sukabumiNews.net, JAKARTA – Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar menanggapi laporan Majalah Tempo soal masalah yang melilit lembaganya. Dia mengakui bahwa sebagian dari laporan tersebut benar, namun tak seluruhnya.
"Kami mewakili
ACT meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat, mungkin beberapa
masyarakat kurang nyaman terhadap pemberitaan yang terjadi saat ini," kata
Ibnu dalam konferensi pers di kantor ACT, Menara 165, Jakarta Selatan pada
Senin, 4 Juli 2022. "Kami sampaikan, beberapa pemberitaan tersebut benar,
tapi tidak semuanya benar".
Majalah Tempo edisi
pekan ini menurunkan laporan dengan judul "Kantong Bocor Dana Umat".
Dalam laporannya, mereka menemukan terjadinya penyelewengan dana lembaga, gaji
tinggi dan fasilitas mewah yang diterima oleh mantan petinggi ACT, Ahyudin,
hingga masalah pemotongan dana dan mandeknya sejumlah program. Ada juga
pemotongan gaji karyawan yang disebut akibat dari masalah keuangan lembaga
filantropi tersebut.
Ibnu menyatakan gaji
pimpinan tertinggi lembaganya tidak sampai sebesar yang dilaporkan Majalah
Tempo, sebesar Rp 250 juta.
"Pimpinan
tertinggi saja tidak lebih 100 juta. Jadi kalau disebut Rp250 juta, kami tidak
tahu datanya dari mana," tuturnya.
Ia menjelaskan,
rata-rata biaya operasional Aksi Cepat Tanggap termasuk gaji para pimpinan pada
2017 hingga 2021, adalah 13,7 persen. "Rasionalisasi pun kami lakukan
untuk sejak Januari 2022 lalu. Insya Allah, target kami adalah dana operasional
yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025," kata lbnu.
Soal fasilitas tiga
mobil mewah untuk Ahyudin, Ibnu membenarkan pihaknya memang sempat membelinya.
Namun, dia menyatakan bahwa mobil tersebut kini telah dijual. Dia juga
menyatakan bahwa mobil tersebut digunakan untuk operasional.
"Kendaraan
dibeli tidak untuk permanen, untuk tugas-tugas. Saat lembaga membutuhkan
alokasi dana kembali seperti sekarang ini, otomatis dijual. Jadi bukan untuk
mewah-mewahan, gaya-gayaan," tuturnya.
Dia juga mengklaim
kondisi keuangan ACT dalam kondisi baik. Ibnu membantah bahwa keuangan mereka
limbung.
"Laporan
keuangan sejak 2005 sampai 2020 yang mendapat predikat WTP kami sudah
publikasikan di web kami, sebagai bagian dari transparansi keapda publik. Kalau
ada penyelewengan enggak mungkin kan auditor mengeluarkan WTP?," tuturnya.
Menurut laporan
Majalah Tempo, Ahyudin disebut menyelewengkan dana masyarakat tersebut. Dia
disebut membeli rumah dan perabotannya hingga melakukan transfer belasan miliar
ke keluarganya.
Ahyudin sendiri
membantah telah menyelewengkan dana lembaganya itu. Dia mengakui sedang
terlilit berbagai cicilan dan menyatakan hanya meminjam uang tersebut.
“Kalau saya tidak
punya uang, boleh dong saya pinjam ke lembaga,” ujarnya dalam wawancara dengan
Majalah Tempo. “Saat ini saya terlilit cicilan rumah, cicilan mobil, bahkan
biaya sekolah anak. Jika saya membawa kabur duit lembaga dari mana logikanya?”
Laporan Majalah Tempo
soal dana ACT itu pun kini memasuki babak baru. Pusat Pelaporan dan Analisa
Transaksi Keuangan (PPATK) mencurigai ada aliran dana dari lembaga tersebut
untuk mendanai kegiatan terorisme. Mereka juga menemukan indikasi
penyelewenangan dana itu.
"Ya indikasi
kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Senin, 5 Juli 2022.
PPATK, menurut Ivan,
telah melaporkan hasil analisa transaksi ACT tersebut ke aparat penegak hukum,
termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Datasemen Khusus
(Densus) 88 Anti Teror. Ibnu membantah
lembaganya terlibat dalam pendanaan aksi teroris tersebut.
"Dana yang mana?
Kami tidak pernah berurusan dengan teroris," kata dia, dikutip sukabumiNews dari TEMPO.CO, Selasa (5/7/2022).
BACA Juga: Ini Tanggapan Waketum MUI Terkait Kasus Dugaan Penyelewengan Dana ACT