Ketua Umum LSM Gerakan Aktivis Penyelamat Uang Nedara (GAPURA) RI, Hakim Adonara (kata mata kaos hitam) di ruang Reskrim Polres Palabuhanratu, Rabu (25/11/2020) lalu. |
sukabumiNews.net, KABUPATEN SUKABUMI – Sebagaimana diketahui bahwa anggaran dana desa (ADD), diprioritaskan untuk operasional perkantoran seperti pemenuhan sarana dan prasarana kantor, serta gaji perangkat desa. Sedangkan DD (Dana Desa) itu sendiri adalah diperuntukkan bagi pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Ketua LSM Gerakan Aktivis Penyelamat Uang Negara (GAPURA) RI Hakim Adonara kepada sukabumiNews, melalui pesan WhatsApp, Sabtu (28/11/2020).
"Meskipun dalam realisasi anggarannya penggunaan ADD dan DD itu bisa berbeda-beda di setiap desa, tergantung prioritas pengembangan desanya masing-masing," kata Hakim.
Hakim menilai, Kepala Desa (Kades) menjadi aktor utama rasuah yang paling banyak, dibandingkan perangkat desa lainnya atau pihak rekanan. Pasalnya dalam beleid UU Desa, lanjut Hakim, pengelola dana desa itu adalah Kepala Desa.
“Artinya bahwa Kades punya kuasa penuh atas penggunaan uang dengan pengawasan dari Badan Pemberdayaan Desa (BPD) setempat, karena kekuasaan Kades sangat besar dalam pengelolaan dana desa, sehingga mekanisme penggunaannya juga harus terbuka," terang Hakim.
Selama ini, lanjut Hakim, mereka (Kades) tidak terbuka karena takut ketahuan. "Jadi jangan pernah menyebutkan kehadiran LSM dan Media untuk mengetahui anggaran desa itu dengan bahasa ‘mengobok-obok’, kalimat itu juga menjadi pidana jika dikaitkan dengan UU KIP dan UU Pers,” tegas Hakim.
BACA Juga: Ini Buntut Video Viral oleh Sejumlah Kades yang Dinilai Cemarkan Nama Baik Media dan LSM
Tokoh pergerakan anti rasuah ini meminta kesadaran secara kolektif kepada pemerintah termasuk seluruh perangkat Desa. Sebab kata dia, minimnya pengawasan dan pelibatan masyarakat, baik LSM dan Media dalam seluruh proses pengelolaan dana desa, itu membuka peluang besar terjadinya Korupsi.
"Mulai dari proses perencanaan, kemudian pengadaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang selama ini oleh Pemerintah Desa tidak pernah melibatkan LSM dan Media. Lembaga desa sendiri seperti BPD toh pada faktanya belum mampu menjalankan tugasnya untuk mengawasi anggaran desa, di sejumlah kasus. Pelaku korupsi justru dilakukan oleh BPD sendiri atau bersama dengan Kepala Desanya, itu kan konyol,” paparnya.
Bahkan, lanjut Hakim, UU Desa sudah mengamanatkan penggunaan dana desa secara detail harus dipublikasikan ke masyarakat, tidak cukup dengan memampang baligho tapi lebih daripada itu butuh penulisan laporan kegunaan dana desa secara jelas untuk disajikan kepada publik, menyangkut prospek pembangunan apa saja dan sejauhmana realisasi akuntabilitas penggunaan anggarannya.
"Disanalah pemerintah butuh hadirnya LSM dan Media. Selain itu Kepala Desa dan aparat desa juga perlu memiliki kemampuan pengelolaan anggaran dan penulisan laporannya, jangan LPJ Desa itu hanya jadi proyek bancakan konsultan atau pejabat kecamatan dengan tujuan Asal Bapak Senang,” tandas Hakim.
Hakim mengingatkan bahwa kehadiran LSM dan Media di Desa itu membuka ruang untuk meningkatkan adanya keterbukaan dan partisipasi publik, disamping turut membangun integritas bagi seluruh perangkat desa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana Korupsi.
“Ya, sebaliknya jika Kepala Desa melawan LSM dan Media maka itu sama halnya dengan membuka jalan untuk masuk penjara,” pungkasnya.
Tokoh pergerakan anti rasuah ini meminta kesadaran secara kolektif kepada pemerintah termasuk seluruh perangkat Desa. Sebab kata dia, minimnya pengawasan dan pelibatan masyarakat, baik LSM dan Media dalam seluruh proses pengelolaan dana desa, itu membuka peluang besar terjadinya Korupsi.
"Mulai dari proses perencanaan, kemudian pengadaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang selama ini oleh Pemerintah Desa tidak pernah melibatkan LSM dan Media. Lembaga desa sendiri seperti BPD toh pada faktanya belum mampu menjalankan tugasnya untuk mengawasi anggaran desa, di sejumlah kasus. Pelaku korupsi justru dilakukan oleh BPD sendiri atau bersama dengan Kepala Desanya, itu kan konyol,” paparnya.
Bahkan, lanjut Hakim, UU Desa sudah mengamanatkan penggunaan dana desa secara detail harus dipublikasikan ke masyarakat, tidak cukup dengan memampang baligho tapi lebih daripada itu butuh penulisan laporan kegunaan dana desa secara jelas untuk disajikan kepada publik, menyangkut prospek pembangunan apa saja dan sejauhmana realisasi akuntabilitas penggunaan anggarannya.
"Disanalah pemerintah butuh hadirnya LSM dan Media. Selain itu Kepala Desa dan aparat desa juga perlu memiliki kemampuan pengelolaan anggaran dan penulisan laporannya, jangan LPJ Desa itu hanya jadi proyek bancakan konsultan atau pejabat kecamatan dengan tujuan Asal Bapak Senang,” tandas Hakim.
Hakim mengingatkan bahwa kehadiran LSM dan Media di Desa itu membuka ruang untuk meningkatkan adanya keterbukaan dan partisipasi publik, disamping turut membangun integritas bagi seluruh perangkat desa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana Korupsi.
“Ya, sebaliknya jika Kepala Desa melawan LSM dan Media maka itu sama halnya dengan membuka jalan untuk masuk penjara,” pungkasnya.
Pewarta: Abdullah Mujib
Editor: AM
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2020
Editor: AM
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2020