Tidak sedikit kaum muslimin yang salah paham mengenai definisi wali dan karomah
Tentang Wali
Banyak orang yang salah memahami mengenai wali. Mereka
mengira wali Allah adalah orang-orang yang bisa melakukan perkara-perkara yang
ajaib-ajaib. Dari kesalah-pahaman inilah timbul berbagai macam penyimpangan dan
kesesatan. Karena orang-orang yang bisa melakukan perkara yang ajaib-ajaib
kemudian dikultuskan bahwan disembah
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ
Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah
aku, niscaya Allah mencintai kalian…(Q.S Ali Imran ayat 31)
Dan ayat dalam surat al-Maidah yaitu firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ
دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang murtad
(keluar dari Islam) di antara kalian, Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah…” (Q.S al-Maidah ayat 54)
Dan (dua) ayat dalam Surat Yunus:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا
يَتَّقُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya para Wali Allah itu tidak ada
perasaan takut pada mereka dan merekapun tidak bersedih. Mereka adalah orang
yang beriman dan bertaqwa.” (Q.S Yunus ayat 62-63)
Kemudian Allah ta’ala menakdirkan ternyata kebanyakan
orang yang mengaku berilmu dan mengaku kalau dia adalah da’i kepada Allah dan
penjaga syariat bahwa para wali haruslah orang yang meninggalkan ittiba’
(meneladani Rasul) dan yang mengikuti Rasul bukanlah mereka (wali Allah), Wali
Allah haruslah meninggalkan jihad, barangsiapa yang berjihad bukanlah wali
Allah. Wali Allah haruslah meninggalkan iman dan taqwa, barangsiapa yang
berpegang teguh dengan iman dan taqwa bukanlah Wali Allah. Wahai Tuhan kami,
kami memohon kepadaMu pemaafan dan ‘afiyat (kesehatan dan keselamatan),
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa”
Manusia Paling Mulia Tidak Pernah Meninggalkan Syariat
Padahal manusia yang paling bertaqwa kepada Allah ta’ala,
wali yang paling wali, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, tidak pernah
meninggalkan syariat bahkan sampai akhir hidupnya. Dari Aisyah radhiallahu
ta’ala ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika beliau sakit
menjelang wafatnya beliau bersabda:
أَصَلَّى النَّاسُ؟ فَقَالُوْا: لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ
“Apakah orang-orang telah melaksanakan shalat?”. Para
Sahabat menjawab, “Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu engkau (untuk
menjadi imam)”. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Taruhkanlah air untukku pada al-mikhdhab (tempat air)” (HR. Bukhari no.687,
Muslim no. 418).
Demikian juga para sahabat Nabi, yang mereka jelas para
wali Allah yang mulia, mereka tidak ada yang meninggalkan syariat sampai akhir
hayatnya. Lihat bagaimana Umar bin Khathab radhiallahu’anhu ketika sakaratul
maut akibat ditusuk oleh Abu Lu’luah, beliau tetap melaksanakan shalat. Dari
Musawwar bin Makhramah radhiallahu’anhu:
أنَّه دخَلَ مع ابنِ عبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهما على عُمرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْه حين طُعِن، فقال ابنُ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهما: (يا أميرَ
المؤمنين، الصَّلاةَ! فقال: أجَلْ! إنَّه لا حَظَّ في الإسلامِ لِمَنْ أضاعَ الصَّلاةَ)
“Ia masuk ke rumah Umar bin Khathab bersama Ibnu Abbas
radhiallahu’anhuma ketika Umar (pagi harinya) ditusuk (oleh Abu Lu’luah). Maka
Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata: Wahai Amirul Mukminin, ayo shalat! Umar
pun menjawab: betul, tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang
menyia-nyiakan shalat” (HR. Malik dalam Al Muwatha, 1/39, dishahihkan Al Albani
dalam Irwaul Ghalil, 1/225).
Maka jelaslah kebatilan keyakinan bahwa wali itu adalah
orang yang boleh meninggalkan syariat.
