandidat wakil rakyat, ternyata memunculkan jarak antara pemilih dan kandidat
wakil rakyat yang melemahkan posisi partai politik.
“Partai politik tidak
lagi fokus mengejar fungsi asasinya sebagai sarana penyalur pendidikan dan
partisipasi politik yang benar,” ujar Yusril, dikutip sukabumiNews dari laman
Mahkamah Konstitusi, Rabu.
Partai politik juga,
lanjut Yusril, tidak lagi berupaya meningkatkan kualitas program-programnya
yang mencerminkan ideologi partai melainkan hanya sekedar untuk mencari fokus
kandidat-kandidat yang dapat menjadi magnet untuk meraih suara terbanyak.
“Di sinilah letak
pelemahan partai politik itu terjadi secara struktural. Partai tidak lagi fokus
membina kader-kader muda secara serius untuk kepentingan jangka panjang
ideologi partai melainkan fokus mencari jalan pintas dengan memburu kader-kader
popular berkemampuan finansial untuk mendanai kebutuhan partai.
Kader-kader terbaik
yang ideologis punya kapasitas untuk bekerja namun tidak begitu popular,
perlahan-lahan tersingkir dari lingkaran partai dan digantikan oleh figur-figur
terkenal yang nyatanya kadang-kadang belum tentu bisa bekerja dengan baik,”
tegasnya.
Yusril menilai
keterpilihan suara terbanyak yang diusung oleh sistem proporsional terbuka
secara langsung telah mengubah medan permainan pemilu yang seharusnya menjadi
medan pertarungan program gagasan atau ide menjadi pertarungan orang-orang
terkenal dan berkemampuan finansial dikarenakan kader terkenal dan berkemampuan
finansial ini menjadi magnet dari partai demi meraih suara terbanyak.
BACA Juga: Berulang Kali Tolak Gugatan PT 0%, Yusril: Putusan MK Bakal Jadi Tragedi Demokrasi
“Maka tidak jarang
partai tidak mampu atau bahkan ragu untuk melalukan pembinaan dalam bentuk
pengawasan atau kontrol atau bahkan sekedar melakukan penindakan atau
menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan kader-kader popular dan
berkemampuan finansial tersebut semata-mata karena basis masa besar dan
berkemampuan finansial di baliknya yang sewaktu-waktu dianggap dapat merugikan
kepentingan partai,” beber Yusril.
Akibatnya, tambah Yusril, partai maju mundur dalam melakukan pembinaan dan menjalankan fungsinya.
Lebih lanjut Yusril
menyampaikan bahwa berlakunya Pasal 168 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
secara langsung telah mereduksi kedudukan partai politik dari posisinya selaku
kontestan pemilu.
Yusril mengatakan,
pergeseran hak untuk menempatkan kandidat dari partai politik kepada kuantitas
suara terbanyak ini jelas bertentangan konsep kedaulatan rakyat yang diatur oleh
Pasal 1 ayat (2), (3), Pasal 6A ayat
(2), Pasal 22E ayat (2), (3) dan Pasal 28D ayat (1) UU NRI 1945.
Hal ini dikarenakan
ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU 1945 telah menegaskan kedaulatan yang berada di
tangan rakyat itu tidaklah dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia melainkan
dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh UUD yakni oleh ketentuan Pasal 6A
ayat (2), Pasal 22E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 dilakukan oleh partai
politik melalui kepersertaannya di pemilu untuk memilih DPR, DPRD dan Presiden
serta Wakil Presiden.
“Dengan ditegaskan
partai politik pemain utama peserta dalam pemilihan umum maka ketika jumlah
suara yang diperoleh telah mencukupi syarat untuk itu maka sudah selayaknya
partai politik diberikan peran signifikan untuk menentukan kandidat mana yang
akan ditentukan duduk di post jabatan terpilih,” kata Yusril di hadapan sidang.
Yusril mewakili
Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai Pihak Terkait dalam Perkara Nomor
114/PUU-XX/2022 ihwal pengujian materiil Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Permohonan pengujian UU Pemilu ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Sidang tersebut digelar dengan agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait.
BACA Juga: Menko Polhukam Sebut, Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Berlebihan
COPYRIGHT © SUKABUMINBEWS 2023