Ilustrasi. |
sukabumiNews.net – SHALAT merupakan ibadah yang termasuk dalam lima rukun Islam dan ibadah yang sangat diwajibkan kepada seorang muslim. Karenanya ia menjadi tiang bagi umat muslim dalam menjalankan keislamannya.
Rasulullah SAW bersabda, “Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kewajiban menjalankan shalat lima waktu dan shalat sebagai tiang agama, sudah diketahui oleh umat muslim. Namun, banyak umat muslim yang tak memaknai ibadah shalat atau bahkan melalaikannya.
Shalat memiliki rukun-rukun wajib yang harus dilakukan, hal ini telah diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada ummat muslim dan telah diatur dalam syariat Islam. Meski begitu ada hal-hal lain diluar rukun tersebut yang terkadang sering diabaikan oleh ummat muslim saat menjalankan ibadah shalat.
Memang, hal tersebut tidak termasuk rukun dan syarat shalat, dan tidak mempengaruhi sah-tidaknya shalat. Namun jika diperhatikan hal tersebut akan menjadikan shalat lebih bernilai dari pada sekedar tuntutan syariah belaka. Berikut ulasannya:
Pertama, semangat atau gairah menjalankan shalat ketika waktu telah tiba. Karena sejatinya Allah swt. tidak senang jika hambanya bermalas-malasan, apalagi bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat. Sebagaimana firmanNya;
Allah swt sebagai Tuhan Penguasa Alam, Pemilik Jagad Raya seisinya, Pemberi Rahmat atas segala kehidupan di dunia, sangat berkuasa dan berhak untuk memanggil siapapun, kapanpun dan dimanapun juga. Namun demikian, Allah swt hanya memanggil hambanya yang muslim melalui shalat lima kali dalam sehari.
Maka, wajar jika Allah swt melaknat hambanya yang acuh tak-acuh dan tidak menghiraukan panggilanNya. Seperti halnya orang tua yang merasa jengkel kepada anaknya, jikalau anak itu tidak mengindahkan panggilannya. Tetapi Allah swt akan mengapresiasi siapapun hamba yang segera merespon panggilan Nya.
Kedua, untuk beberapa waktu sementara, hendaknya ketika shalat seseorang mengosongkan hati dari berbagai kesibukan keduniawian (faraghi qalbin). Karena shalat merupakan ruang perjumpaan hamda dengan Allah swt. Sudah seharusnya seorang hamba membawa serta hati dan kesadarannya menghadap Sang Tuhan Yang Maha Kuasa, dan beberapa saat meninggalkan urusan dunianya.
Ketiga, khusyu’ , tempatnya di dalam hati. khusyu’ bisa diterangkan dengan meniadakan berbagai hal yang tidak berhubungan dengan shalat. Bahkan khusyu’ juga diartikan dengan menghadirkan segenap rasa dan jiwa kehadirat Allah swt. meskipun tidak termasuk syarat syah shalat, khusyu’ dalam shalat adalah wajib walaupun hanya sekedar takbiratul ihram.
Keempat, mentadaburi mmakna (tadabburi qira’tin wa dzikrin) bacaan shalat secara global sebagai cermin dari kekhusyu’an dalam shalat. Artinya, seorang yang shalat hendaknya mengerti makna inti dari apa yang dibaca dalam shalat. Terutama dalam dzikir, minimal seorang hamba mengerti bahwa bacaan tasbih dan tahmid itu bertujuan mengagungkan Allah swt. Hal ini menjadi penting karena menurut as-Syinwani dzikir itu dapat menarik pahala, jikalau mengerti makananya, kecuali bacaan al-Qur’an dan shalawat. Sekalipun tidak mengerti arti kedua bacaan itu (al-Qur’an dan Shalawat) tetap mendapatkan pahala.
Kelima, selalu mengarahkan pandangan ke arah sujud (wa idamatu nadhari mahalli sujudihi) walaupun shalat di depan ka’bah, dan meskipun orang itu buta atau shalat dalam keadaan gelap gulita. Karena hal ini akan menghantarkan hamba pada keskhusyu’an. Begitu pula dalam shalat janazah, hendaknya tetap mengarahkan pandangan pada tempat sujud fan tidak menghadapkan pandangan kepada mayyit.
Keenam, adalah berdzikir dan berdo’a setelah sholat secara lirih (zdikrun wa du’aun sirran ‘aqibaha), dan diperbolehkan secara lantang jika dilakukan untuk mengajari orang lain baik secara berjamaa’ah maupun sendiri-sendiri. (Adapun mengenai bacaan dzikir dan do’a setelah shalat telah diterangkan lebih dulu dalam rubrik ini dengan judul Dalil dan Bacaan Wirid Ba’da Shalat).
Itulah keenam hal yang serigkali diabaikan dalam shalat walaupun keenam ini sebenarnya merupakan kesunnahan di luar tehnik shalat. Demikian keterangan ini diambil dan disarikan dari Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in.