Wali Allah adalah Setiap Orang yang Bertaqwa
Allah ta’ala sudah mendefinisikan wali dalam Al Qur’an.
Allah ta’ala berfirman:
مَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“dan mereka (kaum Musyrikin) bukanlah wali-wali Allah?
Wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang bertaqwa. Tetapi kebanyakan mereka
tidak mengetahui” (QS. Al Anfal: 34).
At Thabari rahimahullah (wafat 310 H) menuturkan:
يعني: الذين يتقون الله بأداء فرائضه, واجتناب معاصيه
“Wali Allah adalah yang bertaqwa kepada Allah,
menjalankan semua kewajiban-Nya, dan meninggalkan semua larangan-Nya” (Tafsir
Ath Thabari).
As Sa’di rahimahullah menjelaskan:
وهم الذين آمنوا باللّه ورسوله، وأفردوا اللّه بالتوحيد والعبادة،
وأخلصوا له الدين
“Wali Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan
hanya kepada Allah” (Taisir Karimirrahman).
Maka tidak benar bahwa wali Allah itu adalah orang yang
punya khawariqul ‘adah (keajaiban-keajaiban). Bahkan semua orang yang beriman
dan bertaqwa adalah wali Allah. Semakin tinggi ketaqwaannya dan pengamalannya
terhadap syariat agama, semakin tinggi pula kewaliannya.
Para Ulama Sunnah, Mereka Jelas Wali Allah
Jika anda memahami bahwa semua orang yang beriman dan
bertaqwa adalah wali Allah. Dan tingkat kewalian itu sebanding dengan
ketaqwaan. Maka para ulama ahlussunah, mereka lah yang paling pantas disebut
wali. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ
“Sesungguhnya Allah berfirman: barangsiapa yang menentang
wali-Ku, ia telah menyatakan perang terhadap-Ku” (HR. Bukhari no. 6502).
Oleh karena itu Imam Asy Syafi’i rahimahullah (wafat 204
H) mengatakan:
إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي
“Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka
tidak disebut wali Allah, maka Allah tidak punya wali” (diriwayatkan Al Baihaqi
dalam Manaqib Asy Syafi’i, dinukil dari Al Mu’lim hal. 21).
Maka para ulama, orang-orang yang mengajarkan agama yang
benar, dan juga orang-orang yang belajar agama dan mengamalkannya, merekalah
wali-wali Allah yang paling nyata.
Perbedaan Karomah dengan Sihir dan Perdukunan
Syaikh Shalih al Fauzan menjelaskan tentang karomah,
“Diantara akidah ahlussunah wal Jama’ah adalah membenarkan adanya karomah wali.
Karomah wali adalah perkara khawariqul ‘adah (yang di luar kebiasaan manusia)
yang Allah jadikan pada diri sebagian wali-Nya, sebagai pemuliaan bagi mereka.
Ini ditetapkan dalam al Qur’an dan as Sunnah.
Orang-orang Mu’tazilah dan Jahmiyah mengingkari adanya
karomah. Mereka mengingkari perkara yang sudah menjadi suatu realita.
Namun perlu kita ketahui bersama, bahwa di zaman
sekarang, banyak orang yang terjerumus dalam kesesatan dalam masalah karomah
wali. Mereka ghuluw dalam masalah ini sampai-sampai menganggap sya’wadzah
(perdukunan), sihir setan dan dajjal sebagai karomah wali.
Padahal perbedaannya jelas antara karomah wali dan
perdukunan. Karomah dijadikan oleh Allah untuk terjadi pada diri orang yang
shalih. Sedangkan sya’wadzah (perdukunan) dilakukan oleh tukang sihir dan orang
sesat yang ingin menyesatkan manusia dan meraup harta mereka. Kemudian karomah
itu terjadi karena sebab ketaatan dan sya’wadzah terjadi karena kekufuran dan
maksiat” (Min Ushuli Aqidah Ahlissunnah, 37-38).
