Dede Farhan Aulawi memiliki semangat Bung Hatta dalam mengembangkan Koperasi di Indonesia. (Ist) |
sukabumiNews.net, BANDUNG – Koperasi sesungguhnya soko guru perekonomian bangsa, bahkan satu-satunya negara yang memiliki landasan konstitusi mengenai koperasi itu hanya Indonesia.
Persoalan kemudian
kenapa koperasi di Indonesia belum berkembang dengan baik, memang ada beberapa
koperasi yang sudah tumbuh dengan baik, tetapi jika dibandingkan dengan total
jumlah penduduk Indonesia tentunya masih sangat sedikit.
“Inilah PR besar kita
dalam mensosialisasikan koperasi kepada masyarakat dengan benar, sehingga semua
pihak terkait bisa menjalankannya secara professional,“ ujar Dede Farhan Aulawi
saat menjadi narasumber pelatihan Manajemen KSP/USP Pola Konvensional yang
diselenggarakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bandung, bertempat di hotel Grandia,
Cihampelas Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa (26/10/2021).
Pelatihan dibuka langsung oleh Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Drs. Atet Dedi Handiman, didampingi Drs. Herna Hendriana, MM selaku Kepala UPT Balatkop Kota Bandung.
Dede menjelaskan
bahwa membangun koperasi harus dimulai dengan meluruskan persepsi dan mindset
yang sering keliru di tengah masyarakat. Setelah itu penguatan kompetensi SDM
perkoperasian agar mereka bisa mengelola koperasi dengan benar.
“Itulah sebabnya
koperasi saat ini justru banyak berkembang di negara yang notabene selama ini
sering disebut kapitalis. Contohnya bagaimana koperasi berkembang pesat di
Korea Selatan, AS, Canada dan lain-lain,” ujarnya.
BACA Juga: Prawita GENPPARI Menambah Literatur Pengembangan Kepariwisataan di Melbourne, Australia
Dalam kesempatan
tersebut, nampak Dede Farhan Aulawi ini seperti Mohammad Hatta (Bung Hatta) muda yang giat
dan gigih memperjuangkan kemajuan koperasi secara konkrit. Kiprahnya selama 27
tahun mendedikasikan diri untuk koperasi.
Dede menyampaikan
bahwa tata kelola koperasi bukan dengan pendekatan teori semata, tetapi
didasarkan atas kiprah nyata dan pengalamannya selama ini di bidang
perkoperasian.
Literatur
perkoperasian yang ia kuasai tidak hanya dalam lingkup nasional yang sudah
masuk keluar masuk berbagai daerah terpencil serta pulau-pulau terluar saja.
Kepada sukabumiNews.net,
Dede juga mengaku sudah diundang oleh Menteri Ekonomi dan Koperasi Timor Leste
dan diminta bantuan untuk menyusun kurikulum pendidikan koperasi di Universitas
Timor Leste di kota Dili. Begitupun dengan pengalamannya menghadiri berbagai
konferensi dan seminar internasional masalah perkoperasian di berbagai negara,
baik di Asia maupun Eropa.
Dalam paparannya Dede juga menjelaskan jenis-jenis koperasi yang secara fundamental berdampak pada tata kelola yang sering keliru. Ada koperasi merpati, koperasi pedati, dan koperasi sejati.
Hal ini pun ia
perkuat berdasarkan pengalamannya menjadi ketua pengurus koperasi primer, ketua
Puskopdit Jawa Barat, dan juga Wakil Ketua Induk Koperasi Kredit Indonesia.
“Begitupun dengan
terminologi simpanan yang sering disebut iuran, merupakan kekeliruan fatal yang
berdampak pesimistis secara psikologis. Tingkat suku bunga, besarnya simpanan,
pinjaman sampai prosedur pengajuan pinjaman atau kredit masih banyak yang belum
memahaminya,” terang Dede.
Bahkan, lanjut dia,
orang-orang yang ditempatkan sebagai pengurus atau pengawaspun kadangkala ditempati
oleh oirang-orang yang tidak paham tentang koperasi.