Ilustrasi Gambar. |
Oleh: Fatimah
Azzahra, S. Pd.
sukabumiNews.net, MEMASUKI
10 hari terakhir bulan Ramadan banyak yang berazam akan lebih optimal beribadah
demi menggapai lailatul qadr. Lebih banyak tadarus al-qur'an, lebih lama
berdiri sholat, lebih sering berdzikir, lebih panjang menghabiskan waktu di
atas sajadah di sepertiga malam. Tapi, ternyata tamu bulanan datang, atau ada
yang harus melahirkan. Yaaah, jadi gagal deh rencana optimalisasi ibadahnya.
Boleh gak ya kita
sedih karena haid atau nifas itu datang? Haid dan nifas termasuk qadha dari
Allah. Itu sudah fitrah yang Allah beri bagi kita makhluk Allah yang istimewa,
wanita. Hanya wanita yang diberi Allah sesuatu spesial dengan haid dan nifas.
Lantas apakah kita
sama sekali tak bisa ibadah kala sedang haid atau nifas? Bisa. Ini Ada 5
aktivitas spesial yang bisa muslimah lakukan kala sedang haid ataupun nifas.
Pertama, perbanyak
dzikir. Tasbih, tahlil, tahmid, takbir, juga istighfar bisa kita baca
berulang-ulang. Sebanyak-banyaknya. Basahi lisan kita dengan dzikir kepadanya.
Apalagi dzikir bisa kita lakukan sambil kita melakukan aktivitas lainnya,
seperti menyapu, mengepel, memasak, mencuci piring, dll.
Kedua, perbanyak
do'a. Doa bagi kaum muslim adalah bagian dari ibadah. Masyaallah. Padahal, kita
sedang meminta, tapi dihitung sebagai amal sholeh. Bukankah Allah Maha Baik
pada kita? Buat list doa yang akan kita panjatkan. Minta kebaikan untuk diri
kita, keluarga kita, teman kita, kaum muslim yang sedang kesulitan, juga yang
teraniaya.
Di malam ganjil,
disunnahkan memperbanyak doa ini "Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa
fa'fu'anni".
Dari ‘Aisyah
–radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu
bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti
kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah: Allahumma
innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan
Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Ketiga, bacalah buku
yang memperdalam keimanan kita. Karena haid dan nifas termasuk ke dalam hadas
dan tidak dibolehkan menyentuh qur'an. Maka, kita bisa membaca siroh nabawiyah,
siroh sahabat dan sahabiyah, atau ringkasan tafsir qur'an. Untuk menambah
hujannya iman dalam dada. Semoga terhitung sebagai ikhtiar menggapai derajat
taqwa.
Bisa juga ikut kajian
yang memupuk keimanan. Di masa pandemi saat ini, bertebaran undangan kajian
langsung dari para guru ternama. Luangkan waktu, siapkan kuota agar bisa ikut
meneguk ilmu dan berkah bersama guru atau ulama. Ikut kajian online lebih
menjamin filter pemahaman kita.
Dalam kitab Adabul
'Alim wal Muta'allim dijelaskan salah satu adab seorang pelajar adalah jangan
sekali-kali mengambil ilmu dari buku tanpa guru. Sebab, lembaran kertas tidak
bisa membimbing. Sementara guru akan membimbing jika bacaan pelajar yang
keliru.
Keempat, ikut
menyiapkan sahur dan berbuka. Walau sedang haid atau nifas, jangan malas ikut
bangun dan menyiapkan sahur dan berbuka. Baik untuk keluarga kita sendiri atau
pun untuk orang lain. Karena Allah berikan pahala bagi yang memberi makan orang
berpuasa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Barangsiapa yang memberikan
buka puasa untuk orang yang berpuasa di bulan itu maka baginya pengampunan atas
dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka, serta baginya pahala puasa seperti
orang yang berpuasa dan tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa.
Ketika mendengar hal
itu, para sahabat berkata : 'Wahai Rasulullah, tidak semua dari kami memiliki
sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa', maka Rasulullah saw bersabda
: 'Pahala ini diberikan oleh Allah kepada orang yang memberi makan untuk orang
yang berpuasa dengan sebutir kurma atau seteguk air atau susu'." (HR.
Tirmidzi & Ibnu Majah)
Kelima, bersedekah.
Di tengah pandemi ini, banyak yang kesusahan. Bahkan yang susah semakin susah
karena tidak bisa optimal mencari nafkah. Ini peluang untuk melakukan sedekah.
Memberi semampu kita. Apalagi Allah tak melihat jumlah yang kita keluarkan,
tapi melihat keistiqomahan dan keoptimalan kita. Karena di hadapan Allah,
sedekah Rp. 100.000nya orang kaya bisa jadi jauh lebih sedikit dibanding
sedekahnya Rp. 10.000 orang tak punya.
Bisa dengan sedekah
harta, dimulai dari sedekah pada keluarga atau kerabat terdekat. Bisa juga
sedekah berupa bahan makanan bagi yang membutuhkan. Atau sedekah makanan
berbuka walau dengan sebutir kurma atau seteguk air atau susu. Kalau
benar-benar tak ada yang bisa disedekahkan, bukankah senyum kita di hadapan
yang lainnya pun dihitung sedekah?
Bisa juga dengan
sedekah ilmu, baik via tulisan atau mengisi kajian. Siapa tahu tulisan atau
lisan kita menjadi wasilah orang lain mendapat hidayah. Terpacu, termotivasi
untuk mendekat pada ilahi Rabbi di bulan mulia ini.
Jangan lupa, walau
tak bisa membaca qur'an saat haid atau nifas, kita masih bisa mendengarkan
murottal qur'an sambil beraktivitas. Daripada mendengar lagu galau yang membuat
hidup semakin gabut, lebih baik dengarkan murottal karena mendengarnya pun
insyaallah dihitung sebagai amal kebaikan.
Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd.
Editor : Red.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS
2020Editor : Red.