Ketua
SMSI Kabupaten Asahan-Tanjung Balai, Bawadi Abdi Negara Sitorus, SH, didampingi
Sekretaris SMSI Zulham Nainggolan, SH.
sukabumiNews.net, ASAHAN (SUMUT) – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Asahan-Tanjung Balai, meminta Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk mengusut dugaan pemyimpangan dana iuran Apdesi sebesar Rp4 juta per Kepala Desa.
Dinformasikan bahwa iuran
Apdesi sebesar Rp 4 juta per Kepala Desa itu dialokasikan oleh Pemerintah Pusat
di 177 se-Asahan sejak tahun 2020 -20201, bahkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Permintaan tersebut
daisampaikan Ketua SMSI Kabupaten Asahan-Tanjung Balai, Bawadi Abdi Negara
Sitorus, SH, khusunya kepada Kapoldasu yang membidangi Tindak Pidana Kurupsi
(Tipikor).
Bawadi menyebut bahwa
uang iuran sebesar Rp4 juta yang diserahkan oleh seluruh Kepala Desa yang
tergabung di Apdesi itu tidak mendasar. “Ini kan namanya modus dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Apalagi iuran Rp4 juta itu adalah keuangan negara.
Sekecil apapun pengguanaan Dana Desa itu dipertanggungjawabkan,” tegasnya
kepada sukabumiNews.net di Sumut, Rabu (15/12/2021).
Menurutnya, iuran Rp4
juta itu sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Sebelumnya, di masa itu iuran
sebesar Rp8 juta per Kepala Desa. Namun karena masa pergantian pengurus
Asosiasi, iuran tersebut menjadi berkurang.
“Itupun karena
sejumlah Kepala Desa merasa keberatan,” ucap Bawadi setelah mendengarkan
keluhan dari sejumlah Kepala Desa pekan lalu.
Bawadi menyebut, pengelolaan
iuran tersebut merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang dan bertentangan
dengan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari KKN.
“Kemuadian Peraturan
Pemerintah Nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan dalam upaya pencegahan pemberantasan
tindak pidan korupsi,” jelasnya.
Bahkan lanjut dia, UU
Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) juga dijelaskan.
Selain penyalahgunaan wewenang, perbuatan tersebut dapat dikatagorikan dan patut
diduga melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.