Rekonstruksi kasus laskar FPI yang digelar di halaman Komnas HAM. (Wardhany Tsa Tsia/VOI)
SUKABUMINEWS, JAKARTA — Dalam penyelidikan kasus tewasnya enam laskar FPI, Komnas HAM hanya menemukan perintah dari kepolisian untuk melakukan penguntitan. Tak ada temuan soal perintah penyerangan terhadap laskar FPI.
Taufan mengatakan pihaknya tidak menemukan bukti pelanggaran HAM berat dalam penembakan 6 laskar FPI oleh kepolisian. Berdasarkan Statuta Roma, kata dia, suatu kasus dapat dikategorikan masuk dalam kriteria pelanggaran HAM berat ketika tindakan penyerangan dan pembunuhan itu merupakan hasil dari sebuah kebijakan atau lembaga negara.
"Kalau kita lihat kasus (penembakan 6 laskar) FPI apakah ada kebijakan dalam hal ini kepolisian atau lembaga negara ya Presiden begitu? Itu tidak kita temukan," tuturnya.
Namun, saat ditanya soal adanya dua mobil lain yang mencurigakan pada saat peristiwa bentrok antara polisi dan laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek Km 50, Taufan menyatakan hal itu tetap tidak dapat menjadi bukti penguat adanya tindakan pelanggaran HAM berat.
"Saya katakan tadi, pelanggaran HAM berat itu harus merupakan tindakan penyerangan dan pembunuhan yang merupakan suatu perintah atau kebijakan, adanya dua mobil yang sampai akhir penyelidikan tidak diketahui siapa di dalamnya itu tidak bisa menjadi indikasi," jelas dia.
Namun, kata Taufan, pihaknya rekomendasikan agar penyidik polisi mencari orang yang berada dalam mobil itu. Sebab Taufan menduga ada pelaku lapangan lain dalam mobil tersebut.
Selain itu, Taufan mengatakan pihaknya juga merekomendasikan agar kepolisian mengusut siapa penyuplai senapan api yang diduga milik laskar FPI.
"Kenapa Komnas HAM merekomendasikan karena polisi bilang begitu, dia harus buktikan itu. Jangan kemudian ngomong sesuatu tapi dia tidak bisa membuktikan. Harus buktikan siapa bukan hanya ada atau tidak ada tetapi siapa sumber senjata FPI," tandas Taufan, seperti dikutip sukabumiNews dari VOI.id.
Red*
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2021