Anggota Komisi II DPRD Jabar HA Sopyan Bahas Soal Alokasi dan Distribusi Pupuk Subsidi di Tengah Pandemi. (dok. HA Sopyan) |
sukabumiNews.net, BANDUNG – Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat HA Sopyan BHM membahas soal Alokasi dan Distribusi Pupuk Subsidi di tengah Pandemi Covid-19.
Menurutnya, ada tiga
sektor yang bertahan, bahkan bisa menjadi trigger (pemantik) pemulihan ekonomi
Jawa Barat.
“Dua sektor tersebut yaitu
sektor informasi dan komunikasi yang masih tumbuh 1,73 persen kemudian UMKM dan
Ketahanan Pangan,” kata HA Sopyan dalam keterangannya kepada sukabumiNews.net,
Kamis (18/11/2021).
Namun lanjut Sopyan,
sektor ketahanan pangan sedikit terhambat oleh alokasi dan distribusi pupuk
subsidi, karena pupuk itu perlu diberikan secara tepat waktu dan tepat dosis.
Sopyan menyebut
beberapa penyebab terkait alokasi dan distribusi pupuk subsidi. Diantaranya
yaitu karena musim hujan datang lebih awal dan merata, hingga menyebabkan musim
tanam lebih awal dan serentak, sehingga umumnya terjadi penambahan luas tanam
komoditi pertanian.
“Sebagai contoh
komoditi Padi di Kabupaten Sukabumi, yang semula direncanakan 164.626 hektare
berdasarkan Elektronik Rencana Devinitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK), bertambah
12.870 hektar menjadi 177.469 hektare,” jelasnya.
Kemudian kata dia, akibat
permintaan pupuk subsidi secara bersamaan, maka menyebabkan armada mobil
distributor kewalahan dalam distribusi.
“Hal ini menjadikan distribusi
distribusi pupuk subsidi terlambat sampai ke tingkat kios pengecer resmi,” kata
ujar mantan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat ini.
Masalah distribusi
juga, lanjut H.A Sopyan disebabkan oleh jenis pupuk Ponska produksi Kujang di
distribusikan untuk Kab/kota Subang, Karawang, Bekasi, Bogor, Cianjur,
Sukabumi, Majalengka, Bandung dan Purwakarta, juga daerah lainnya dari
Petrokimia.
Kemudian penyebab lainnya,
lanjut dia, di lapangan masih ada daerah yang lokasi kios pengecer resminya relatif
sedikit dan jauh dari sentra pertanian. Hal ini kata dia, menyebabkan petani
harus mengeluarkan biaya melebih Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga harga
di lokasi petani bisa mencapai Rp 140.000 sampai Rp 150.000.
Sementara kata dia
lagi, di beberapa wilayah di Jawa Barat masih ada desa-desa yang blank spot
alias terkendala jaringan internet, sehingga layanan pupuk bersubsidi tidak
dilakukan secara digital.
“Masalah lainnya,
belum semua petani mendapat Kartu Tani, masih ada yang belum terdaftar di
E-RDKK. Ini biasanya pertani perseorangan yang belum tergabung dalam kelomok,” ungkapnya.
Terakhir Sopyan mengatakan
bahwa pihaknya masih mendapat laporan quota alokasi yang ada di kartu tani,
belum terisi. Kemudian yang masuk E-RDKK baru komoditas tanaman padi, jagung
dan tanaman pangan lainnya.