Oleh : Dede Farhan Aulawi
sukabumiNews.net – Sejak pertengahan tahun 2022, sudah
mulai masuk pada tahapan pemilu dan pilkada serentak 2024. Meskipun dalam
hitungan hari dinilai masih cukup jauh ke teknis pelaksanaan pemungutan suara,
namun handphone yang ada di tangan kita sudah bisa memantau bagaimana
pergerakan dari masing-masing kepentingan politik sudah mulai bergerak.
Jagat media sosial sudah ramai memunculkan nama para
kandidat untuk membentuk opini publik terkait dengan para kandidat yang
dijagokan oleh masing-masing pendukung. Bahkan tidak sedikit simpang siur
informasi yang validitas nya masih perlu dilakukan check and recheck guna
memastikan kebenaran informasi yang beredar agar terhindar dari kemungkinan
munculnya berita-berita hoaks, khususnya di media sosial tersebut.
Tidak sedikit pula lembaga survei dimainkan sebagai
bagian dari strategi pemenangan pemilu. Ada lembaga survei yang bekerja secara
objektif untuk mengukur popularitas dan elektabilitas, sehingga mengetahui
'positioning' kandidat, serta bisa menentukan strategi dan langkah lanjutan
untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.
Ada juga lembaga survei yang didesain untuk membentuk
pandangan dan opini publik dalam rangka mempengaruhi sudut pandang massa umum,
khususnya massa mengambang (floating mass). Strategi ini banyak juga dilakukan
oleh partai politik dan para politisi di
banyak negara.
Politik pada dasarnya bicara tentang perolehan kekuasaan
melalui mekanisme yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tujuan
idealnya agar bisa menuangkan ide dan pemikiran ke dalam sebuah kebijakan dalam
rangka memajukan bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam prakteknya,
tujuan ideal tersebut kadangkala bias dengan kepentingan pribadi maupun
kebijakan partai sehingga ide dan pemikiran ideal belum tentu bisa
diimplementasikan.
Kemudian terkait dengan mekanisme demokrasi yang
berdasarkan pada perolehan suara, maka seringkali tampak sebagian oknum
kandidat 'menghalalkan' segala macam cara untuk mendapatkan dukungan publik dan
simpati politik yang berujung pada capaian suara yang maksimal. Baik melalui
politik uang, transaksi dukungan, kampanye hitam, politisasi hukum, dan lain-lain.
Termasuk memanfaatkan media sosial untuk saling caci maki, saling fitnah,
saling membuka aib / kartu trup, dan sejenisnya.
Dalam kondisi seperti ini tentu sangat diperlukan
partisipasi temen-temen awak media dalam membantu diseminasi informasi yang
benar, agar terwujud situasi kamtibmas yang kondusif dan meneduhkan suasana
kebatinan dalam berpolitik, serta meneguhkan harmoni persatuan sehingga
masyarakat masih tetap bisa beraktivitas dengan baik.
Platform ideologi setiap partai politik di Indonesia
semuanya sama yaitu Pancasila. Dengan demikian selama platform ideologinya
sama, maka para kandidat hanya tinggal adu ide dan gagasan untuk masa depan
bangsa yang lebih baik. Dengan demikian, sungguh tidak pada tempatnya jika
pesta demokrasi menjadi event untuk saling mencaci yang menjurus pada
perpecahan bangsa.
Pesta demokrasi seharusnya menjadi momentum untuk terus
meneguhkan komitmen kebangsaan yang menjamin kontinuitas kepemimpinan yang
berkeadilan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Apalagi dalam memasuki
tahun politik kali ini, beban pekerjaan para penyelenggara pemilu tentu
tidak mudah karena pelaksanaan pemilu bersamaan dengan pilkada, yang tentu saja
beban kerja para penyelenggara pemilu tidak ringan.
Disamping itu ada beberapa peraturan yang perlu dipahami
bersama, mulai dari UU, Peraturan KPU ( PKPU) dan Peraturan Bawaslu
(Perbawaslu) yang jumlahnya tidak sedikit sebagai instrumen aturan main
pelaksanaan pemilu yang luber dan jurdil. Sementara di lain sisi, kemauan dan
kemampuan literasi tiap orang itu berbeda, sehingga hal inipun menjadi salah
satu persoalan yang serius.
Jika ketentuan perundang-undangan dan peraturan lainnya
dipahami berbeda, tentu saja berpotensi menimbulkan permasalahan hukum, yang
berpotensi pada sengketa hasil pemilu, demontrasi massa, dan pada akhirnya
kamtibmas di tengah masyarakat menjadi tidak kondusif.
Setiap kandidat tentu akan berusaha untuk meraih simpati
publik agar mampu meraup perolehan suara dengan sebanyak-banyaknya. Hal
tersebut tentu sah - sah saja sepanjang ikhtiar yang dilakukan tidak melanggar
UU dan peraturan perundangan lainnya. Namun jika dalam pelaksanaannya ada yang
melanggar hukum, tentu harus ada upaya penegakan hukum yang transparan dan
berkeadilan agar tidak ada pihak-pihak yang merasa diperlakukan secara
diskriminatif.
Dengan demikian maka diperlukan semangat kolektif untuk
berkompetisi secara sehat dan jujur dalam bingkai persatuan, agar diperoleh
hasil yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, keberkahan dan kemuliaan
menuju bangsa yang unggul dan maju serta masyarakat yang sejahtera.
Polri sebagai aparat penegak hukum tentu mengemban amanah
yang besar guna menjamin terselenggaranya program nasional berupa pesta
demokrasi Pemilu dan Pilkada serentak yang aman, damai, tertib dan lancar.
Polri dan aparatur lainnya harus tetap
memposisikan netralitasnya yang memperlakukan semua peserta pemilu dan pilkada
secara sama atau non diskriminatif, agar siapapun kandidat yang menang memiliki
legitimasi yang kuat dan mengakar secara riil.
Disinilah peran strategis para awak media untuk berperan secara aktif aktif guna membangun
narasi dan himbauan konstruktif guna menghindari perpecahan dan polarisasi di
tengah masyarakat yang tentu saja bisa mengganggu persatuan di tengah
keberagaman masyarakat.
Kita semua tentu senantiasa berharap agar penyelenggaraan
pemilu dan pilkada ini bisa berlangsung untuk meneruskan estafeta kepemimpinan
nasional dan kepemimpinan daerah dengan tetap menjaga semangat persatuan.
Termasuk momentum yang tepat dalam menentukan pilihan para wakil rakyat di
setiap jenjang dan tingkatan sesuai hati nurani masing - masing yang dinilai
bersih dan mampu menyalurkan aspirasi masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Pilihan dalam pemilu boleh berbeda, tetapi tetap harus
menjaga dan merawat persatuan. Pemilu bukan ajang untuk saling menjelekkan dan
menjatuhkan, tetapi menilai pilihan yang tepat untuk memajukan bangsa dan
negara. Kita semua bersaudara, sasama anak bangsa yang mencintai negara
tercinta tanpa batas. Jauhkan nilai -nilai saling mencurigai dan saling
membenci. Mari bangun konstruksi narasi yang persuasif agar rasa persaudaraan
dan kebersamaan semakin kokoh.
Akhirul kata, diucapkan selamat bekerja dan berkarya
sesuai profesi kita masing - masing dengan penuh rasa tanggung jawab. Sekecil
apapun pena yang ditorehkan akan dicatat dalam perjalanan sejarah bangsa ini.
BACA Juga: Dede Farhan Aulawi Apresiasi Strategi Percepatan Pemulihan Kepercayaan Publik Polda Lampung
*Penulis adalah DR. Ir. Dede Farhan Aulawi, MM, CHT. Dia
merupakanpraktisi SDM di sebuah BUMN dan akademisi di bidang pemberdayaan
manusia dengan pengalaman lebih dari 18 tahun.