Oleh : Dede Farhan Aulawi. |
sukabumiNews.net – Semangat
perjuangan sejatinya tidak terhenti hanya karena sudah merdeka. Jika dahulu
semangat juang dikobarkan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka
saat ini semangat juang harus tetap dipelihara dalam rangka mengisi kemerdekaan
dengan program-program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Semangat juang juga bisa dilakukan dengan membuat karya
dan inovasi terbaik yang bisa mengangkat nama baik bangsa sesuai dengan
pekerjaan dan profesi masing-masing. Termasuk menjaga marwah dan kehormatan
negara dari perbuatan dan perilaku yang tercela.
Setiap warga negara secara esensial harus selalu siap, wajib dan setia pada negara guna menunjang tetap terjaganya kedaulatan,
ketahanan dan keamanan negara demi tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan SDM Indonesia
perlu dijadikan prioritas. Terobosan - terobosan inovatif dan partisipasi
publik harus terus dirangsang dengan membangun kesadaran kolektif bahwa setiap
negara harus merasa terpanggil untuk turut serta membangun bangsa.
Dalam konteks ini setidaknya ada dua program prioritas
yang terkait dengan pendidikan bela negara, yaitu pertama berupa pelatihan guna
memenuhi kompetensi SDM dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku (attitude) dalam hal cara pandang dan sikap mental dalam hal bela
negara, termasuk membantu penguatan SDM di
bidang intelijen sebagai garda depan dalam menjaga keutuhan dan
kedaulatan bangsa.
Lalu kedua, Pendidikan dan Latihan Khusus (Diklatsus)
guna membentuk jiwa korsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena jiwa
korsalah yang menumbuhkan semangat, keberanian dan tekad untuk senantiasa
menjaga keutuhan dan kehormatan bangsa.
Jiwa korsalah yang mengikis rasa individualistik, dan dirubah menjadi jiwa kebersamaan dengan seluruh elemen masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Joseph S. Rouchek dalam tulisannya berjudul, “ Social Attitudes of the Soldier in War Time ”. Kemudian Willard Waller mengatakan bahwa jiwa korsa bisa dibentuk melalui latihan -latihan khusus, agar muncul rasa saling memiliki dan mempunyai rasa bangga terhadap organisasi.
Dalam jiwa korsa terkandung inisiatif, tanggung jawab,
loyalitas, dan dedikasi untuk suatu hal yang mulia, seperti halnya dalam
mempertahankan prinsip yang benar, dengan tetap mengedepankan rasa kebersamaan,
komitmen perjuangan, kompetensi dalam mengemban tugas, taat asas dan disiplin,
daya tanggap dan sikap bertanggung jawab.
Dengan demikian, jiwa korsa dapat diartikan sebagai rasa
hormat, kesetiaan, kesadaran dan semangat kebersamaan. JIWA KORSA
merupakan tonggak utama yang dibina dan
dibentuk untuk menciptakan rasa solidaritas dan persaudaraan sesuai dengan asas
organisasi.
Dalam membentuk JIWA KORSA, setiap elemen bangsa yang
terpercaya harus diberikan pemahaman tentang BUDDY SYSTEM, yaitu sistem
pertahanan dalam kelompok, di mana masing-masing individu harus saling menjaga
dengan tujuan dapat menciptakan rasa keterikatan satu sama lain. Peningkatan
skala dalam buddy system akan terjadi dengan sendirinya saat kader bela negara,
termasuk kader khusus intelijen bela negara.
Untuk memberi kesadaran akan pentingnya Buddy System,
kader khusus bela negara harus dididik dan dihadapkan pada situasi di bawah
tekanan saat mengikuti proses pendidikan khusus dalam bentuk Training di alam
bebas. Tekanan dilakukan oleh para pelatih khusus yang dipadukan dengan kondisi
alam di mana kegiatan tersebut dilaksanakan.
Pemberian sanksi juga tentu harus diberikan kepada
Individu dan Kelompoknya pada setiap kesalahan yang dilakukan sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Kurikulum dalam pendidikan dan latihan
khusus kader intelijen bela negara.
Rasa senasib dan sepenanggungan pada sesama peserta
pendidikan khusus inilah yang menjadi landasan awal terciptanya Jiwa Korsa.
Dalam kondisi di bawah tekanan mental yang memang diciptakan untuk menekan
emosi kader khusus sampai titik terendah, dengan tujuan pemberian Indoktrinasi
tentang falsafah, pandangan dan cara pandang warga negara, dapat masuk dan
tertanam dalam memori mereka.
Akhirnya secara perlahan mulai terbentuklah loyalitas
yang tercipta dengan sendirinya. Timbul rasa saling melindungi dan saling
menjaga, serta adanya suasana transformasi ilmu, pengetahuan dan pengalaman diantara
sesama anggota.
Namun demikian, tentu tidak semua pembiayaan program
diserahkan kepada negara karena keuangan negara juga memiliki keterbatasan.
Oleh karenanya, segala terobosan inovatif dalam merangsang kesadaran kolektif
bernegara perlu ditanamkan sedini mungkin agar setiap warga negara memiliki
keterpanggilan untuk senantiasa berpartisipasi memberikan apa yang terbaik
sesuai kemampuannya.