As Sa’di rahimahullah juga menjelaskan:
وشرط كونها كرامة أن يكون من جرت على يده هذه الكرامة مستقيمًا
على الإيمان ومتابعة الشريعة ، فإن كان خلاف ذلك فالجاري على يده من الخوارق يكون من
الأحوال الشيطانية
“syarat dikatakan karomah adalah ia terjadi pada orang
yang lurus imannya dan mengikuti syariat. Jika tidak demikian maka keajaiban
yang terjadi padanya adalah dari setan” (Tanbihat Al Lathifah, 107).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:
والكرامة موجودة من قبل الرسول ومن بعد الرسول إلى يوم القيامة
، تكون على يد ولي صالح ، إذا عرفنا أن هذا الرجل الذي جاءت هذه الكرامة على يده هو
رجل مستقيم قائم بحق الله وحق العباد عرفنا أنها كرامة .
وينظر في الرجل فإذا جاءت هذه الكرامة من كاهن – يعني : من رجل
غير مستقيم – عرفنا أنها من الشياطين ، والشياطين تعين بني آدم لأغراضها أحياناً
“Karomah sudah ada sebelum diutusnya Rasulullah dan tetap
ada sepeninggal beliau hingga hari kiamat. Karomah terjadi pada seorang wali
yang shalih. Jika orang yang terjadi karomah pada dirinya kita ketahui ia
adalah orang yang lurus agamanya, menjalankan hak-hak Allah, dan menjalankan
hak-hak hamba, maka kita ketahui itu adalah karomah.
Dan kita lihat seksama pada orang tersebut, jika karomah
tersebut terjadi pada seorang dukun, yaitu orang yang tidak lurus agamanya,
maka kita ketahui ia adalah dari setan. Setan terkadang membantu manusia untuk
melancarkan tujuan-tujuan setan” (Liqa Baabil Maftuh, 8/8).
Karomah yang Paling Sakti
Orang sering mengidentikkan karomah wali dengan
kesaktian-kesaktian dan berbagai keajaiban. Namun tahukah anda apa karomah wali
yang paling “sakti” menurut para ulama?
Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah (wafat 792 H)
mengatakan:
في الحقيقة إنما الكرامة لزوم الاستقامة ، وأن الله تعالى لم
يكرم عبدا بكرامة أعظم من موافقته فيما يحبه ويرضاه وهو طاعته وطاعة رسوله
“Karomah yang sebenar-benarnya adalah seseorang tetap
bisa istiqomah. Allah Ta’ala tidak memuliakan seorang hamba dengan suatu
karomah yang paling besar kecuali dengan memberinya taufiq untuk tetap
melaksanakan apa-apa yang Allah cintai dan ridhai, yaitu taat kepada Allah dan
kepada Rasul-Nya” (Syarah Aqidah Thahawiyah, 2/ 748).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
وانما غاية الكرامة لزوم الاستقامة، فلم يكرم الله عبدا بمثل
أن يعينه على ما يحبه ويرضاه، ويزيده مما يقربه اليه ويرفع به درجته
“Sesungguhnya karomah yang paling ‘sakti’ adalah
seseorang tetap bisa istiqomah. Allah tidak memuliakan seorang hamba dengan
kemuliaan yang lebih besar ketimbang ia diberi pertolongan untuk tetap bisa
melakukan apa-apa yang Allah cintai dan ridhai, dan menambah apa-apa yang bisa
mendekatkan dirinya kepada Allah dan mengangkat derajatnya di hadapan Allah”
(Al Furqan baina Auliya-ir Rahman wa Auliya-isy Syaithan, 1/187).
Maka karomah yang paling sakti bukanlah hal-hal ajaib
seperti bisa terbang, bisa jalan di atas air, bisa mengubah daun jadi uang, dan
semisalnya. Karomah paling sakti adalah seseorang menghabiskan hari-harinya
dalam keadaan bisa istiqamah di atas ketaatan dan tidak bermaksiat. Sungguh ini
sangat sulit kita dapati pada diri-diri kita, dan andai ada orang yang bisa
demikian, dialah wali Allah yang sejati.