Pinangki
Sirna Malasari. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
sukabumiNews.net, JAKARTA
– Kejaksaan Agung mengaku segera memproses pemberhentian Jaksa Pinangki Sirna
Malasari usai putusan pidana tindak pidana korupsi terhadap dirinya telah
dinyatakan inkrah alias berkekuatan hukum tetap.
Diketahui selama ini
Pinangki hanya dicopot dari jabatannya, namun masih tetap berstatus PNS dengan
penerimaan gaji dari negara.
"Proses
pemberhentian," kata Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan, Amir Yanto dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Kamis (5/8/2021).
Namun demikian, Yanto
belum dapat membeberkan lebih lanjut mengenai sejauh mana proses sidang
internal terhadap Jaksa tersebut sudah dilakukan. Amir Yanto memastikan jika proses internal di Kejaksaan sudah
rampung maka Pinangki akan langsung dipecat. "Ya, langsung
diberhentikan," tambahnya.
Pinangki diketahui
sudah dinonaktifkan dari jabatan lamanya di Kejaksaan Agung sejak kasus
penerimaan suap ini mencuat dan dia ditetapkan sebagai tersangka. Namun
demikian, dia masih merupakan seorang jaksa yang nonjob di Korps Adhyaksa.
Pencopotan Pinangki
tercatat dalam surat keputusan Wakil Jaksa Agung nomor KEP-4-041/B/WJA/07/2020
tertanggal 29 Juli 2020. Dia tak lagi menjabat sebagai Kepala Sub Bagian
Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda bidang
Pembinaan.
Koordinator Anti
Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman membeberkan bahwa hingga saat ini
Pinangki masih berstatus sebagai Jaksa. Seharusnya, kata dia, Kejagung dapat
langsung memproses pemecatan terhadap Pinangki setelah putusan pidana korupsi
sudah inkrah.
"Bahwa sampai
sekarang juga belum dicopot dari PNS-nya," kata Boyamin dalam acara Mata
Najwa, Rabu (4/8/2021).
Menurutnya, Pinangki
masih mendapat gaji dari negara meskipun sudah berstatus sebagai terpidana dan
menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
"Mestinya dia
karena melakukan tindak pidana korupsi inkrah, sekarang ini segera diproses
untuk diberhentikan dengan secara tidak hormat," ucap Boyamin.
Pinangki terbukti
melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan
pemufakatan jahat terkait sengkarut penanganan perkara terpidana korupsi hak
tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.