Eks Ketum Ganjarist, Eko Kuntadhi. |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, menilai ulah eks Ketua Umum Ganjarist Eko Kuntadhi yang menghina Ustadzah Ponpes Lirboyo Imaz Fatimatuz Zahra atau Ning Imaz telah merusak citra Ganjar di mata para kiai dan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia.
“Sudah saatnya Eko tobat dan introspeksi diri sehingga tidak melakukannya lagi, apalagi ini sudah menyangkut keluarga besar NU dan tokoh-tokoh besar yang ada di dalamnya,” ujar Saiful dilansir dari RMOL, Senin (19/9/2022).
Saiful bahkan
meyakini bahwa kader dan simpatisan NU di seluruh Indonesia merasa kecewa
dengan pernyataan Eko yang tidak hanya menyakiti Ning Imaz, tapi juga umat
Islam.
“Apalagi kata-kata
yang bersangkutan seringkali menyinggung umat Islam yang sebagian besar merupakan
agama yang dianut oleh rakyat Indonesia,” kata Saiful.
Akibat ulahnya
tersebut, Eko akhirnya mundur dari jabatan Ketua Umum Ganjarist.
Adapun Ganjar
Pranowo, pada Kamis (15/9) mengaku tidak mengenal Eko Kunthadi. Meskipun Eko
merupakan ketua umum relawan Ganjarist yang merupakan barisan pendukung Ganjar.
“Soal aktivitas Mas
Eko sebagai ketua relawan Ganjarist, saya tidak pernah mengikuti dan tidak ada
hubungan apapun,” kata Ganjar dalam keterangannya.
Menanggapi pernyataan Ganjar, Sekretaris Majelis Syuro, Ustadz Slamet Maa’rif seperti RMOL pada Jum'at (16/9) turut memberikan komentar cukup menohok. “Ngibul yo ngibul tapi ojo ngono toh mas Ganjar,” ujarnya.
Ustadz Slamet juga menilai bahwa Eko wajib diproses secara hukum atas penghinaan yang dilakukannya kepada Ning Imaz. “Wajib diproses secara hukum, enggak cukup di atas materai itu,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik Jamiluddin
Ritonga juga membahas soal polemik pernyataan Ganajr Pranowo. Ia tak percaya
dengan klaim Ganjar yang mengaku tidak mengenal Eko Kuntadhi.
Menurutnya,
posisi Eko Kuntadhi sebagai Ketua Kornas Ganjarist tentu akan mempengaruhi rencana pencapresan Ganjar
Pranowo.
“Sebagian masyarakat
akan mempersepsi Ganjar tidak mampu mengendalikan relawannya untuk berlaku
santun,” ucap Jamiluddin.
Dikatakan, Jamaluddin, pernyataan Ganjar yang tidak mengenal Eko Kuntadhi bisa dianggap sebagai
langkah mengkampanyekan dirinya sendiri agar dianggap tidak bersalah akibat
perbuatan loyalisnya tersebut.
“Persepsi itu akan
menguat setelah Ganjar mengaku tidak mengenai Eko Kuntadhi. Pengakuan Ganjar
itu aneh karena Ketua Kornas Ganjarist yang sudah ‘mengkampanyekannya’ relatif
lama justru tidak dikenalnya,” katanya.
Dia menambahkan,
Ganjar tidak mungkin tidak mengenal Eko Kuntadhi yang selama ini menjadi
buzzernya untuk dikampanyekan sebagai calon presiden 2024 mendatang.
“Pengakuan Ganjar itu
tentu sulit diterima akal sehat. Kesannya Ganjar justru ingin cuci tangan agar
dampak kasus Eko Kuntadhi tidak berdampak kepadanya,” katanya.
Dalam pandangan
Jamiludin, dengan Ganjar mengaku tidak kenal Eko Kunthadi, dapat menjadi
pelajaran berharga bagi relawan. Artinya, jangan sampai sudah bekerja maksimal
untuk seseorang, tapi karena ada masalah akhirnya sang relawan tidak diakui
keberadaannya.