Yusril Ihza Mahendra. (Wikipedia) / Habib Rizieq Shihab. (ANTARA/Hafidz Mubarak A) |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Menurut Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, masyarakat yang melanggar PSBB di tengah pandemi COVID-19 tidak bisa dipidana. Yusril mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen) maupun Peraturan Gubernur (Pergub) tidak bisa menjatuhkan sanksi pidana.
Hal tersebut
disampaikan Yusril dalam diskusi virtual bertema 'PSBB, Jurus Tanggung Istana
Hadapi Corona?' yang diadakan beberapa bulan yang lalu saat awal-awal adanya
pandemi, Ahad (12/4/2020).
"Paling tinggi
denda, itu mungkin dapat dilakukan daerah tapi dalam bentuk Perda, bukan
Pergub. Sekarang kita dengar Pemda DKI dapat izin untuk PSBB itu akan mengeluarkan
Pergub," kata Yusril, dikutip sukabumiNews dari Indozone.
Lebih lanjut, Yusril
menjelaskan bahwa Indonesia memiliki tiga UU, diantaranya yaitu UU Kesehatan,
UU Wabah Penyakit dan UU Kekarantinaan Kesehatan. Menurutnya, diterbitkannya
Peraturan Pemerintah (PP) itu berkaitan dengan UU tentang Kekarantinaan
Kesehatan, bukan mengacu pada UU tentang wabah penyakit yang ada sanksi
pidananya.
"Kalau kita
mengacu pada UU tentang wabah penyakit, ada sanksi pidananya. Tapi yang
diterapkan oleh pemerintah bukan itu sekarang. Yang diterapkan itu UU tentang
Kekarantinaan Kesehatan itu yang dijadikan sebagai acuan diterbitkannya PP
mengenai PSBB. Jadi tidak mengacu pada UU Kesehatan maupun UU Wabah
Penyakit," kata Yusril.
Yusril kembali
menegaskan bahwa polisi baru bisa memberikan sanksi pidana jika pemerintah
memberlakukan karantina wilayah.
"Kalau kita baca
UU Kekarantinaan Kesehatan, sanksi-sanksi pidana itu sama sekali tidak ada
dalam PSBB. Polisi itu baru bisa dilibatkan apabila pemerintah memberlakukan
karantina wilayah. Lalu di situ ada kewenangan polisi untuk bertindak,"
lanjut Yusril.
Lalu, bagaimana
dengan kasus Habib Rizieq Shihab?
Polisi resmi
menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan di Petamburan.
Habib Rizieq Shihab dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang hasutan melakukan
perbuatan pidana dan Pasal 216 KUHP tentang melawan petugas.
"Yang pertama
(tersangka) sebagai penyelenggara Saudara MRS sendiri dipersangkakan di Pasal
160 dan 216," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Kamis
(10/12/2020).
Adapun bunyi pasal
160 KUHP yaitu:
"Barang siapa di
muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan
pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik
ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar
ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Sementara itu, Pasal
216 KUHP berbunyi:
"Barang siapa dengan
sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan
undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda
paling banyak Rp9.000."
Disamakan dengan
pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang
terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
Jika pada waktu
melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi
tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga. (***)
BACA Juga: HRS Ditahan, MUI Ingatkan Polisi Adil: 79 Ribu Petugas KPPS Reaktif, Siapa yang akan Tersangka?
Editor: Red.