Politikus Partai Demokrat Syarief Hasan. (Foto: Istimewa) |
sukabumiNews.net,
JAKARTA – Itikad baik pengajuan gugatan uji materi atau Judicial Review (JR)
terhadap UU /7/2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh ekonom
senior Rizal Ramli dkk disambut baik oleh Partai Demorkat.
Demokrat mendukung
penuh perjuangan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industrian
(Menko Ekuin) era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dkk itu menghapus ambang
batas syarat mencalonkan presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen.
"Kita
dukung," ujar politikus Partai Demokrat Syarief Hasan saat dikonfirmasi
wartawan, Sabtu (5/9/2020).
Wakil Ketua MPR RI
Fraksi Demokrat itu menilai, upaya yang dilakukan Rizal Ramli itu memberikan
alternatif kepada masyarakat dalam kontestasi politik.
Sebab, rakyat
sedianya mendapatkan kedaulatannya dalam kehidupan berdemokrasi.
"Karena akan
memberikan beberapa alternatif kepada rakyat. Dan itulah hak kedaulatan rakyat
yang harus diberikan sebagai wujud dari demokrasi," demikian Syarief Hasan
seperti dirilis GELORA.CO, Sabtu (5/9/2020).
Diketahui, Rizal
Ramli mengajukan gugatan uji materi terhadap UU 7/2017 tentang Pemilu ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Poin utama gugatan adalah penghapusan ambang batas
syarat mencalonkan presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen.
Rizal mengajukan
gugatan tersebut bersama rekannya saat dipenjara pada 1978 lalu, Abdul Rachim
Kresno. Kala itu, keduanya berjuang agar sistem di Indonesia berubah dari
otoriter menjadi demokratis. Kini, mereka mengajukan gugatan agar Indonesia
bisa mempertahankan prinsip demokrasi.
Rizal dan Abdul
Rachim mendaftarkan gugatan itu ke MK dengan tanda terima bernomor
2018/PAN.MK/IX/2020. Adapun yang bertindak sebagai kuasa hukum adalah ReflyHarun bersama Iwan Satriawan, Maheswara Prabandono, dan Salman Darwis.
BACA Juga: Yusril Ihza Mahendra: Gugatan ke MK adalah Langkah Terhormat
Usai mendaftarkan gugatannya, Rizal mengatakan, satu alasannya meminta agar presidential threshold diubah menjadi 0 persen karena demokrasi saat ini dinilai menjadi seperti kriminal.
BACA Juga: Yusril Ihza Mahendra: Gugatan ke MK adalah Langkah Terhormat
Usai mendaftarkan gugatannya, Rizal mengatakan, satu alasannya meminta agar presidential threshold diubah menjadi 0 persen karena demokrasi saat ini dinilai menjadi seperti kriminal.
"Kita berubah
dari sistem otoriter ke sistem demokratis. Awalnya bagus. Tapi makin ke sini
makin dibikin banyak aturan yang mengubah demokrasi Indonesia menjadi demokrasi
kriminal," kata mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu, di
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (4/9/2020).
Menurutnya, dengan
menghapus ambang batas alias semua parpol peserta pemilu bisa mengajukan
capres-cawapres, pemimpin yang dihasilkan dianggap lebih berkualitas dan
terhindar dari money politic karena aturan presidential threshold.
"Kita ingin
hapuskan (presidential threshold-Red) jadi nol, sehingga siapa pun putra putri
Indonesia terbaik bisa jadi bupati, bisa jadi gubernur, bisa jadi Presiden.
Karena kalau enggak, pemimpin yang dihasilkan itu ya istilahnya modal
gorong-gorong saja bisa jadi. Main TikTok saja bisa kepilih jadi gubernur.
Hancur enggak nih republik?" kata RR, saapan karib Rizal Ramli.
Threshold 20 persen
kursi parlemen, kata dia, telah melahirkan praktik 'sewa parpol' untuk menjadi
capres-cawapres. Bahkan, untuk maju sebagai calon di Pilkada, baik Pilbup atau
Pilwalkot pun harus menyetor sejumlah uang ke parpol. Nilainya pun fantastis,
mencapai ratusan miliar.
"Bahasa
sederhananya, kalau mau jadi bupati mesti nyewa partai. Sewa partai itu antara
Rp 30 miliar sampai Rp 50 miliar," ujarnya.
Rizal menyatakan,
praktik itu juga terjadi di ajang Pilpres. Ia bahkan mengaku pernah ditawarkan
maju Pilpres pada 2009 asalkan membayar sejumlah uang ke partai. Tarif untuk
Pilpres pun disebut lebih gila-gilaan.
"Saya 2009
pernah ditawarin: ’Mas Rizal dari kriteria apa pun lebih unggul dibandingkan
yang lain. Kita partai mau dukung, tapi kita partai butuh uang untuk
macam-macam.’ Satu partai mintanya Rp 300 miliar. Tiga partai itu Rp 900
miliar. Nyaris Rp 1 triliun. Itu 2009. 2020 lebih tinggi lagi. Jadi yang
terjadi ini demokrasi kriminal," tuturnya.
Ia menilai, praktik
itu yang merusak Indonesia, dan harusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
fokus pada praktik money politics. Ia juga menyebut, MK melegalkan praktik
politik uang karena threshold dibiarkan di UU Pemilu.
"Saya harap kali
ini, saya akan bujuk teman-teman MK, marilah kita berpikir untuk Indonesia yang
lebih hebat, yang lebih makmur. Kita hapus threshold ini supaya kalau tidak,
threshold ini jadi sekrup pemerasan," tutup RR.
Pewarta : DM
Editor : Red.
COPYRIGHT ©
SUKABUMINEWS 2020