Oleh: Cecep Darmawan
Guru Besar dan Ketua Prodi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia | Opini
MI/Seno
Ilustrasi MI
PENYELENGGARAAN pembangunan akan memasuki babak akhir 2022.
Upaya evaluasi sekaligus refleksi atas capaian-capaian pembangunan mesti
dilakukan. Termasuk terhadap penyelenggaraan pendidikan, perlu evaluasi
komprehensif dan mendalam baik secara makro maupun mikro. Refleksi ini sebagai
ikhtiar sejauh mana kemajuan dan kualitas pendidikan di Indonesia telah diraih
pada 2022.
Secara
makro, indeks pendidikan di Indonesia masih relatif rendah. Kondisi ini
ditunjukkan dengan sejumlah indikator yang membangun kerangka indeks pendidikan
tersebut. Misalnya, berdasarkan data BPS RI (2022), angka rata-rata lama
sekolah (RLS) secara nasional pada 2022 baru sebesar 8,69. Angka RLS ini hanya
meningkat 0,15 poin dari 2021, yakni sebesar 8,54 (BPS RI, 2022). Dengan angka
RLS ini menunjukkan bahwa jika dirata-ratakan penduduk di Indonesia dalam
rentang usia tertentu, hampir lulus dengan SMP. Tentunya kondisi ini masih jauh
dari harapan Indonesia Emas 2045.
Selain itu,
berdasarkan data BPS RI (2022), angka harapan lama sekolah (HLS) secara
nasional pada 2022 masih sebesar 13,10. Angka HLS ini hanya meningkat 0,02 poin
dari 2021, yakni sebesar 13,08 (BPS RI, 2022). Kondisi ini menunjukkan bahwa
anak-anak di Indonesia yang berusia 7 tahun ke atas hanya memiliki rata-rata
peluang untuk menamatkan pendidikan formal setara dengan Diploma 1 (D-1).
Aspek lain
yang perlu disorot pun ialah terkait dengan angka partisipasi kasar perguruan
tinggi (APK PT) di Indonesia berdasarkan data BPS RI 2022, masih begitu rendah,
yakni sebesar 31,16. Angka APK PT ini justru menurun 0,03 dari 2021, yakni
sebesar 31,19. Oleh karenanya, melihat angka-angka makro pendidikan di atas,
menunjukkan jika perkembangan aksesibilitas, mutu, dan kualitas pendidikan di
Indonesia masih relatif rendah dan jauh tertinggal dengan bangsa lain.
BACA Juga: Soroti Masalah Pendidikan, Begini Kata Anggota DPRD Jabar Dessy Susilawati
Sepanjang
2022
Di samping
statistik indeks pendidikan yang relatif rendah, perlu dicermati jika sepanjang
2022 terdapat sejumlah isu-isu terkait dengan pendidikan yang disorot dan
menjadi diskursus publik secara luas. Isu tersebut mencakup aspek regulasi,
kebijakan, dan program, serta iklim dunia pendidikan yang belum sepenuhnya
kondusif.
Isu
pembentukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas)
menjadi salah satu hal yang paling banyak diperbincangkan di ruang publik.
Pasalnya, pembentukan RUU ini menimbulkan berbagai problematik dan polemik yang
cukup panjang. Diskursus terkait dengan naskah akademik dan materi muatan RUU
Sisdiknas dinilai tidak memiliki filosofi yang jelas.
Secara
fundamental, RUU Sisdiknas masih memiliki sejumlah kelemahan, baik secara
materiil maupun formil. Pembentukan RUU Sisdiknas sejak awal kurang melibatkan
partisipasi publik secara bermakna (meaningful participation), terkesan
terburu-buru, dan kurang transparan.
Pembentukan
RUU Sisdiknas pun belum menjawab persoalan mendasar pendidikan selama ini.
Alih-alih melakukan simplifikasi regulasi, justru RUU Sisdiknas justru dinilai
ambigu dan tidak mampu melakukan harmonisasi berbagai peraturan
perundang-undangan terkait dengan pendidikan. Model mini omnibus law atau
unifikasi RUU Sisdiknas ini masih terbatas pada tiga undang-undang, yakni UU
Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan Tinggi.
Kurangnya
kemampuan tim penyusun untuk menggabungkan ketiga UU terdampak juga menjadi
persoalan fundamental dalam pembentukan RUU Sisdiknas. Banyak pasal atau
ketentuan esensial yang seharusnya masuk dan diperkuat dalam draf RUU
Sisdiknas, justru dihilangkan dan diubah tanpa argumentasi yang memadai.
Konsekuensi
logisnya, muncul persoalan terkait dengan jaminan pemenuhan hak-hak, kewajiban,
dan akses pendidikan bagi seluruh warga negara baik guru, peserta didik, dosen,
mahasiswa, maupun masyarakat secara luas yang tidak diakomodasi dalam RUU
Sisdiknas yang lalu. Di samping itu, pembentukan RUU Sisdiknas juga tidak
menyelesaikan persoalan ketimpangan atau disparitas kualitas pendidikan
antardaerah di Indonesia. RUU Sisdiknas dalam beberapa hal telah mencederai domain
desentralisasi pendidikan.
BACA Juga: Guru SDN Pakujajar CBM Raih Penghargaan Karya Tulis Ilmiah dalam Program Filtrasi
Persoalan
terkait dengan profesi guru pun menjadi salah satu isu yang hangat
diperbincangkan. Khususnya terkait dengan isu kesejahteraan para guru dan
kurang berpihak kepada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Ketidakjelasan rumusan RUU Sisdiknas menimbulkan multitafsir terkait dengan
ketentuan tunjangan profesi guru. Begitu pun isu pengangkatan guru berstatus
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang belum berjalan secara
optimal. Isu perlindungan guru pun menjadi hal yang harus diperhatikan secara
serius. Pasalnya, kerap terjadi tindakan persekusi terhadap guru di berbagai
daerah.
Pada
tataran lain, penciptaan iklim lingkungan pendidikan yang kondusif, aman,
nyaman, tenteram, dan damai belum sepenuhnya terwujud. Terkait dengan tiga dosa
besar Pendidikan, yakni perundungan, kekerasan seksual, dan intolerasi juga
menjadi hal yang masih menyisakan persolan pada 2022. Adanya kasus siswa
sekolah dasar di Kabupaten Tasikmalaya yang depresi berat, sakit, dan kemudian
meninggal dunia akibat perundungan, menjadi tamparan keras untuk membenahi
iklim lingkungan pendidikan yang aman bagi peserta didik.
Dunia
Pendidikan pun menjadi sorotan tajam dan tercoreng akibat adanya kasus operasi
tangkap tangan oleh KPK terhadap oknum rektor salah satu PTN di Lampung. Isu
ini juga harus menjadi hal yang diperhatikan secara serius bagi dunia
pendidikan. Selain, mencederai muruah perguruan tinggi, juga khawatir menjadi
preseden buruk perguruan tinggi di Tanah Air.
Hasil
evaluasi terhadap implementasi Kurikulum Merdeka yang diberlakukan mulai awal
ajaran baru 2022/2023 juga harus menjadi bahan renungan bersama. Sejauh mana
implementasi Kurikulum Merdeka ini dalam me-recovery dan memperbaiki kondisi
pendidikan yang terdampak learning loss akibat pandemi covid-19. Bagaimana
akselerasi dilakukan untuk mengatasi dampak learning loss, sekaligus mengejar
ketertinggalan pembelajaran selama pandemi ini.
BACA Juga: Pemkot Sukabumi Berikan Dana Stimulan kepada 346 Mahasiswa, Ini Harapan Wali Kota
Terobosan
kebijakan 2023
Berbagai
kondisi dan isu-isu pendidikan di atas tentu menjadi refleksi yang serius guna
membenahi kualitas sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun mendatang perlu
adanya terobosan kebijakan (breakthrough policy) dalam dunia pendidikan yang
mampu mengakselerasi kebijakan baik untuk mengejar kualitas maupun kuantitas
pendidikan di Indonesia.
RUU
Sisdiknas perlu direkonstruksi ulang secara komprehensif dengan melibatkan
partisipasi dari pakar perguruan tinggi dan berbagai elemen pendidikan secara
luas dan bermakna. Upaya rekonstruksi ini dapat dilakukan dengan melakukan
pengkajian dan mengidentifikasi mana ketentuan esensial atau yang sudah baik
dan perlu dipertahankan. Lalu, ketentuan-ketentuan mana saja yang perlu diubah
atau diharmonisasikan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat
pendidikan kita.
Berbagai
masukan dari elemen pendidikan dan elemen masyarakat semestinya telah
diakomodasi dalam naskah RUU Sisdiknas, sebelum masuk ke Badan Legislasi DPR
RI. Idealnya, naskah yang diusulkan sudah minim dari berbagai permasalahan
pengaturan. Bukan sebaliknya, justru draf yang diusulkan memuat daftar panjang
inventaris masalah yang signifikan. Bahkan, draf yang diusulkan justru menuai
polemik, kritik, dan kecaman dari berbagai elemen pendidikan. RUU Sisdiknas pun
selayaknya menjadi road map atau peta jalan pendidikan nasional secara
komprehensif. Peta jalan ini selain sebagai kompas atau penunjuk arah juga
sebagai pola pembangunan pendidikan jangka.
Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan dapat menjadi proyeksi ke depan guna memulai pembenahan pembangunan pendidikan di Indonesia secara fundamental. Diharapkan, ke depan tidak ada lagi upaya trial and error kebijakan pendidikan, khususnya terkait dengan RUU Sisdiknas dan kebijakan strategis lainnya. Dengan demikian, adanya regulasi UU Sisdiknas baru dan sekaligus sebagai peta jalan pendidikan dapat mengakselerasi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional secara holistis, progresif, dan futuristis bagi kemajuan pendidikan nasional.
Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/546250/meredesain-pendidikan-masa-depan
BACA Juga: Dessus Serap Aspirasi Soal Minimnya Sapras Pendidikan di Wilayah Sukabumi
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2022