Soroti Masalah Pendidikan, Begini Kata Anggota DPRD Jabar Dessy Susilawati

Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) Dessy Susilawati. [Istimewa] 

sukabumiNews.net, BANDUNG – Masalah tidak akan pernah lepas dari semu sektor di seluruh negara, termasuk sektor pendidikan di Indonesia. Selama ini permasalahan pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya terselesaikan.

Hal ini merupakan hal yang sangat di sayangkan, karena kualitas pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan sumber daya manusia nasional. Rendahnya kualitas sumber daya manusia tentunya akan menghambat pembangunan suatu negara.

Tanpa kualitas sumber daya manusia yang terampil, seberapa besar kekayaan alam tentu tidak akan dapat di maksimalkan jika tidak di kelola oleh orang yang tepat.

Demikian dikatakan Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Dessy Susilawati saat dikonfirmasi melalui selulernya, Ahad (11/12/2022).

Lalu, Apa saja masalah pendidikan di Indonesia  yang dihadap sampai saat ini?

Komisi V DPRD Jabar dari Fraksi PAN ini mengungkapkan bahwa salah satunya adalah soal kurangnya dana yang tersedia untuk pendidikan.

Mengenai pendanaan, bukan hanya biaya pendidikan pada lembaga formal dan informal. Juga termasuk biaya untuk membayar properti dan layanan seperti buku, alat tulis, seragam, dan transportasi,” ungkap Dessy.

Tidak hanya itu, lanjut Dessy, bagi mereka yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, mereka lebih memilih bekerja untuk mengatasi biaya hidup yang semakin meningkat daripada melanjutkan pendidikan.

Bahkan, pemerintah telah mengembangkan rencana pendidikan gratis dan program wajib belajar 12 tahun untuk mengatasi masalah ini. Namun, permasalahan pendidikan di Indonesia terkait pendanaan tidak semudah itu untuk diselesaikan,” katanya.

Hal ini menurut Dessy disebabkan tidak meratanya alokasi dana program pendidikan. Belum lagi menurut HSBC Global Report 2017, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya kuliah termahal di dunia.

“Yang kedua yaitu kualitas pendidik yang buruk. Rendahnya kualitas pendidik merupakan salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia. Tidak semua guru mampu mengajarkan materi sesuai dengan kompetensinya masing-masing,” ungkapnya.

Dikatakan Dessy bahwa menurut Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 UNESCO, pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-10 dan terakhir untuk kualitas guru dari 14 negara berkembang.

Selanjutnya, antara 1999 dan 2000, jumlah guru meningkat secara signifikan, atau 382 persen atau lebih dari 3 juta. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah siswa, yaitu sekitar 17 persen. Di lihat dari jumlah guru, masih ada 52 persen guru yang belum memiliki sertifikat profesi dan 25 persen tidak memiliki kualifikasi akademik,” tutur Dessy.

Tidak sampai di situ, sikutip dari laman GuruBelajar.id, sejumlah permasalahan permasalahan lain juga timbul, menerpa dunia pendidikan di Indonesia, yaitu;


Mahalnya biaya pendidikan

Seperti kita ketahui, masalah pendidikan yang paling mendasar di Indonesia sebenarnya adalah masalah biaya pendidikan yang cukup mahal. Meskipun pemerintah telah menyiapkan program gratis, masih ada bagian yang membayar dan program tersebut tidak merata di pelosok.

Kurangnya materi belajar mengajar

Masalah pendidikan di Indonesia selanjutnya adalah kurangnya bahan ajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, siswa harus mendapatkan buku teks atau lembar soal untuk latihan. Tidak adanya perpustakaan atau bahan belajar juga dapat menghambat proses pembelajaran. Bantuan lebih dalam bentuk bahan ajar harus di berikan ke daerah-daerah dengan penduduk miskin.

Tidak hanya itu, guru juga membutuhkan bahan ajar dengan bahan yang berkualitas dan sesuai dengan kurikulum terkini saat ini. Jika pendidik menggunakan bahan ajar yang sudah ketinggalan zaman, kegiatan mengajar tentunya akan jauh dari optimal. Hal ini akan mempengaruhi proses penyerapan pengetahuan siswa.

