Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan/Net. |
sukabumiNews.net, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam serangan yang dilakukan oleh Israel dalam bentrokan dengan warga Palestina di kompleks Masjid Al Aqsa, Yerusalem pada Jumat malam (7/5/2021) waktu setempat.
Dalam pidatonya di Ankara pada Sabtu (8/5), Erdogan menyebut Israel sebagai "negara teroris yang kejam". Ia juga menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina merupakan serangan terhadap semua umat Muslim.
Erdogan pun menekankan bahwa melindungi kehormatan Yerusalem merupakan kewajiban setiap Muslim.
"Israel, negara teroris yang kejam, menyerang Muslim di Yerusalem - yang satu-satunya perhatian mereka adalah melindungi rumah dan nilai-nilai suci mereka - dengan cara yang kejam tanpa etika," tegas Erdogan, seperti dikutip AFP.
Lebih lanjut, Erdogan mengajak semua negara, khususnya negara Muslim untuk bereaksi dan meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menghentikan kekerasan tersebut.
Sebelum menyatakan kecamannya dalam pidato, Erdogan juga telah mengutuk kekerasan Israel di Twitter.
"Kami mengutuk keras serangan keji terhadap Masjid Al Aqsa, yang sayangnya dilakukan setiap Ramadhan. Kami akan terus berada di sisi saudara dan saudari Palestina dalam segala situasi," cuit Erdogan.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Jumat juga telah meminta pemerintah Israel untuk mengakhiri kebijakan agresif dan provokatif terhadap Israel.
Sementara pada Sabtu sekitar 300 orang melakukan aksi demo di luar konsulat Israel di Istanbul sebagai bentuk solidaritas untuk warga Palestina.
Bentrokan di kompleks Masjid Al Aqsa dipicu oleh penggusuran yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Sheikh Jarrah, Yerusalem.
Warga Palestina dibuat geram dengan keputusan Pengadilan Pusat Israel di Yarusalem Timur yang menyetujui pengusiran tujuh keluarga. Alhasil warga melakukan aksi protes.
Pada Jumat malam, usai shalat Tarawih, puluhan ribu jamaah Palestina memadati kompleks Masjid Al Aqsa. Polisi Israel kemudian berusaha untuk membubarkan aksi protes dengan granat kejut dan bom gas.
Insiden tersebut dilaporkan membuat lebih dari 200 orang meninggal dunia.