Dedengkot PKI, Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit | Sumber : Istimewa |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit sangat kental dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain karena DN Aidit adalah salah satu pentolan di PKI, ia pun identik dengan peristiwa Gerakan 30 September atau G30S PKI.
Dalam beberapa
keterangan, DN Aidit disebut-sebut dalang dari peristiwa berdarah G30S PKI itu.
Dedengkot PKI DN Aidit saat berpidato. (ist) |
Kisah hidup DN Aidit menyisakan sejumlah kisah yang kontroversial. Sebagian menyebut bahwa DN Aidit bersama PKI lah biang kerok kerusuhan G30S.
Namun tak sedikit
juga yang menyebut bahwa PKI hanyalah kambing hitam di peristiwa G30S PKI itu. Sosok
DN Aidit di PKI benar-benar besar pengaruhnya.
Selain mengomandoi
PKI, DN Aidit juga merupakan orang yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno.
Adapun DN Aidit
pernah menjabat Menteri Koordinator dan Wakil Ketua MPRS.
Dedengkot PKI, DN Aidit. (ist) |
Masuknya PKI ke pusaran politik nasional membuat cita-cita revolusi menuju masyarakat komunis tak lagi menjadi agenda utama.
Di bawah DN Aidit,
kesuksesan PKI kala itu membuat banyak pihak cemburu. Salah satunya datang dari
Angkatan Darat yang kala itu juga sangat berkuasa.
Peristiwa G30S PKI
boleh jadi dipicu dari kabar burung yang mengatakan adanya sekelompok jenderal
atau Dewan Jenderal yang hendak mengudeta Presiden Soekarno.
Hingga kini
keberadaan Dewan Jenderal itu adalah misterius.
Peter Kasenda dalam
Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI (2016) menulis, Aidit memimpin badan
rahasia dalam PKI dengan nama Biro Chusus (BC) PKI.
Presiden RI pertama Soekarno dan DN Aidit. (ist) |
Badan ini dirancang sebagai intelijen yang menghimpun informasi dari para perwira militer simpatisan PKI. Pada zamannya, tiap partai dan kelompok politik punya jaringan serupa dalam militer.
Informasi dari BC PKI
penting untuk menentukan apakah PKI akan bertindak sebelum kudeta terjadi atau
menunggu.
Berdasarkan rapat
dengan para perwira militer, Kepala BC PKI Syam Kamaruzaman menyimpulkan pihak
militer siap melancarkan langkah untuk mencegah kudeta terjadi. Sayangnya,
persiapan tak dilakukan dengan matang.
PKI mengira pihaknya
hanya membantu tentara. Sebaliknya, tentara mengira mereka hanya mengikuti PKI.
Eksekusi
Kamis, 30 September
pukul 21.30, DN Aidit hendak menidurkan putranya Ilham Aidit. Tiba-tiba, mobil
Jeep tiba di depan rumahnya.
Istrinya, Soetanti,
membentak dua orang berseragam militer warna biru yang ada di depan pintu.
Dedengkot PKI DN Aidit bersama keluarganya. (ist) |
"Ini sudah malam!" kata Soetanti.
"Maaf, tapi ini
darurat. Kami harus segera!" jawab mereka.
Adapun DN Aidit yang
keluar menemui tamunya tak lama segera kembali ke kamar tidur. Ia memasukkan
beberapa pakaian dan buku ke dalam tas.
Soetanti ngotot agar
DN Aidit minta agar tak perlu pergi ke mana-mana. DN Aidit pun ragu. Namun ia
tetap pamit mencium kening Soetanti dan bocahnya yang masih berusia 6,5 tahun.
DN Aidit tak memberi
penjelasan akan ke mana dan alasannya.
Mayor (Udara) Soejono
mengaku ia lah yang menjemput DN Aidit. Ia membawa DN Aidit ke rumah dinas
Menteri/Panglima Angatan Udara Laksdya Omar Dhani di Wisma Angkasa, Kebayoran
Baru.
Namun karena Omar tak
ada di sana, DN Aidit dibawa ke rumah mertua Omar di Jalan Otto Iskandardinata
III, Jakarta Timur.
Mereka gagal
menemukan Omar dan mengajak DN Aidit ke rumah dinas seorang bintara AU di
Kompleks Perumahan AU di Halim Perdanakusuma.
