Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mengatakan, putusan MK yang menolak gugatan presidential threshold 0% bakal menjadi tragedi demokrasi. (Istimewa) |
sukabumiNews.net, JAKARTA
– Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kembali menolak judicial review atau uji
materi presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden yang
dimohonkan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua
DPD La Nyalla Mattalitti.
Putusan itu
disampaikan dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (7/7/2022).
"Menyatakan
permohonan Pemohon I (DPD) tidak dapat diterima. Menolak Permohonan Pemohon II
(PBB) untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat bacakan putusan
MK, dilansir dari Sindonews.com, Kamis (7/7/2022).
Putusan MK tersebut,
kata Yusril, merupakan tragedi serta ancaman demokrasi dengan memunculkan
oligarki kekuasaan. "Ini adalah sebuah tragedi dalam sejarah konstitusi
dan perjalanan politik bangsa kita," kata Yusril melalui keterangan
tertulisnya, Kamis (7/7/2022).
"Calon Presiden
dan Wakil Presiden yang muncul hanya itu-itu saja, dan dari kelompok kekuatan
politik besar di DPR yang baik sendiri atau secara gabungan mempunyai 20 persen
kursi di DPR," sambungnya.
Ke depan, Yusril
beranggapan bahwa akan terjadi hal yang aneh dalam demokrasi Indonesia. Yakni,
calon presiden yang maju adalah calon yang didukung oleh parpol berdasarkan
threshold hasil Pileg lima tahun sebelumnya.
"Padahal dalam
lima tahun itu, para pemilih dalam Pemilu sudah berubah, formasi koalisi dan
kekuatan politik juga sudah berubah. Namun segala keanehan ini tetap ingin
dipertahankan MK," ucap Yusril.
Yusril mengungkap,
Mahkamah Konstitusi bukan lagi “the guardian of the constitution” dan penjaga
tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi “the guardian of oligarchy”.
Untuk diketahui,
Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menolak gugatan presidential threshold lain
atau ambang batas pencalonan presiden. Ada tiga gugatan presidential threshold
yang ditolak MK, yakni gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara
13/PUU-XX/2022 diajukan tujuh warga Kota Bandung.
Kemudian, gugatan
Nomor 20/PUU-XX/2022 dilayangkan empat pemohon, dan gugatan Nomor
21/PUU-XX/2022 dengan pemohon lima anggota DPD, agar diubah dari 20% menjadi
0%. "MK sudah berulangkali menolak permohonan pengujian terhadap Pasal 222
UU Pemilu, walaupun para pemohon mengajukan pengujian dengan pasal UUD 45 yang
berbeda dan argumentasi konstitusional yang berbeda," kata Yusril.
Namun, MK tetap kukuh dengan putusan sebelumnya yang menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 45. "Dalam pandangan saya MK tidak seharusnya kukuh dengan pendapatnya semula, karena zaman terus berubah dan argumen hukum juga terus berkembang," ucapnya.
Sumber: Sindonews