sukabumiNews.net,
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut
penyelenggaraan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih
status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai bernuansa koruptif.
Karena, asesmen TWK dilaksanakan tanpa ada dasar hukum dan menggunakan keuangan
negara.
Komisioner Komnas HAM
Choirul Anam menyatakan, definisi korupsi adalah penyelenggaraan kegiatan
dengan menggunakan keuangan negara, tapi tidak sesuai dengan undang-undang. Hal
ini dinilai serupa dengan pelaksanaan asesmen TWK KPK.
“Kalau definisi
korupsi kita letakan di situ, penyelenggaraan TWK kemarin itu jelas tidak ada
dasar hukumnya, khususnya soal hubungan KPK dan BKN, dalam konteks penggunaan
keuangan negara, kalau definisi korupsinya ditaruh di situ, itu bisa koruptif,”
kata Anam dalam diskusi daring, Ahad (19/9/2021) kemarin.
Anam juga merasa
heran, langkah Pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri begitu ngotot untuk
memecat 57 pegawai KPK pada 30 September 2021. Dia menyebut, pemilihan tanggal
itu dapat menimbulkan imajinasi masyarakat terjadap sejarah kelam bangsa
Indonesia. Terlebih, 30 September kerap diperingati sebagai hari G30S atau
Gerakan Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965.
“Kalau tadi bangun
imajinasi soal masa lalu Republik Indonesia, itu kan ada stigma soal 1965 soal
PKI, soal komunisme. Apakah memang pemilihan tanggal 30 September itu
mengintrodusir satu stigma berikutnya, kalau ini memang mengintrodusir satu
stigma berikutnya betapa bahayanya negara ini,” ucap Anam.
Anam tak memungkiri,
pemunculan stigma tersebut dapat berbahaya bagi bangsa Indonesia sendiri.
Terlebih kasus pelanggaran HAM banyak terjadi pada 30 September.
“Saya takut, Karena
catatan komnas HAM banyak sekali bukan hanya 65, kasus Petrus juga, stigma
banyak kasus yang lain. Kalau mesin stigma tidak kita perangi bersama-sama
negara ini dalam keadaan bahaya level tinggi,” sesal Anam.
Ketua KPK Firli
Bahuri menyatakan, pemecatan terhadap 57 pegawai KPK dilakukan, karena asesmen
TWK telah dinyatakan sah dan tidak melanggar hukum berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 26 Tahun 2021 dinyatakan tidak diskriminatif dan
konstitusional.
Selain itu, Peraturan
Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tatacara Alih Pegawai
KPK menjadi ASN berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 34 Tahun 2021
dinyatakan bahwa Perkom tersebut konstitusional dan sah.
Mantan Kapolda
Sumatera Selatan ini pun membantah, pihaknya mempercepat pemecatan terhadap
Novel Baswedan Cs yang seharusnya pada 1 November 2021, kini maju pada 30
September 2021. Dia mengutarakan, pemecatan boleh dilakukan sebelum batas
maksimal proses alih status rampung berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2019 tentang KPK.
Oleh karena itu,
Firli menegaskan pihaknya akan kembali menindaklanjuti asesmen TWK yang
merupakan syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“KPK akan melanjutkan
proses peralihan pegawai KPK jadi ASN. Karena masih ada hal-hal yang harus
ditindaklanjuti sebagaimana mandat UU dan PP turunannya,” pungkas Firli, dikutip
sukabumiNews.net dari JawaPos.com, Senin (20/9/2021).