Politikus PDIP Ahmad Basarah. (Foto: Dok. Istimewa) |
sukabumiNews, JAKARTA – Politikus PDIP Ahmad Basarah mengkritik keluarnya instruksi dari Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh kepada para siswa SMA/SMK di Bangka Belitung untuk membaca buku tokoh Hizbut Tharir, Felix Siauw, berjudul "Muhammad Al-Fatih 1453". Basarah sebut penulis buku adalah tokoh organisasi yang dibubarkan pemerintah.
"Seperti kita
tahu, penulis buku itu adalah tokoh organisasi yang dibubarkan oleh pemerintah
karena asas organisasinya berlawanan dengan Pancasila," kata Ahmad Basarah
dalam keterangan tertulis di Jakarta, seperti dikutip dari GELORA.CO, kemarin.
Oleh Karena itu, dia
menganggap wajar saja jika kontroversi muncul karena banyak orang dengan
gampang menduga buku itu merupakan bagian dari propaganda terselubung pengusung
ideologi transnasional.
Basarah menilai
instruksi itu kontroversial karena penulis buku tersebut merupakan tokoh
organisasi berideologi khilafah yang telah dibubarkan oleh Pemerintah. Sehingga, instruksinya dianggap bertentangan
dengan ideologi Pancasila.
BACA Juga: Ternyata Trisila dan Ekasila di RUUHIP Ada di Visi dan Misi PDIP
Kepala dinas tersebut
menginstruksikan para siswa membaca buku Felix Siauw tentang sejarah ketujuh
Turki Utsmani, kemudian merangkumnya. Kemudian mengumpulkan tugas tersebut ke
sekolah masing-masing.
Setelah itu, semua
sekolah harus melaporkan hasil rangkuman siswa ke Kantor Cabang Dinas
Pendidikan di Kepulauan Bangka Belitung untuk diteruskan ke Dinas Pendidikan.
Instruksi tersebut saat ini telah dicabut.
Menurut Basarah,
masih banyak tokoh pada masa lalu yang juga bisa diteladani para siswa,
misalnya pahlawan nasional. "Apa kurangnya ketokohan Pangeran Diponegoro,
Teuku Umar, K.H. Hasyim Asy'ari, Bung Karno, Bung Tomo, atau ketokohan Jenderal
Soedirman? Kisah-kisah keteledanan mereka lebih punya alasan untuk siswa dan
siswi diwajibkan membacanya," kata Basarah.
BACA Juga: Kisah Ajaib Pedagang Roti yang Rajin Beristighfar
Basarah pun
mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) untuk patuh pada Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 yang memuat kewajiban taat dan patuh pada ideologi Pancasila.
Dalam Pasal 3
undang-undang tersebut, ASN harus bertugas berlandaskan prinsip nilai dasar,
kode etik, kode perilaku, komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab
pelayanan publik. Ia juga mengingatkan sanksi bagi ASN yang melanggar
undang-undang tersebut, yaitu pemberhentian dengan tidak terhormat.
Peristiwa ini, kata
dia, sekaligus menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa di dunia pendidikan,
internalisasi nilai-nilai Pancasila belum dikuatkan oleh undang-undang.
Pancasila,kata
Basarah, belum dinyatakan secara eksplisit dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional sebagai mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan atas.
"Ini pekerjaan
rumah kita bersama. Akan tetapi, jangan karena pendidikan Pancasila belum
dihidupkan di jenjang ini dalam undang-undang, lalu pembuat kebijakan di dearah
bisa dengan seenaknya sendiri memasukkan nilai-nilai yang bertentangan dengan
dasar negara kita, Pancasila," kata Ketua DPP PDI Perjuangan ini. [GELORA]
BACA Juga: Organisasi Sayap PDIP Sambangi Rizal Ramli, Ngeluh Jokowi Kini Sudah Tak Punya Hati
Editor: Red.