FotO; desain tanpa nama/net. |
sukabumiNews.net – ABU QUDAMAH, salah seorang panglima kaum muslimin dalam peperangan melawan Romawi berkata, saat peperangan itu saya adalah panglimanya, maka saya menyeru untuk berjihad di jalan Allah.
Lantas datanglah seorang perempuan membawa kertas dan bungkusan, lalu saya membuka kertas itu untuk membacanya dan melihat isinya.
Ternyata di dalamnya terdapat tulisan:
‘Bismillahirrahmanirrahim.
Dari seorang muslimah
umat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada panglima tentara muslim.
Keselamatan dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga terlimpah kepadamu. Amma ba’du.
Sungguh, engkau telah
mengajak kami berjihad di jalan Allah sementara tidak ada kekuatan bagiku untuk
berjihad dan tidak ada kemampuan untuk berperang. Di dalam bungkusan ini
terdapat jalinan rambutku. Ambillah sebagai pengikat kudamu. Mudah-mudahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menuliskan untukku sebagian dari pahala orang-orang
yang berjihad.
“Saya bersyukur
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas taufik yang diberikan kepada perempuan
tersebut. Saya yakin bahwa umat Islam menyadari kewajiban dan berkumpul untuk
melawan musuh. Ketika kami menghadapi musuh, saya melihat anak kecil yang bagus
bicaranya. Saya mengira bahwa dia tidak ikut perang karena usianya yang masih
belia, lalu saya mencegahnya karena kasihan kepadanya. Kontan dia berkata,
‘Bagaimana kamu ini malah menyuruhku pulang padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah berfirman,
“Berangkatlah kamu
dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat.” (QS. At-Taubat: 41)
“Akhirnya saya
membiarkannya, kemudian dia menghadap kepadaku dan berkata, ‘Pinjamilah aku
tiga anak panah,’ dengan perasaan heran bercampur kasihan saya berkata
kepadanya, ‘Saya akan meminjami kamu apa yang engkau inginkan dengan syarat;
hendaknya engkau memberi syafaat kepadaku jika Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikanmu mati syahid –saya menduga seperti itu dengan diliputi rasa cinta.’
Dia menjawab, ‘Baiklah, Insya Allah.’ Selanjutnya saya memberikan kepadanya
tiga anak panah, kemudian dia menghadapi musuh dengan penuh kekuatan dan
semangat yang bergelora.”
“Dia senantiasa
mengenai musuh dan musuh mengenai dirinya sehingga dia tersungkur jatuh di
medan perang. Mataku tidak pernah terlepas darinya sepanjang peperangan lantara
kagum sekaligus kasihan kepadanya, ‘Apakah engkau ingin makan atau minum?’”
“Dia menjawab,
‘Tidak. Sungguh, saya memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas apa yang telah
terjadi pada diriku. Akan tetapi, saya punya keperluan denganmu.’ Saya berkata
kepadanya, ‘Tidak ada yang lebih saya sukai dari pada memenuhi keperluanmu itu,
wahai anakku! Mintalah kepadaku apa yang engkau inginkan’.”
“Lantas dia berkata
seraya mengeluarkan nafasnya yang suci, ‘Sampaikan salamku untuk ibuku kemudian
serahkanlah barang-barangku kepadanya’.”
“Saya bertanya,
‘Siapakah ibumu, wahai anak muda?’ Dia menjawab, ‘Ibuku ialah orang yang
memberikan rambutnya kepadamu untuk mengikat kudamu ketika dirinya tidak mampu
berperang di jalan Allah’.”
“Saya berkata,
‘Semoga Allah memberkahi kalian sekeluarga’.”
“Kemudian dia pun
meninggal dunia. Saya pun melaksanakan apa yang telah menjadi kewajibanku.
Ketika saya menguburkannya, tiba-tiba bumi memuntahkannya kembali. Lalu saya
menguburnya lagi, ternyata bumi masih juga memuntahkannya. Lantas saya menggali
kuburnya lebih dalam, kemudian saya menguburkannya, dan ternyata bumi
memuntahkannya untuk kali ketiga.”
“Saya berkata
sendiri, ‘Barangkali dia berperang tanpa disertai ridha ibunya.’ Lalu saya
melakukan shalat dua rekaat dan berdoa kepada Allah agar mengungkap kepadaku
mengenai apa yang terjadi pada anak tersebut.”
“Tiba-tiba saya
mendengar seseorang berkata kepadaku, ‘Wahai Abu Qudamah! Biarkanlah wali Allah
itu.’ Akhirnya saya pun membiarkannya beserta segala urusannya. Saya yakin
bahwa dia mempunyai kedudukan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
“Ketika kami masih
dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ada seekor burung datang, lalu memakannya.
Saya sangat takjub dengan kejadian tersebut. Kemudian saya menuju ke tempat
ibunya untuk melaksanakan wasiatnya.”
“Ketika ibunya
melihatku, dia berkata, ‘Apa yang mendorongmu datang ke sini wahai Abu Qudamah,
apakah engkau datang untuk berbela sungkawa ataukah untuk mengucapkan
selamat?’”
“Aku bertanya
kepadanya, ‘Apa maksudnya?’”
“Ibunya menjawab,
‘Jika anakku meninggal dunia, berarti engkau datang kepadaku untuk berbela
sungkawa. Jika anakku gugur di jalan Allah dan meraih syahid, berarti engkau
datang untuk mengucapkan selamat.”
“Lantas saya
menceritakan kisah anak kepadanya dan saya ceritakan pula tentang burung dan
apa yang dilakukan burung tersebut terhadap anaknya.”
“Ibunya berujar,
‘Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doanya.”
“Saya bertanya
kepadanya, ‘Apa doanya?’”
“Ibunya menjawab,
‘Sesungguhnya dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam
shalat-shalatnya dan kesendiriannya dan membaca doa berikut di pagi dan sore
hari, ‘Ya Allah! Kumpulkanlah aku di dalam tembolok burung’.”
“Kemudian saya
meninggalkan ibunya dan saya tahu mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan
pertolongan pada kami dan mengalahkan musuh-musuh.”