Berbeda dari saat muncul isu perpajangan masa jabatan atau tiga periode, kali ini Presiden Jokowi belum bersuara tegas soal penundaan pemilu 2024. (Sekretariat Presiden) |
ANALISIS
sukabumiNews.net, JAKARTA – Presiden Joko Widodo mulai menunjukkan sikap permisif terhadap wacana penundaan Pemilu 2024. Sejumlah pakar menilai kegamangan ini bisa dibaca sebagai sinyal persetujuan terhadap usulan tersebut, berbeda dari sikap Jokowi sebelumnya saat menghadapi isu serupa.
Sebelum berembus
kembali pekan terakhir, isu perpanjangan masa jabatan atau tiga periode memang
sudah dua kali mencuat di tiga tahun pertama periode kedua Jokowi.
Pertama kali wacana
itu muncul pada akhir 2019, saat sejumlah kelompok mendorong perpanjangan masa
jabatan presiden. Jokowi pun langsung menyatakan penolakan terhadap rencana
itu.
"Ada yang
ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga [maknanya] menurut saya:
Satu, ingin menampar muka saya; yang kedua, ingin cari muka, padahal saya sudah
punya muka; yang ketiga, ingin menjerumuskan," kata Jokowi di Istana
Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.
Isu tersebut kembali
bergulir pada Maret 2021. Kala itu, mantan Ketua MPR Amien Rais menyebut ada
rencana besar dari Istana untuk memperpanjang masa jabatan Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo
itu pun kembali menyatakan penolakan. Jokowi menegaskan dirinya adalah produk
pemilihan langsung yang menjadi amanat UUD 1945 pascareformasi. Dia mengaku tak
berminat untuk menambah masa jabatan.
Akhir-akhir ini, isu
tersebut kembali muncul. Dua ketua umum partai pendukung pemerintah dengan
tegas mengusulkan penundaan Pemilu 2024, dengan alasan Indonesia belum pulih
dari pandemi Covid-19. Satu ketua partai lainnya memberikan sinyal serupa.
Jokowi belum bersuara
secara terbuka. Akhir pekan lalu dia hanya bicara kepada Harian Kompas soal
sikapnya terhadap wacana tersebut. Kata Jokowi, dia taat kepada konstitusi.
Meski demikian,
Jokowi agak berbeda. Tak ada lagi penolakan. Bahkan, ia bilang usulan penundaan
Pemilu 2024 bagian dari demokrasi.
"Siapa pun
boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa
jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas
saja berpendapat," kata Jokowi. "Tetapi, kalau sudah pada
pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi."
Sikap gamang Jokowi
ini dikritik pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin.
Ujang berkata Jokowi seharusnya tegas jika benar-benar tak setuju dengan usulan
itu.
Dia curiga melunaknya
Jokowi mulai memberi restu pada opsi penundaan pemilu. Hal itu terlihat dari
mulai melunaknya sikap Jokowi.
"Soal sikap
Presiden yang tidak jelas, tidak tegas, ini menandakan bahwa bisa jadi Presiden
malu-malu, tetapi mau. Ini yang jadi pertanyaan publik juga," kata Ujang
saat dihubungi CNNIndonesia.com, Ahad (6/3).
Ujang mengingatkan
Jokowi bahwa penundaan Pemilu 2024 melanggar konstitusi. Dia meyakini rakyat
akan melawan rencana para elite politik tersebut.
Dia berpendapat kondisi
ini agak berbeda dengan saat pengesahan revisi UU KPK atau UU Cipta Kerja,
karena kini anggota koalisi Jokowi terbelah, dengan PDIP, Nasdem, dan Gerindra
telah menyatakan penolakan.
Menurut Ujang, Jokowi
hanya akan mempertaruhkan sisa masa jabatannya. Dia khawatir koalisi pemerintah
pecah dan Jokowi keteteran menuntaskan periode kedua.
"UU Ciptaker diketok palu karena dukungan parpol koalisi sempurna, ormas-ormas mendukung. Lolos, walaupun memang dibatalkan MK. Kalau perpanjangan masa jabatan, tidak, tidak sepakat semua. Ada pro, ada kontra, ormas juga menolak," ucapnya.