Rumah itu dijadikan
Central Komando (Cenko) II.
Saat penculikan dan
pembunuhan terhadap sejumlah jenderal berlangsung, DN Aidit hanya diam di rumah
itu.
Hingga pagi menjelang
dan terendus bahwa operasi tak berjalan sesuai rencana dengan tewasnya sejumlah
jenderal, DN Aidit pun dibawa ke Pangkalan Udara Halim sesuai perintah Omar
Dhani untuk diterbangkan ke Yogyakarta.
Sebelum berangkat ke
Yogyakarta, DN Aidit menyerahkan mandat kepemimpinan PKI kepada Wakil Ketua III
Sudirman.
Di Yogyakarta, DN
Aidit hendak menemui Ketua Committee Daerah Besar (CDB) PKI Yogyakarta dan
menjelaskan kudeta yang hendak terjadi.
Dari Yogyakarta, DN
Aidit bertolak ke Semarang keesokan harinya.
Ia berusaha
mengkonsolidasikan agar PKI bisa dilepaskan dari insiden penembakan
jenderal-jenderal yang dilaksanakan oleh tentara sendiri.
Dari Semarang, ia ke
Boyolali dan Solo. Di sana, DN Aidit dikecam atas apa yang terjadi di Jakarta.
DN Aidit terus bergerak
untuk konsolidasi.
Dedengkot PKI, DN Aidit ditangkap. (ist) |
Hingga pada 6 Oktober
di Blitar, DN Aidit menulis surat ke Soekarno yang menyampaikan versinya soal
G30S.
Ia mengaku dijemput
seorang berpakaian Cakrabirawa dari rumah untuk menghadiri rapat kabinet di
Istana. Namun ia malah dibawa ke tempat lain.
Adapun DN Aidit
mengaku sempat bertanya apakah penangkapan para jenderal sudah diketahui
Presiden Soekarno.
Kepada DN Aidit,
mereka menjawab, Soekarno telah memberikan restunya untuk menindak para
jenderal.
Bertanggung
Jawab
Adapun DN Aidit
menyadari Angkatan Darat di bawah Pangkostrad Mayjen Soeharto tengah memburu
para tokoh PKI yang dianggap sebagai dalang pembunuhan para jenderal.
Selain itu, DN Aidit
tak juga kembali ke Jakarta dan berusaha meredam aksi kekerasan militer
terhadap simpatisan PKI di Jawa Timur.
Pada suratnya yang
terakhir tertanggal 10 November, DN Aidit mengatakan kemungkinan akan mencari
perlindungan ke China.
Adapun DN Aidit terus
bersembunyi di rumah teman-temannya.
Ia akhirnya
tertangkap dan dibawa ke Boyolali pada 22 November. Saat diproses verbal, DN
Aidit mengaku bertanggung jawab.
Aidit atau DN Aidit (Ist) |
"Saya adalah satu-satunya orang yang memikul tanggung jawab paling besar dalam peristiwa G30S yang gagal dan yang didukung oleh anggota-anggota PKI yang lain, dan organisasi massa di bawah PKI," kata DN Aidit dalam surat pemeriksaan yang ditandatanganinya.
Ia kemudian dibawa
oleh kolonel Jasir Hadibroto ke markas Batalion Infanteri 444.
Adapun Jasir hendak
menghabisi DN Aidit. "Ada sumur?" tanyanya.
Di tepi sebuah sumur
tua, DN Aidit dipersilakan mengucapkan pesan terakhir.
DN Aidit saat berpidato di hadapan massa PKI. (ist) |
Namun DM Aidit malah
berpidato berapi-api yang membuat Jasir kesal.
"DN Aidit
berteriak kepada saya, daripada saya ditangkap, lebih baik kalian bunuh saja.
Saya sih, sebagai prajurit yang patuh dan penurut, langsung memenuhi permintaannya.
Karena dia minta
ditembak, ya saya kasih tembakan," kata Jasir dalam wawancara dengan Suara
Pembaruan pada September 1998.
Akhirnya DN Aidit pun
ditembak mati oleh Jasir. (abs)
BACA Juga: Begini Cerita Buya Hamka Saat PKI Berkuasa
Sumber: tvOnenews
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2022