Ustaz Abdul Somad bereaksi keras atas pernyataan rektor ITK. Foto: tangkapan layar YouTube Tabung Wakaf Umat Official. |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Ustaz Abdul Somad (UAS) ikut mengomentari tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Profesor Budi Santosa Purwokartiko yang oleh sejumlah kalangan dinilai berbau SARA karena menyinggung soal penutup kepala (hijab) ala manusia gurun.
Ulama kondang lulusan
Universitas Al-Azhar Mesir ini mengaku sangat prihatin dengan apa yang disampaikan
Profesor Budi di akunnya di media sosial beberapa waktu lalu itu.
"Ada seorang
rektor yang lagi viral di media sosial. Saya baca unggahannya, sangat menghina
mahasiswi muslim," kata UAS dalam kajian Al-Qur'an yang dikutip dari kanal
YouTube Tabung Wakaf Umat Official, dikutip sukabumiNews dari jpnn.com, Sabtu.
Dia lantas
mempertanyakan gelar guru besar yang disandang Budi. Sebagai akademisi, tidak
pantas seorang guru besar berbicara yang melecehkan agama Islam.
"Profesor kok
bicara seperti itu. Mengatakan mewawancarai 12 mahasiswi yang tidak satu pun
menutup kepala ala manusia gurun. Itu sama saja menghina mahasiswi
muslim," serunya.
Ulama kelahiran
Asahan, Sumatera Utara, 18 Mei 1977 itu menegaskan, yang menghina Islam hanya
dua kategori.
Pertama, golongan
kaum musyrikin. Kedua, kalaupun beragama Islam, pastilah keturunan komunis.
"Hanya keturunan
PKI yang membenci Islam dan itu sudah terbukti," tegasnya.
BACA Juga: Ini Data Kronologis Melengkapi Tulisan Tentang PKI
Dia menambahkan,
sejumlah kasus penghinaan terhadap Islam, setelah ditelusuri asal usul
pelakunya ternyata ada keturunan PKI atau komunis.
Sebab, kata UAS,
tidak akan mungkin umat Islam sejati menghina saudara seimannya.
"Makanya orang
tua harus membentengi anak-anaknya dengan pendidikan agama yang kuat agar
ketika kuliah dan bertemu dosen atau rektor seperti itu bisa membela
agamanya," pesan UAS.
Rektor ITK Budi
Santosa viral di media sosial gara-gara unggahannya soal penerima beasiswa
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dalam akunnya di
Facebook, Profesir Budi menuliskan, dari 12 mahasiswi yang diwawancarainya
tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun.
Menurutnya, otak
mereka benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju,
seperti Korea, Eropa barat, dan US.
Bukan ke negara yang
orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
BACA Juga: Cara PKI Jualan Isu Kemiskinan dan Sentimen Anti-Asing