Presiden Joko Widodo. (Arsip Biro Pers Sekretariat Presiden) |
ANALISIS
sukabumiNews.net, JAKARTA – Wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dianggap sejumlah pihak sebagai bagian dari aspirasi masyarakat. Namun, menurut ahli hukum tata negara Yusri Ihza Mahendra, penundaan Pemilu 2024 justru akan menimbulkan kondisi buruk bagi bangsa dan negara.
Dari paparan Yusril
dalam keterangan tertulisnya, Kompas.com merangkum lima skenario terburuk yang
dikhawatirkan terjadi jika penundaan Pemilu betul-betul dilaksanakan.
Berikut lima skenario
terburuk pemilu ditunda menurut Yusril Ihza Mahendra:
1. Pemerintah-DPR
tidak legitimate Yusril mengungkapkan, hal pertama yang perlu diketahui sebagai
dampak dari penundaan Pemilu adalah lahirnya penyelenggara negara yang tidak
sah berdasarkan hukum. Kondisi ini berangkat dari pertanyaan Yusril soal apa
dasar yang digunakan para penyelenggara negara jika bekerja melebihi batas
waktu lima tahun. Yusril kemudian mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara
yang memiliki dasar hukum yaitu Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Sementara itu, penundaan Pemilu dinilai akan menabrak konstitusi di mana
mengamanatkan Pemilu digelar setiap lima tahun sekali.
“Jadi, jika Pemilu
ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para
penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak
ada dasar hukum sama sekali,” kata Yusril. “Kalau tidak ada dasar hukum, maka
semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR,
DPR, DPD dan DPRD semuanya ‘ilegal’ alias ‘tidak sah’ atau ‘tidak legitimate’,”
sambungnya.
2. Pemda tak
dikontrol DPRD Hingga kini, Indonesia mengenal sistem tata negara bahwa
pemerintah daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hanya
saja, jika Pemilu ditunda, maka jelas akan muncul DPRD yang ilegal. DPRD
dinilai tidak bisa lagi mengawasi atau mengontrol pemerintah daerah. “Bagaimana
mau mengontrol, DPRDnya saja sudah ilegal,” sindir Yusril.
Hal ini juga akan
berimbas pada tanggung jawab kepala daerah kepada presiden sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah. Mereka para kepala daerah akan kebingungan
bertanggungjawab kepada siapa. Lantaran presidennya pun juga sudah ilegal.
“Keadaan bangsa dan negara akan benar-benar carut marut akibat penundaan
Pemilu,” ujar Yusril.
3. TNI-Polri
membangkang kepada presiden Yusril mengatakan, penundaan pemilu juga akan
menimbulkan adanya pembangkangan yang dilakukan oleh Panglima TNI dan Kapolri
beserta jajarannya kepada presiden. Hal itu dapat terjadi jika berkaca lagi
kepada presiden yang sudah tidak memiliki dasar hukum atas jabatan yang
diembannya. Diketahui, TNI dan Polri masing-masing bertanggung jawab secara
terpisah kepada presiden. Namun, karena presiden sudah ilegal atas adanya
penundaan pemilu, maka bisa saja Panglima TNI dan Kapolri membangkang
kepadanya.
“Beruntung bangsa ini
kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa pada saat yang sulit dan kritis. Tetapi kalau tidak kompak, bagaimana
dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi dengan dalih untuk menyelamatkan
bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara,”
jelasnya.
4. Rakyat bisa
anarkistis, bertindak semaunya Pada umumnya, jika negara sedang diterpa carut
marut masalah, maka akan menimbulkan kondisi anarkisme di dalamnya. Ia
mencontohkan bagaimana kondisi anarki akan terjadi di Tanah Air jika pemilu
ditunda yang berujung pada timbulnya penyelenggara negara ilegal. “Dalam anarki
setiap orang, setiap kelompok merasa merdeka berbuat apa saja,” ujarnya.
Rakyat, kata Yusril,
tidak ada kewajiban apa pun untuk mematuhi penyelenggara negara. Sebab,
penyelenggara negaranya sendiri sudah ilegal. Dicontohkan Yusril, rakyat bahkan
akan menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara semaunya sendiri. “Rakyat
berhak untuk membangkang kepada Presiden, Wakil Presiden, para menteri,
membangkang kepada DPR, DPD dan juga kepada MPR. Rakyat berhak menolak
keputusan apapun yang mereka buat karena keputusan itu tidak sah dan bahkan
ilegal,” tutur dia.
5. Muncul diktator
Situasi yang semakin memburuk itu digambarkan Yusril akan menimbulkan munculnya
seorang diktator di negara. Adapun diktator tersebut digadang-gadang seolah
muncul bak pahlawan dan berdalih menyelamatkan negara dengan tangan besinya.
Maka, dapat dipastikan diktator tersebut justru semakin memperburuk situasi.
Yusril mengatakan, diktator itu akan mendorong konflik semakin meluas.
“Daerah-daerah potensial bergejolak. Campur-tangan kepentingan-kepentingan
asing untuk adu domba dan pecah belah tak terhindarkan lagi. NKRI ‘harga mati’
berada dalam pertaruhan besar,” Yusril membayangkan.