Ketua umum PKN saat berada di gedung KPK |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Pemantau Keuangan Negara (PKN) resmi melaporkan Gubernur Papua Barat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran diduga telah melakukan suap kepada Wahyu Setiawan, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
“Laporan resmi sudah
kami antarkan pada hari ini senin tanggal 28 September 2020 ke kantor KPK di Jl
Kuningan Jakarta selatan,” ucap ketua umum PKN pusat, Patar Sihotang SH MH dalam
press release yang diterima sukabumiNews, Senin (28/9/2020).
Patar mengatakan, PKN
melaporkan Gubernur Papua Barat ke KPK berdasarkan hasil persidangan
Pemeriksaan terdakwa Wahyu Setiawan secara virtual di pengadilan Tipikor
Jakarta pada tanggal 20 Juli 2020 lalu.
"Adapun hasil persidangan
Pemeriksaan terhadap terdakwa Wahyu Setiawan saat itu yakni Bahwa Wahyu dan
Agustiani didakwa menerima suap Rp 600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar
mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dari Riezky Aprilia sebagai
anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1 kepada Harun Masiku,”
jelasnya.
Lebih lanjut Patar
Sihotang mengatakan, mantan anggota KPU RI Wahyu Setiawan juga mengakui telah
menerima uang Rp 500 juta melalui melalui rekening istri adik sepupu Wahyu
bernama Ika Indrayani dari Sekretaris KPU Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin
Payapo.
Dejelaskannya bahwa
uang itu berasal dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan untuk meloloskan
orang asli Papua dalam pemilihan KPU Provinsi Papua Barat.
Atas bukti-bukti
tersebut, Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menyatakan
bahwa Wahyu terbukti bersalah dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu
anggota DPR RI periode 2019-2024.
“Wahyu Setiawan telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primair dan korupsi
sebagaimana dakwaan kumulatif kedua,” jelas Patar Sihotang SH MH.
Atas kasus ini Patar berharap
agar KPK berani membongkar kasus yang melibatkan partai politik dan elite-elite
partai politik yang menurutnya jumlahnya akan cukup banyak.
“Kondisi ini tentu
membuat kita khawatir soal kualitas demokrasi kita saat ini. Jangan-jangan,
pemilu yang selama ini dikatakan demokratis, justru dikooptasi untuk
kepentingan elite partai dan oligarhi,” imbuhnya.
Ketua umum PKN pusat ini
juga berharap agar kasus ini bisa menjadi efek jera bagi para elite lit politik
dan penguasa supaya tidak mengunakan uang sebagai penentu untuk mendapatkan
jabatan atau kekuasaaan.
“Demi kedaulatan dan
kehormatan hukum, saya berharap kasus dugaan suap ini di proses sampai ke
pangadilan Tipikor, karena kasus ini sudah menjadi sorotan publik Indonesia,” kata Patar Sihotang mengakhiri pernyataannya.
Pewarta: DM
Editor: AM