Tidak ada fasilitas yang memadai

Masalah pendidikan di Indonesia selanjutnya yaitu berkaitan dengan fasilitas. Fasilitas yang di maksud antara lain ruang belajar dengan segala isinya. Tidak hanya lengkap, tetapi juga harus memiliki fasilitas yang memadai.

Beberapa contoh fasilitas pendidikan yang perlu di sediakan misalnya papan tulis, meja, kursi, peralatan laboratorium, atau perangkat elektronik. Bayangkan jika strukturnya rusak, akan mengganggu proses belajar mengajar.

Masalah lain juga terkait dengan kemajuan teknologi. Meski kini siswa bisa belajar secara digital, namun hanya segelintir kalangan yang bisa mengapresiasinya. Siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu bahkan belum bisa mendapatkan fasilitas pokok yang memadai. Masalah seperti ini harus menjadi jantung pemerintah nasional.

Kualitas pendidikan rendah

Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia juga terletak pada rendahnya kualitas pendidikan. Salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan bisa dari sudut pandang masyarakat luas. Di mana belajar bukanlah kewajiban atau kesadaran diri yang merupakan bentuk kewajiban terhadap diri sendiri.

Belajar merupakan kewajiban setiap individu sebagai bekal hidup dan bekal bertahan dari kelaparan. Sayangnya, menuntut ilmu sebagai kewajiban kini beralih pada mengejar pangkat, gengsi dan gelar. Di sinilah rendahnya kualitas pendidikan di mulai.

Bagaimana bisa? Karena tujuan yang di capai menjadi ambigu. Banyak kawanan untuk mencari statistik atau penghargaan. Jangan mengejar esensi dari belajar itu sendiri.


Minoritas untuk Grup Penyandang Cacat

Masalah pendidikan di Indonesia tidak banyak menjadi sorotan, justru masalah pendidikan bagi kelompok difabel. Ternyata masih banyak kelompok penyandang disabilitas yang kesulitan mencari sekolah inklusi. Artinya, sekolah inklusi bagi mereka masih sangat sedikit. Di satu sisi, sekolah inklusi juga secara tidak langsung mengkotak-kotakkan dan semakin tersingkir dari realitas sosial.

Kendala yang sering di hadapi penyandang disabilitas saat memilih sekolah umum terkendala dengan di bangunnya sekolah ramah non disabilitas. Misalnya, tidak ada jalan khusus penyandang disabilitas yang menggunakan sepatu roda atau pintu yang kurang representatif bagi penyandang disabilitas. Belum lagi masalah buku pelajaran yang di kemas dalam huruf braille.

Siswa penyandang disiabilitas ternyata mereka harus belajar lebih keras dari rata-rata orang. Sepulang sekolah, anak-anak lain hanya bisa bermain dan bersenang-senang, tetapi mereka tidak punya waktu untuk bermain, karena mereka mengejar ketinggalan. Karena keterbatasan mereka, itu mengharuskan mereka untuk belajar lebih banyak.

Oleh karena itu, keseimbangan dalam proses pembelajaran sangat di perlukan bagi kelompok penyandang disabilitas. Belum lagi masalah akses jalan, sanitasi sekolah, juga belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Memang, semuanya harus di bangun sesuai standar disabilitas. Bukan karena mereka minoritas bukan berarti merampas hak mereka untuk menggunakan struktur publik.

Setidaknya jika pembangunan di lakukan dengan cara yang dapat di akses oleh penyandang disabilitas, masyarakat juga dapat mengaksesnya. Jika standar pembangunan di lakukan oleh masyarakat pada umumnya, maka penyandang disabilitas akan sulit mengaksesnya. Jadi mereka tampaknya di dorong ke samping.

Meski sama-sama generasi penerus yang memiliki hak yang sama, mereka memiliki peluang sukses yang sama dan berhak untuk bahagia. Bukan karena minoritas, kemudian semakin terlihat berbeda. Mereka sebenarnya kuat, bahkan kita bisa menyebut mereka lebih kuat. Mereka benar-benar istimewa, tidak istimewa dalam konotasi negatif, tetapi benar-benar istimewa dalam arti kata yang sebenarnya, karena mereka sebenarnya memiliki ketekunan yang lebih besar.

Red*
Editor: AM
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2022

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال