Peta dunia simbolik dengan Ka'bah sebagai pusatnya (abad ke-2 hingga ke-10 H). |
Oleh: Zarah Amala
sukabumiNews.net – Saat ini, kita memiliki aplikasi smartphone yang bisa digunakan untuk mengecek arah kiblat di belahan bumi bagian manapun kita berada, dan beberapa sajadah kita bahkan dibuat dengan kompas kiblat. Tapi bagaimana kaum muslimin di masa lalu menemukan kiblat ketika semua teknologi ini belum ada?
Nabi Muhammad Shalallahu alayhi wa sallam menghabiskan
hidupnya di salah satu dari dua kota, Mekah dan Madinah. Di Mekkah, tentunya
tidak perlu menghitung kiblat. Di Madinah diketahui bahwa arahnya adalah
selatan. Namun, ketika kekuasaan Islam berkembang, kebutuhan untuk menghitung
arah kiblat semakin meluas. Awalnya, umat Islam akan menggunakan arah jalan
ketika meninggalkan kota mereka menuju Mekkah untuk menentukan kiblat.
Kemudian, pada abad kedua H, peta dunia simbolis
dengan Ka’bah sebagai pusatnya digunakan.
Ketika Islam menyebar semakin jauh dari Mekah, ada
kebutuhan yang lebih besar akan cara yang lebih akurat untuk menentukan kiblat.
Peta di bawah ini menunjukkan bagaimana koordinat geografis diambil dari Mekah
dan lokasi di mana kiblat akan ditentukan dan ditempatkan pada peta kotak
persegi panjang dengan garis lurus yang ditarik untuk menentukan sudut dari
berbagai lokasi lainnya.
BACA Juga: Santri MA Pesantren Persis 68 Gelar Simulasi Kalibrasi Arah Kiblat
Terobosan besar berikutnya datang di Cina abad ke-13. Ketika kompas air magnetik pertama dibuat menggunakan mangkuk berisi air dan besi magnet yang dibutuhkan. Setelah menentukan utara kompas yang sebenarnya, seseorang akan menghitung jumlah derajat tertentu di sepanjang tepian untuk menentukan kiblat.
Berikutnya datang Jam Matahari dan Bayangan. Dengan
menandai titik-titik pada lingkaran di mana bayangan yang dihasilkan oleh jam
matahari mencapai tepat sebelum tengah hari dan menjelang malam, seseorang akan
dapat menentukan garis Timur-Barat dan Meridian Utara-Selatan. Jika seseorang
mengetahui perbedaan antara garis bujur dan garis lintang Mekkah dan lokasinya
sendiri, mereka dapat menemukan kiblat secara geometris – atau perkiraannya.
BACA Juga: Komunitas Falakiyah Sukabumi (KOMFAS) Betulkan Arah Kiblat Masjid dan TPU Muslim
Model matematika untuk menentukan arah kiblat pertama
kali dirumuskan pada 900 M, ketika Abu al-Wafa Buzhjani menemukan Aturan Sinus
Bulat:
Ini merupakan aturan yang digunakan di aplikasi Kiblat
modern. Penentuan arah kiblat, dengan menggunakan ilmu astronomi dan
trigonometri bola, adalah Fardu Kifayah – yang berarti bahwa dalam suatu komunitas,
sekurang-kurangnya wajib ada orang yang mengetahuinya. Dan pada saat orang
Eropa percaya bahwa Bumi itu datar, para ilmuwan Muslim tahu bagaimana
mengoreksi kelengkungan Bumi.