sukabumiNews.net, JAKARTA – Presiden Jokowi pada Pembukaan Perdagangan Perdana 2023 kembali mengingatkan pentingnya kewaspadaan namun tetap optimistis terhadap perekonomian RI menghadapi tantangan 2023.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyebutkan
lonjakan inflasi yang diikuti kenaikan suku bunga mendorong terjadinya
perlambatan ekonomi dunia. Tekanan global ini disebut Josua akan berdampak ke
Indonesia meski ekonomi masih sangat solid.
Tantangan Ekonomi 2023, Kenaikan Inflasi
hingga Capital Outflow
Dilansir sukabumiNews.net, Rabu (4/1/2023), dari Majalah
Marketeers edisi November 2022, Institute for Development of Economics and
Finance (Indef) memprediksi gambaran suram perekonomian nasional tahun 2023.
Melonjaknya angka inflasi dan ancaman modal keluar atau capital outflow
menghantui ekonomi.
Dalam kondisi mencekam, Bank Indonesia (BI) harus
bergerak cepat mengambil kebijakan guna meredam dampak buruk inflasi dan modal
keluar. Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Indef menjelaskan dengan tren ekonomi
yang memburuk, inflasi di Indonesia tahun depan diperkirakan sebesar 3,5%
hingga 4%.
Apabila inflasi mencapai perkiraan tersebut, maka
pemerintah harus waspada. Sebab, dalam 10 tahun terakhir inflasi selalu berada
di level 3% sesuai dengan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
“Normalnya, inflasi di angka 3%. Pemerintah harus
hati-hati dalam mengendalikan inflasi karena bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah akan terkena dampak sangat berat bila mencapai angka prediksi
tersebut,” kata Ahmad.
Untuk, mengendalikannya, pemerintah harus melakukan
beberapa hal, seperti menahan laju kenaikan cukai rokok, menurunkan harga tiket
pesawat, dan mengendalikan kenaikan harga komoditas pangan. Untuk gejolak harga
minyak mentah dunia, pemerintah diminta tidak menaikkan secara mendadak apabila
terjadi lonjakan harga.
Kenaikan harus dilakukan secara bertahap dengan
persentase di bawah 10% atau single digit.
BACA Juga: Dampak Resesi Ekonomi Global Melanda Dunia, PT Pratama Istirahatkan 20 Persen Karyawan
Sementara itu, dari sisi capital outflow, diperkirakan
arus modal yang keluar sepanjang tahun depan sebesar US$ 2 miliar atau setara
Rp 30,6 triliun (kurs Rp 15.313 per US$). Jika sesuai perkiraan, maka rupiah
akan terdepresiasi lebih dalam lagi.
Alhasil, perusahaan-perusahaan yang memiliki pinjaman
menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) akan makin sulit membayar utang,
termasuk bunga-bunganya.
“Normalnya, tingkat suku bunga di negara maju itu
berada di level 2%. Kalau AS dan negara-negara maju menaikkan suku bunga hampir
di angka 4% atau kemungkinan lebih besar lagi, otomatis capital outflow akan
semakin besar. Implikasinya, nilai tukar rupiah akan semakin tertekan sehingga
kalau BI tidak cepat mengambil kebijakan, maka ekonomi nasional akan semakin
berat menghadapi krisis,” ucap Tauhid.
Seperti diketahui, perekonomian nasional maupun global
tahun 2023 diperkirakan mengarah pada ketidakpastian. Ancaman inflasi, gangguan
rantai pasok, naiknya harga minyak dunia, hingga situasi geopolitik global yang
berkecamuk akan terus mengintai pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. Selama
lebih dari 2,5 tahun ini, pandemi COVID-19 telah memukul perekonomian dunia.
Bahkan, dampaknya jauh lebih buruk dari krisis ekonomi
yang pernah terjadi sebelumnya. Setelah pandemi secara perlahan tertangani,
ekonomi dunia kembali terguncang oleh meroketnya harga minyak dunia akibat perang
antara Rusia dan Ukraina.
Pandemi telah menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi
nasional. Tercatat pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi berada di level 5,02%.
Kemudian, pada tahun 2020 proyeksi Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) tingkat kemiskinan turun menjadi 7,5% hingga
8,5%. Kemudian, tingkat pengangguran terbuka turun 5,3% hingga 6%.
Diikuti dengan gini rasio turun 0,375 hingga 0,378 dan
indeks pembangunan manusia naik di level 73,31 hingga 73,49. Di sisi lain,
emisi gas rumah kaca turut menjadi perhatian dengan penurunan di level 27,02%.
Selanjutnya, nilai tukar petani dan nelayan berada
pada level 103 hingga 105, serta 106 hingga 107.
BACA Juga: Bekal Hadapi Resesi Global, Anwar Abbas Kutip Kisah Nabi Yusuf Saat Menjadi Bendahara Mesir