Wahyudi al Maroky (Dir. Pamong Institute) - FOTO : Istimewa. |
sukabumiNews.net, PUBLIK
tahu bahwa RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) ini membahas Pancasila. Namun
dalam konsiderannya justru tidak memuat Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran PKI, Organisasi Terlarang, dan Larangan Menyebarkan dan
Mengembangkan Faham Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Akibatnya, sulit
menghindari dugaan publik RUU ini terpapar ‘virus komunis’. Semestinya dalam
membahas Pancasila, Tap MPR yang melarang PKI, komunis, Leninisme, sosialisme
harus dimasukkan dalam konsideran. Karena sejarah mencatat beberapa kali PKI
yang berpaham komunis telah berkhianat dan memberontak di negeri ini.
Draft RUU HIP ini
terdiri dari 10 bab dan 60 pasal. RUU ini merupakan inisiatif DPR yang kini
dipimpin oleh Puan Maharani (PDIP). Di sisi lain, RUU ini dibahas oleh Panja
(Panitia Kerja) yang dipimpin juga oleh politisi PDIP, Rieke Dyah Pitaloka.
Nampaknya PDIP banyak memainkan peran pada RUU ini.
Entah mengapa DPR
mengusulkan RUU semacam ini. Apalagi di tengah wabah Corona yang telah menelan
banyak korban. RUU ini sangat berbahaya dan mengancam keutuhan negara, perlu
mendapat perhatian dan kewaspadaan dari seluruh elemen bangsa. Jangan sampai
RUU justru diperalat untuk tunggangan ideologi lain, termasuk sosialis dan
komunis. Sedangkan saat ini kita sudah cukup menderita dengan kapitalis dan
liberalis.
BACA Juga, Hamdan Zoelva: RUU Haluan Ideologi Pancasila Tidak Jelas
BACA Juga, Hamdan Zoelva: RUU Haluan Ideologi Pancasila Tidak Jelas
Beberapa indikasi
keajaiban RUU ini:
Pertama; Mengapa di
musim pandemi Covid-19 ini DPR justru mengusulkan RUU semacam ini. DPR sangat
tidak sensitif dengan penderitaan rakyat. Mengapa bukan fokus mengawasi
penanganan dan membuat RUU untuk menyelamatkan jiwa rakyat dari wabah Corona?
Patut diduga ada misi terselubung pada RUU ini dengan memanfaatkan situasi dan
kondisi masa pandemi kini.
Kedua; Dugaan publik
itu semakin diperkuat dengan tidak dimasukkannya Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966
tentang Pembubaran PKI, Organisasi Terlarang, dan Larangan Menyebarkan dan
Mengembangkan Faham Komunisme/Marxisme-Leninisme ke dalam konsideran RUU ini.
Hal ini justru menambah kecurigaan publik akan adanya misi terselubung dalam
RUU ini.
Ketiga; RUU ini
diduga ‘mengubah’ konstitusi negara. Ia mengubah haluan negara dan mengancam
NKRI. Pasal 4 huruf b dapat dinilai sebagai menempatkan UU ini setara dengan
UUD (konstitusi).
“pedoman bagi
Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan,
serta evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik,
hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan
keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan;”
Pada pasal tersebut
dapat juga dinilai ‘setara’ dengan UUD (konstitusi), karena terdapat frasa
‘pedoman’ bagi bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental,
spiritual, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Meminjam istilah Prof. Daniel
Rosyid bahwa pasal 4 huruf b menjadi ‘Omnibus Law Cipta Rezim Otoriter’ untuk
membentuk sebuah masyarakat Pancasila (pasal 8) sesuai kehendak rezim berkuasa.
Menurut Prof. Daniel,
pasal 6: 1, 2 menunjukkan upaya untuk mengganti Pancasila sesuai kesepakatan
para pendiri bangsa pada sidang PPKI tanggal 18/8/1945 dengan konsep Pancasila
yang diajukan Bung Karno dalam pidato sidang BPUPKI 1/6/1945.
Sedangkan pada pasal
7: 1,2,3 menjadikan ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan
sosial. Pada ujungnya, ciri pokok Pancasila adalah Ekasila yakni gotong royong.
Pasal Ini dapat diartikan mengubah Pancasila menjadi Ekasila. Dan RUU ini dapat
disetarakan dengan konstitusi, artinya melakukan amandemen secara diam-diam
tanpa melalui prosedur yang seharusnya.
Keempat; RUU HIP ini
diduga menggusur peran agama. Peran agama diminimalisasi bahkan dinafikan.
Agama disetarakan dengan budaya. Posisi agama hanya disejajarkan dengan rohani
dan kebudayaan (pasal 22). Bahkan pada misi dari masyarakat Pancasila butir a
sampai terakhir f, sama sekali tak tersentuh aspek ketuhanan dan keagamaan
(pasal 11).
Dalam RUU ini justru
lebih kental memuat misi Soekarnoisme tentang Pancasila menjadi Trisila dan
menjadi Ekasila. Ini nampak pada pasal 7 draft RUU ini, yaitu: pada ayat (3)
Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam Ekasila yaitu
gotong royong. Jadi intinya adalah gotong royong. Apakah pasal ini bisa
dimaknai bahwa cara memahami dan mengamalkan pancasila adalah dengan Ekasila?
Lalu siapakah orang yang paling baik dalam mengamalkan Pancasila dan dapat
dijadikan contoh dan teladan bagi masyarakat? Tentu rakyat menantikan nama itu.
Kelima; Diduga
menolak otoritas Tuhan yang Mahakuasa. RUU ini sudah terlalu jauh masuk ranah
keimanan bahkan melecehkan kekuasaan Tuhan. Bagaimana mungkin di antara ciri
manusia Pancasila yang beriman dan bertakwa itu harus ‘menurut dasar’
kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi ukuran keimanan dan ketaqwaan harus
didasarkan pada otoritas dan standar pendapat manusia (pasal 12 ayat 3).
Konsepsi ketuhanan
yang berdasar kemanusiaan ini sama artinya kekuasaan Tuhan YME didegradasikan
ke tingkat ukuran kemanusiaan. Ini adalah ancaman serius atas otoritas hukum
Tuhan. Jika Tuhan saja tak lagi ditakuti, bagaimana negeri ini akan meraih
berkah dan terhindar dari berbagai musibah?
Walhasil, patut
diduga keras RUU ini memuat agenda berbahaya yang menghancurkan negara.
Mengobrak-abrik tatanan negara, mengamandemen konstitusi secara ilegal,
menggusur peran agama bahkan melecehkan otoritas Tuhan yang harus tunduk pada
konsep kemanusiaan.
Siapakah mereka yang
tak suka dengan ajaran agama dan anti Tuhan? Merekalah yang sedang bekerja
menghancurkan NKRI dengan kekuasaan mereka secara sistematis dan legal. Mereka
menyerahkan kekayaan alam kepada oligarki dan menikmati kekayaan bersama
kroninya, sambil menuding ada bahaya dari kelompok agama, aktivis garis keras,
teroris, radikal, intoleran, dll.
Publik dan elemen
bangsa harus waspada dan menolak RUU ini menjadi UU. Semoga Allah menjaga
negeri ini dari tangan-tangan jahat yang akan menghancurkannya. Aamiin.
Oleh: Wahyudi al
Maroky (Dir. Pamong Institute)
BACA Juga : Front Anti Komunis Harus Dibentuk Kembali
COPYRIGHT ©
SUKABUMINEWS 2020BACA Juga : Front Anti Komunis Harus Dibentuk Kembali