Captain Afwan, pilot pesawat Sriwijaya Air SJY182. (Istimewa) |
Penyelidikan kasus pesawat Sriwijaya Air yang jatuh di Kepulauan Seribu masih berlanjut.sukabumiNews, JAKARTA - Pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak jatuh pada Sabtu (9/1/2021) pukul 14.40 WIB.
Sebelum kejadian pilot Sriwijaya Air SJ 182 Captain Afwan meminta untuk naik ketinggian.
Hal ini diketahui dari percakapan terakhir antara Captain Afwan dengan petugas ATC.
Dikutip dari tribunnews.com, dari keterangan resmi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, setelah 4 menit lepas landas, Captain Afwan masih berkomunikasi dengan ATC (Air traffic control).
"Pada pukul 14.37 WIB, kapten pesawat sempat meminta naik ke ketinggian 29.000 feet (ketinggian jelajah).
Dinyatakan hilang kontak pada pukul 14.40 WIB," ungkap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dalam konferensi pers virtual dari Bandara Soekarno Hatta, Sabtu malam.
Budi pun menyebut, pesawat hilang dari radar dalam hitungan detik.
Juru Bicara Menteri Perhubungan, Adita Irawati, menyebut posisi terakhir pesawat diketahui berada di atas Kepulauan Seribu.
Aditia menambahkan, pada pukul 14.37 WIB, pesawat melewati ketinggian 1.700 kaki dan melakukan kontak dengan Jakarta approach.
Saat itulah, seperti disebut Budi, pesawat minta izin menambah ketinggian menuju ketinggian jelajah.
"(Pesawat mengarah) ke barat laut (north west). Karenanya ATC menanyakan untuk melaporkan arah pesawat. (Namun), dalam hitungan detik, pesawat hilang dari layar radar," ungkap Aditia.
Lalu, lanjut Aditia, pada pukul 14.40 WIB, menara pengatur lalu lintas penerbangan (ATC) Jakarta melihat arah penerbangan pesawat bukan 0,75 derajat seperti seharusnya bila menuju Pontianak.
Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Badan SAR Nasional Mayjen TNI (Mar) Bambang Suryoaji di Kantor Basarnas, menyatakan informasi hilangnya pesawat ini mereka terima pada pukul 14.55 WIB.
Dari kronologi tersebut, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hilang kontak tak lama setelah lepas landas.
BACA Juga: Pesawat Sriwijaya Air Hilang Kontak, Manajemen: Kami Masih Berkomunikasi dan Menginvestigasi Hal Ini
Critical Eleven
Dalam dunia penerbangan, ada istilah terkenal yang dinamai critical eleven atau sering juga disebut Plus Three Minus Eight.
Istilah critical eleven adalah waktu krisis atau genting di mana kecelakaan pesawat sering kali terjadi, yakni tiga menit pertama dan delapan menit terakhir penerbangan.
Hal tersebut pun diungkap oleh Ben Sherwood, penulis buku The Survivors Club - The Secrets and Science That Could Save Your Life.
Seperti diberitakan Sains Kompas.com edisi 31 Oktober 2018, critical eleven adalah waktu yang sangat penting dalam penerbangan.
Ini karena pilot yang bertugas harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Air Traffic Controller (ATC) untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku.
Tiga menit pertama digunakan untuk mencari posisi stabil dan mengontrol kecepatan ketika pesawat mulai mengudara.
Sementara delapan menit terakhir digunakan untuk menurunkan kecepatan dan menyesuaikan dengan landasan.
Sebab itulah selama rentang waktu critical eleven, awak kabin dilarang berkomunikasi dengan kokpit kecuali ada hal darurat dan awak kokpit harus menahan diri dari aktivitas yang tidak terkait dengan kontrol pesawat.
Untuk menghadapi critical eleven, awak kabin biasanya akan memberikan arahan bagi para penumpang untu mematikan ponsel, menutup meja, menegakkan sandaran kursi, membuka tirai jendela, dan menggunakan sabuk pengaman.
Aturan-aturan tersebut diberikan untuk memudahkan jalannya evakuasi bila kondisi berbahaya terjadi.
