Tolak Keras Industri Miras di Indonesia, Ketum PBNU Sebut Seperti Petani Opium di Afghanistan

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj. (Foto: dok. Nu Online) 

sukabumiNews, JAKARTA
– Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (Ketum PBNU) KH Said Aqil Siradj menyatakan penolakkannya terkait rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras keluar dari dari daftar negatif investasi.

Kiyai Said menyatakan, kebijakan itu akan membuat investor akan berlomba-lomba membangun pabrik minuman keras.

“Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya,” tegas Kiyai Said dikutip dari laman resmi PBNU, Ahad (28/2/2021).

Kiyai Said menyebutkan, pendirian pabrik baru atau perluasan yang sudah ada, akan mendorong para pengusaha mencari konsumen minuman beralkohol yang diproduksinya demi meraih keuntungan.

“Sementara di sisi lain, masyarakat yang akan dirugikan,” tuturnya.

Kiyai Said pun tidak sepakat terhadap produksi minuman beralkohol ini untuk tujuan ekspor atau untuk memenuhi konsumsi di wilayah Indonesia Timur yang permintaanya tinggi.

“Seharusnya, kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik,” jelasnya.

Kiyai Said menilai alasan pendirian pabrik baru untuk memenuhi konsumsi ekspor dan Indonesia Timur, sama seperti yang dilakukan oleh para petani opium di Afganistan.

“Mereka mengaku tidak mengkonsumsi opium, tapi hanya untuk orang luar. Kan seperti itu,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI) di bawah Kemenko Perekonomian tengah merevisi Perpres Perpres No 36/2010 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Hidayat mengatakan, revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbarui kebijakan terkait investasi dengan menyesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan investasi.

”(DNI) Ya policy mengenai alkohol. Itu kalau diinsentifkan di Indonesia Timur kan tidak apa-apa. Semacam begitulah kira-kira. Dan itu karena demand-nya tinggi. Kalau misalnya wine dibuat di Bali, lalu diekspor 100%, why not?” kata Hidayat.

Dia menyatakan, apakah nantinya revisi DNI di sektor minuman beralkohol tersebut berlaku untuk industri yang melakukan perluasan atau bagi investasi baru, hal itu masih dibahas lebih lanjut. (GALAMEDIA)

BACA Juga: Industri Miras Diizinkan, PP Muhammadiyah Kecewa

Editor: Red*
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2021

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال