Didesak Diseret ke Pengadilan HAM, Polisi Sebut Penembakan 6 Laskar FPI Bukan Atas Perintah Atasan

Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono memberikan keterangan mengenai temuan Komnas HAM dalam kasus penembakan 6 laskar FPI. (Dok. Humas Polri)  

Didesak Diseret ke Pengadilan HAM, Polisi Sebut Penembakan 6 Laskar FPI Bukan Atas Perintah Atasan.

sukabumiNews, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menyebutkan kasus penembakan laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek dipandang Komnas HAM sebagai peristiwa yang dilakukan oleh anggota polisi tanpa perintah atasan.

Sehingga rekomendasi yang diberikan pun tidak mengarah ke pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Menurut Komnas HAM penembakan yang dilakukan oleh Polri dilakukan oleh petugas lapangan dan tanpa perintah atasan, sehingga Komnas HAM merekomendasikan dibawa ke peradilan pidana sesuai UU No.39, bukan ke Pengadilan HAM menurut UU No.26," tutur Argo dilansir GALAMEDIA, Sabtu 9 Januari 2021.

Selain itu, lanjutnya, Komnas HAM juga melihat adanya fakta bahwa terjadi baku tembak antara laskar FPI dengan petugas kepolisian. Artinya memang ada pihak laskar FPI yang membawa senjata api.

"Menurut Komnas HAM jelas bahwa laskar FPI membawa senjata yang jelas dilarang oleh UU. Terjadi tembak menembak dan benturan fisik karena laskar FPI melawan petugas," jelas dia.

BACA Juga: Akhirnya, Soal Insiden 6 Laskar FPI, Komnas HAM Periksa Polisi Pengejar Rombongan Mobil HRS

Argo menegaskan, Polri akan bekerja profesional dalam mengusut kasus penembakan laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek yang disebut Komnas HAM memiliki unsur melanggar HAM.

"Polri akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas dengan melakukan penyelidikan atau pemeriksaan lebih lanjut," Argo menandaskan.

Sementara itu, Komnas HAM menyatakan bahwa kasus penembakan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek sebagai pelanggaran HAM.

Lembaga tersebut pun merekomendasikan digelarnya pengadilan pidana umum atas perkara tersebut.

"Tim Komnas HAM merekomendasikan, peristiwa tewasnya empat laskar FPI adalah pelanggaran HAM, maka kami dorong untuk diteruskan ke pengadilan umum guna mendapatkan keadilan," tutur Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, Jumat 8 Januari 2021.

Choirul menyebut, saat serempetan mobil dan baku tembak antara pihak FPI dengan petugas kepolisian Polda Metro Jaya yang terjadi di sepanjang KM 49 hingga KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, dua orang laskar ditemukan dalam kondisi tewas.

BACA Juga: Usut Kasus Penembakan Enam Laskar FPI, Komnas HAM Gandeng Tim Ahli dari PT Pindad

Empat lainnya sempat dibawa aparat dalam kondisi hidup sebelum akhirnya tewas ditembak di dalam mobil.

"Terdapat ada informasi tindak kekerasan, penghapusan darah, pemberitahuan itu kasus narkoba, penghapusan CCTV warung, dan isi hp warga sekitar. Kami tanya apakah CCTV warung diambil secara ilegal, mereka jawab mengambil secara legal. Kita tunggu biar diputuskan dalam proses pengadilan," jelas dia.

Lebih lanjut, kasus yang masuk dalam pelanggaran HAM ini tidak cukup hanya diselesaikan lewat internal kepolisian saja. Keseluruhan pihak terkait perlu mempertanggungjawabkan lewat pidana umum.

"Tidak boleh hanya internal tapi penegakan hukum mekanisme pengadilan pidana," kata Choirul.

Sebelumnya Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mempertanyakan rekomendasi hasil investigasi Komnas HAM terhadap tewasnya enam laskar FPI yang menyebutkan bahwa peristiwa tersebut hanya sebagai ‘pelanggaran HAM’, dan tidak dinyatakan sebagai 'pelanggaran HAM berat’.

Padahal Komnas HAM menyatakan bahwa pembunuhan empat laskar FPI itu adalah unlawful killing.


“Itu jelas termasuk sebagai tindakan extra judicial killing yang disebut oleh UU HAM sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat,” tutur pria yang akrab disapa HNW ini melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu 9 Januari 2021.

HNW mengutip ketentuan Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘pelanggaran hak asasi manusia yang berat’ adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).”

Dengan begitu, wajar saja bila beberapa NGO seperti IPW, Amnesti Internasional, YLBHI dan KontraS juga menyimpulkan bahwa penembakan mati terhadap laskar FPI pengawal HRS termasuk extra judicial killing, yang masuk dalam kategori pembunuhan HAM berat.

Diharapkan dengan status pelanggaran HAM berat, maka pengusutan lebih serius, dan aturan hukum soal pelanggaran HAM lebih bisa ditegakkan di Indonesia.

"Karena Indonesia adalah Negara Hukum dan Demokrasi, yang mempunyai UUD yang sangat mementingkan perlindungan dan pelaksanaan HAM," tegasnya.

BACA Juga: Keluarga Laskar FPI yang Ditembak Mati Gugat Bareskrim

Red*
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2021

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال