Ilustrasi
- Ketua Umum DPP PBB Yusril Ihza Mahendra/net.
sukabumiNews.net,
JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra
mengingatkan pemerintah untuk segera menetapkan batas waktu dalam merapikan
data kematian akibat COVID-19.
Pasalnya, data
terkait jumlah korban yang meninggal dunia akibat COVID-19 hingga saat ini
masih simpang siur.
Yusril menyatakan
pandangannya menanggapi penjelasan pemerintah melalui Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mihardi.
Jodi meluruskan
pernyataan Menko Marves Luhut Panjaitan terkait data kematian. Luhut sebelumnya
menyebut pemerintah akan menghapus data kematian sebagai indikator penanganan
COVID-19, sehingga menimbulkan berbagai kritik.
Jodi Mihardi kemudian
mengatakan data kematian tidak dihapus dari indikator asesmen level PPKM,
tetapi akan dirapikan karena seringkali tidak akurat.
Kalau sudah
dirapikan, indikator kematian akan diinput lagi dalam menentukan level PPKM.
"Namun, sampai
kapan perapian data itu akan dilakukan tidak dijelaskan oleh pemerintah.
Padahal, data kematian ini sangat penting," ujar Yusril dalam
keterangannya beberapa waktu lalu.
Menurut pakar hukum
tata negara ini, data kematian akibat COVID-19 bukan sekadar hal teknis sebagai
indikator dalam menentukan level PPKM.
Jumlah dan persentase
angka kematian di suatu negara akibat Covid-19 adalah juga indikator keseriusan
dan kemampuan sebuah negara dalam menangani pandemi dan melindungi rakyatnya.
"Kematian warga
dalam jumlah relatif besar dibandingkan dengan angka kematian global akibat
pandemi adalah masalah serius terkait langsung dengan amanat konstitusi."
"Salah satu
tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah
darah Indonesia," ucapnya.
Yusril juga
mengingatkan, bahwa hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan merupakan hak
asasi manusia yang dijamin konstitusi.
Karena itu, makin
kecil angka kematian akibat COVID-19 ini, akan menjadi indikator keberhasilan negara
dalam menangani pandemi.
"Karena itu,
pemerintah harus punya tenggat waktu merapikan data kematian ini. Tanpa
kejelasan waktu, pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang
sesungguhnya."
"Hal ini tidak
baik, bukan saja di mata rakyat, tetapi juga di mata dunia internasional,"
katanya.
Yusril lebih lanjut
mengatakan, jika data resmi dari pemerintah tak kunjung muncul, maka yang
beredar di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja.
Hal ini justru akan menghambat
upaya penanganan pandemi di Indonesia. "Jika data tidak resmi yang
beredar, data itu dengan mudah dimainkan menjadi isu politik yang berdampak
luas, baik isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas
politik dan pemerintahan, maupun isu internasional," katanya.
Sebab, kata Yusril
kemudian, angka kematian yang relatif besar dibanding dengan negara-negara lain
serta angka kematian global, bisa 'digoreng' sebagai isu pelanggaran HAM berat.