Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Istimewa/kompas.com) |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengulas Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah diteken Presiden Jokowi. Yusril mengingatkan pemerintah dan DPR terkait gugatan judicial review UU Cipta Kerja yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Yusril,
gugatan ke MK sebagai langkah yang tepat untuk menguji keabsahan UU CiptaKerja.
“Keinginan mereka
yang ingin menguji UU Cipta Kerja ke MK, baik uji formil maupun materil memang
pantas didukung. Agar MK secara objektif dapat memeriksa dan memutuskan secara
formil apakah proses pembentukan UU Cipta Kerja ini menabrak prosedur
pembentukan undang-undang atau tidak,” kata Yusril melalui keterangan tertulis,
Rabu, 4 November 2020, dikutip dari Babenews.
Yusril menjelaskan,
dalam pengujian, MK akan menggunakan norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 untuk menilainya.
“Sebagaimana kita
maklum, omnibus law adalah sebuah undang-undang yang mencakup berbagai
pengaturan yang saling berkaitan, langsung maupun tidak langsung. Dalam proses
pembentukannya, omnibus law sangat mungkin akan mengubah undang-undang yang ada
di samping memberikan pengaturan baru terhadap sesuatu masalah,” ujarnya.
Menurut Yusril, persoalannya adalah apakah proses pengubahan terhadap UU lain itu sejalan atau tidak dengan norma dan prosedur perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
BACA Juga: Pandangan Yusril Ihza Mahendra Tentang Permasalahan Sekitar UU Omnibus Law Cipta Kerja
Pun, ia menekankan
akan memunculkan perdebatan dalam persidangan di MK dari sudut pandang berbeda
tentang kesesuaian prosedur UU tersebut.
"Jika
menggunakan landasan pemikiran yang kaku, maka dengan mudah dapat dikatakan
prosedur perubahan terhadap undang melalui pembentukan omnibus law tidak
sejalan dengan UU No 12 Tahun 2011. Tentu akan ada pandangan yang sebaliknya,”
jelas eks Menteri Hukum dan HAM itu.
Kemudian, ia menilai
saat ini masyarakat ingin menyimak paparan argumentasi pemerintah dan DPR saat
sidang di MK nanti terkait persoalan prosedur ini. Menurutnya, pemerintah dan
DPR harus hati-hati dalam mempertahankan argumentatif prosedur yang ditempuh dalam
proses pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja.
“Saya katakan harus
hati-hati dan benar-benar argumentatif, karena jika prosedur pembentukan
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2011, maka MK
bisa membatalkan UU Cipta Kerja ini secara keseluruhan," kata Yusril.
Menurut dia, jika
pembatalan yang jadi keputusan karena MK tak perlu persoalkan lagi materi dalam
UU Cipta Kerja.
"Tanpa
mempersoalkan lagi apakah materi yang diatur oleh undang-undang ini
bertentangan atau tidak dengan norma-norma UUD 1945,” jelasnya.
Selain uji formil,
opsi uji materiil juga jadi perhatian karena terkait pengujian substansi norma
yang diatur dalam UU Cipta Kerja terhadap norma konstitusi di dalam UUD 1945.
Yusril bilang dengan cakupan masalah dalam UU Cipta Kerja yang luas maka
pemohon mesti fokus terhadap pasal-pasal yang dipersoalkan.
“Kita tentu ingin
menyimak apa argumen para pemohon dan apa pula argumen yang disampaikan
Pemerintah dan DPR dalam menanggapi permohonan uji formil dan materil tersebut,”
ujarnya. (ase)
BACA Juga: Yusril ke Pemerintah: Apakah Kita Harus Menunggu hingga Tak Mampu Menanggulangi Corona?
Pewarta: Red,
Sumber: VIVA