Saat emergency landing, penumpang hanya diberikan waktu 90 detik untuk menyelamatkan diri dari pesawat.
Pasalnya kalau tidak segera keluar pesawat, penumpang akan kekurangan oksigen, tenggelam saat water landing, atau bahkan meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap (smoke inhalation).
Saat memasuki rentang waktu critical eleven, penumpang juga disarankan untuk tidak tidur agar bisa fokus pada arahan awak kabin dan selalu waspada pada kondisi pesawat.
Diwartakan Forbes, Oktober 2017, Tom Farrier pensiunan pilot Angkatan Udara AS mengungkap bahwa pendaratan pada umumnya sedikit lebih berbahaya dan membutuhkan penanganan yang sedikit lebih rumit dibanding lepas landas.
Namun, baik lepas landas maupun pendaratan tetap ada tantangan masing-masing.
"Terkadang akhir penerbangan adalah saat yang lebih rumit, terutama ketika tiba-tiba ada angin atau landasan pacu licin," kata Farrier.
"Sementara tantangan terbesar saat lepas landas adalah mengatur kecepatan.
Sering kali butuh waktu lama menyesuaikan kecepatan saat lepas landas agar pesawat bisa mendaki dengan baik," imbuhnya.
Critical Eleven
Dalam dunia penerbangan, ada istilah terkenal yang dinamai critical eleven atau sering juga disebut Plus Three Minus Eight.
Istilah critical eleven adalah waktu krisis atau genting di mana kecelakaan pesawat sering kali terjadi, yakni tiga menit pertama dan delapan menit terakhir penerbangan.
Hal tersebut pun diungkap oleh Ben Sherwood, penulis buku The Survivors Club - The Secrets and Science That Could Save Your Life.
Seperti diberitakan Sains Kompas.com edisi 31 Oktober 2018, critical eleven adalah waktu yang sangat penting dalam penerbangan.
Ini karena pilot yang bertugas harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Air Traffic Controller (ATC) untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku.
Tiga menit pertama digunakan untuk mencari posisi stabil dan mengontrol kecepatan ketika pesawat mulai mengudara.
Sementara delapan menit terakhir digunakan untuk menurunkan kecepatan dan menyesuaikan dengan landasan.
Sebab itulah selama rentang waktu critical eleven, awak kabin dilarang berkomunikasi dengan kokpit kecuali ada hal darurat dan awak kokpit harus menahan diri dari aktivitas yang tidak terkait dengan kontrol pesawat.
Untuk menghadapi critical eleven, awak kabin biasanya akan memberikan arahan bagi para penumpang untu mematikan ponsel, menutup meja, menegakkan sandaran kursi, membuka tirai jendela, dan menggunakan sabuk pengaman.
Aturan-aturan tersebut diberikan untuk memudahkan jalannya evakuasi bila kondisi berbahaya terjadi.
Saat emergency landing, penumpang hanya diberikan waktu 90 detik untuk menyelamatkan diri dari pesawat.
Pasalnya kalau tidak segera keluar pesawat, penumpang akan kekurangan oksigen, tenggelam saat water landing, atau bahkan meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap (smoke inhalation).
Saat memasuki rentang waktu critical eleven, penumpang juga disarankan untuk tidak tidur agar bisa fokus pada arahan awak kabin dan selalu waspada pada kondisi pesawat.
Diwartakan Forbes, Oktober 2017, Tom Farrier pensiunan pilot Angkatan Udara AS mengungkap bahwa pendaratan pada umumnya sedikit lebih berbahaya dan membutuhkan penanganan yang sedikit lebih rumit dibanding lepas landas.
Namun, baik lepas landas maupun pendaratan tetap ada tantangan masing-masing.
"Terkadang akhir penerbangan adalah saat yang lebih rumit, terutama ketika tiba-tiba ada angin atau landasan pacu licin," kata Farrier.
"Sementara tantangan terbesar saat lepas landas adalah mengatur kecepatan.
Sering kali butuh waktu lama menyesuaikan kecepatan saat lepas landas agar pesawat bisa mendaki dengan baik," imbuhnya.
BACA Juga: Kisah Keluarga Selamat dari Tragedi Sriwijaya Air
Red*
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2021
Red*
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2021