Itulah
sebabnya berbagai program yang terkait dengan penguatan SDM bela negara perlu
didukung sebagai manifestasi kecintaan warga terhadap negaranya. Disinilah
berbagai format dalam mendidik dan melahirkan jiwa korsa menjadi sangat penting
dan strategis.
Beberapa organisasi kemasyarakatan memiliki model dan
caranya masing-masing dalam membangun jiwa korsa, meskipun kadang terbatas pada
jiwa korsa sebagai sesama anggota organisasinya masing-masing. Namun metode
untuk menanamkan jiwa korsa dalam berbangsa dan bernegara mungkin masih kurang.
Disinilah pentingnya kebersamaan untuk mengelaborasi berbagai program tersebut.
Secara umum mungkin perlu dipertimbangkan bahwa disamping
ada diklatsus organisasi, perlu juga ada diklatsus antar organisasi, sehingga
bisa saling mengenal, saling menghormati dan menghargai, akhirnya kerukunan dan
persaudaraan antar organisasi dalam penguatan kader bela negara bisa terwujud.
Konsep dasar Diklatsus yang berbasis pada swadaya dan
swadana bisa dilakukan lebih singkat, misalnya bisa dilaksanakan cukup selama 3
- 5 hari dengan tiga tahapan.
Tahap pertama pelaksanaan pendidikan dilakukan di basis.
Tahap kedua seluruh peserta akan dilepas di hutan dan pegunungan, dan tahap
ketiga diakhiri dengan tahap jejak rawa, susur sungai dan/ atau jelajah laut.
Seluruh peserta perlu dilatih kemampuan intelijen anti
teror guna meningkatkan daya cegah, daya tangkal dan respon balik terhadap
kemungkinan adanya ancaman terorisme. Mereka dididik dan disiapkan agar mampu
beroperasi dalam unit kecil, rahasia dan mendadak.
Dan jika waktu memungkinkan mereka juga akan dilatih
dalam latihan khusus agar mampu melaksanakan perencanaan operasi intelijen dan
kontra intelijen dalam perang modern, anti-gerilya, dan perang berlarut, agar
mereka memiliki kemampuan operasional di semua medan laga. Baik di perkotaan,
hutan, gunung, sungai, rawa, laut, pantai, dan udara.
Pada tahap basis akan diperkenalkan teori – teori operasi
intelijen dan kontra intelijen di alam terbuka (outbound) di pedalaman hutan.
Mereka akan mendapat pelatihan intelijen dalam menghadapi pertempuran kota,
pertempuran jarak dekat, dan ilmu medan. Penghancuran medan dan pembebasan
tawanan diajarkan di tahapan ini. Mereka digembleng keras dalam tahapan ini.
Pada Tahap Gunung Hutan, mereka dilatih survival di hutan
belantara dan kemampuan dukungan gerilya
di gunung. Mereka tidak dibekali makanan/minuman, hanya garam dan korek api
yang boleh dibawa oleh seluruh peserta Diklatsus. Mereka diuji untuk tetap
survive dalam kondisi seminim apapun.
Tahap Rawa dan sungai / laut, mereka akan digembleng
kemampuan intelijen guna mendukung keberhasilan operasi tempur di laut,
sehingga mereka benar – benar disiapkan sebagai Unit Intelijen Khusus, yang
mampu beroperasi pada berbagai situasi. Mereka akan dilatih agar memiliki ketajaman
dalam berpikir dan berolah yudha sehingga selalu siap mengemban tugas di garda
depan.
Mereka juga dilatih agar mampu bergerak dan bertindak
dengan cepat dan senyap di segala bentuk medan dalam pertempuran ataupun dalam
situasi damai dengan tetap sigap dan waspada. Mereka juga digembleng agar
memiliki jiwa nasionalisme yang mengedepankan kepentingan tugas dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun demikian, para peserta yang akan dididik seyogyanya
sudah terseleksi dengan baik, baik secara psikologis maupun mental ideologinya
agar tidak terjadi penyalahgunaan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya.
Dengan seluruh rangkaian Diklatsus yang didesain secara
khusus untuk internal kader intelijen bela negara ini, diharapkan bisa menjadi
bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat terus dikembangkan serta
dapat menjadi dorongan untuk lebih meningkatkan semangat dan tekad pengabdian
dalam rangka menyiapkan diri guna menyongsong tugas - tugas yang diberikan
dimasa yang akan datang saat negara memanggil.
Bahkan mereka harus siap melaksanakan dukungan operasi
intelijen dalam melaksanakan tugas khusus yang menjadi bagian dari perang atau
pertempuran non konvensional.
Program diklatsus yang dirancang secara khusus ini bisa menjadi sebuah kebanggaan dalam hati dan diri para peserta sebagai awal dari perjalanan pengabdian kepada negara dan bangsa. Oleh karenanya Diklatsus seperti ini diharapkan bisa memberi manfaat dan meningkatkan kualitas sebagai insan kader bela negara yang kuat, efektif, dan profesional.