Laporan terkait muslim Uighur di Xinjiang dirilis PBB, pada 31 Agustus 2022. (Foto : newsbytesapp) | |
sukabumiNews.net, JENEWA – Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan Cina menghancurkan beragam situs Islam etnis Uighur di Xinjiang mulai dari masjid hingga kuburan umat Muslim.
Xinjiang merupakan
wilayah otonomi di barat daya China yang menjari rumah bagi setidaknya 10 juta
etnis Muslim Uighur dan minoritas lainnya yang selama ini diduga menjadi target
persekusi pemerintahan Presiden Xi Jinping.
Dalam laporan terbaru
berjudul “Penilaian HAM PBB tentang Hak Asasi Manusia di Daerah Otonomi Uighur
Xinjiang (XUAR) Cina”, Komisi Tinggi HAM PBB atau OHCHR menyimpulkan ada
pelanggaran HAM serius yang dilakukan Cina terhadap etnis Uighur dan minoritas
lainnya di Xinjiang.
Berbagai pelanggaran
itu terdiri dari penahanan sewenang-wenang, pembatasan reproduksi dan praktik
keagamaan, hingga menghancurkan situs umat Muslim.
“Di samping
meningkatnya pembatasan ekspresi praktik keagamaan Muslim adalah laporan
berulang soal penghancuran situs keagamaan Islam, seperti masjid, tempat suci
dan kuburan, terutama selama masa kampanye ‘Strike Hard’,” demikian bunyi
laporan komisi tersebut yang dirilis pada Rabu (31/8/2022), dilansir dari lansir
CNN.
Strike Hard adalah
kebijakan Cina yang memperketat pengawasan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Komisi Tinggi HAM PBB
menuturkan sekitar 20.000 dari 35.000 masjid di seluruh China berada di
Xinjiang. Namun, banyak dari tempat ibadah itu telah dihancurkan pihak
berwenang.
Kesimpulan itu
didapat dari membandingkan hasil kunjungan tim khusus komisi ke Xinjiang dengan
investigasi salah satu jurnalis dan citra satelit.
Namun, pemerintah
China secara konsisten membantah tuduhan penghapusan atau perusakan situs
keagamaan yang tak semestinya. Mereka justru mengatakan bahwa masjid-masjid
dalam keadaan rusak dan sedang dibangun kembali untuk alasan keamanan.
Pemerintah juga
mengklaim penguburan dan adat pemakaman dilindungi.
Selain itu, mereka
menyatakan orang-orang dari kelompok etnis yang berbeda di beberapa tempat
telah merelokasi kuburan atas kehendak mereka sendiri.
Analisis citra
satelit menunjukkan bahwa banyak situs keagamaan tampaknya telah dihancurkan
atau diubah. Salah satu contohnya adalah transformasi Kuil Imam Asim yang
terletak di Xinjiang selatan.
Lokasi ini, termasuk
makam imam, dan masjid, sebelumnya merupakan situs ziarah bagi etnis Uighur dan
komunitas Muslim lain.
Pada Maret 2012 lalu,
berdasarkan hasil citra satelit, tampak bangunan seperti kuil. Kemudian pada
Desember 2017, bangunan terlihat hancur. Lalu pada Juni 2020, sisa-sisa
bangunan tak terlihat lagi.
“Citra satelit Google
Earth pada Desember 2017 hingga Juni 2020 menunjukkan kuil dihancurkan dan
kuburan dulunya dikelilingi bendera peziarah, telah terhapus,” bunyi laporan
OHCHR.
OHCHR sejauh ini tak
bisa mencapai kesimpulan tegas sejauh mana penghancuran situs-situs keagamaan
Muslim di Xinjiang. Komisi PBB itu beralasan mereka tidak mendapat akses dari
pemerintah China untuk melakukan investigasi langsung ke lokasi.
Meski demikian, OHCHR
tetap menegaskan bahwa laporan-laporan tersebut tetap sangat memprihatinkan.
Selain itu, Komisi
Tinggi HAM PBB juga mengonfirmasi bahwa tuduhan penyiksaan terhadap warga di
Xinjiang adalah kredibel. Mereka juga menyinggung soal kemungkinan kejahatan
terhadap kemanusiaan, demikian dikutip AFP.
Cina terus menjadi
sorotan pelanggaran HAM setelah pada 2018 sejumlah organisasi pemerhati HAM
internasional mengungkap laporan penahanan sewenang-wenang jutaan etnis Uighur
di Xinjiang.
Selain penahanan,
China juga diduga menerapkan kerja paksa massal terhadap etnis Uighur di
kamp-kamp penahanan di Xinjiang.
Namun selama ini,
China bersikeras membantah semua tuduhan pelanggaran HAM itu. Beijing berdalih
bahwa mereka bukan menahan, tapi memasukkan orang-orang Uighur ke kamp-kamp
pelatihan pendidikan vokasi.
Hal itu dilakukan
China dengan alasan meredam ancaman radikalisme dan ekstremisme di kalangan kaum
Uighur.
Merespons laporan
terbaru PBB, Duta Besar China untuk PBB di New York, Zhang Jun, mengatakan
negaranya telah berulang kali menyuarakan penentangan terhadap tuduhan
tersebut.
Zhang mengatakan
Bachellet seharusnya tidak ikut campur dalam urusan internal China.
“Kita semua tahu,
dengan sangat baik, bahwa apa yang disebut masalah Xinjiang adalah kebohongan
yang sepenuhnya dibuat-buat dari motivasi politik dan tujuannya jelas adalah
untuk merusak stabilitas Cina dan untuk menghalangi pembangunan China,” kata
Zhang kepada wartawan pada hari Rabu.
“Kami tidak berpikir
itu akan menghasilkan kebaikan bagi siapa pun, itu hanya merusak kerja sama
antara PBB da negara anggota,” katanya.
Cina bahkan dilaporkan
berulang kali berupaya membuat Bachelet dan timnya tidak mengungkap laporan
terbaru ini.