sukabumiNews.net, BANDA ACEH -- Ketua Majelis Intelektual
& Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh yang juga Doktor Fiqh &
Ushul Fiqh di International Islamic University Malaysia (IIUM), dan Anggota Ikatan
Ulama & Da'i Asia Tenggara, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA., menaggapi terhadap
Panduan Ibadah Ramadhan 1441 H dari Menteri Agama Mengenai Shalat Tarawih Saat
Wabah Covid-19.
Muhammad
Yusran menilai, himbauan Shalat Tarawih di rumah saat pandemi sudah tepat lantaran ini untuk kemaslahatan ummat agar terhindar dari virus corona yang sedang
mewabah di Indonesia, bahkan dunia.
“Jadi, himbauan ini
sudah sesuai dengan syariat Islam yang mewajibkan kita untuk menjaga jiwa dari
segala sesuatu yang membahayakannya,” ucap alumni Fakutas Syari'ah Universitas
Islam Madinah Arab Saudi itu, seperti dikutip sukabumiNews dari voa-islam,
Sabtu (25/4/2020).
Adapun tanggapan lengkap
yang ditulis dia beberapa hari sebelum Ramadhan, tepatnya pada Ahad (25 Sya’ban
1441 H atau 19/4/2020 M) adalah sebagai berikut;
بسم الله الرحمن الرحيم
Sehubungan dengan
dikeluarkannya surat edaran Menteri Agama tentang panduan ibadah di bulan
Ramadhan 1441 H yang salah satu isinya adalah menghimbau umat Islam untuk
melakukan shalat tarawih di rumah baik secara pribadi maupun berjama'ah dan
tidak melakukan aktivitas yang mengumpulkan orang banyak seperti pawai takbir,
tadarus bersama, sahur dan buka puasa bersama, dan lainnya karena suasana
sedang wabah covid-19, sebagaimana diberitakan di berbagai media dan viral di
media sosial (medsos), dan mengingat Ramadhan tinggal beberapa hari lagi
sehingga memerlukan solusi terhadap persoalan tersebut yang banyak ditanyakan
oleh umat, maka saya ingin memberi tanggapan sebagai berikut:
Pertama: Mendukung
himbauan Menteri Agama tersebut. Himbauan ini untuk kemaslahatan kita semua,
agar terhindar dari virus corona yang sedang mewabah di Indonesia bahkan dunia.
Jadi, himbauan ini sudah sesuai dengan syariat Islam yang mewajibkan kita untuk
menjaga jiwa dari segala sesuatu yang membahayakannya.
Kedua: Para ahli
medis sepakat bahwa salah satu penyebab penyebaran virus ini adalah kerumunan
atau perkumpulan orang. Maka, mereka menghimbau kepada semua orang untuk
menghindari kerumunan atau perkumpulan dan tinggal di rumah untuk mencegah dan
memutuskan mata rantai penyebaran virus.
Ketiga: Pemerintah
telah menghimbau masyarakat untuk menerapkan sosial distancing (menjaga jarak
sosial) dan tinggal di rumah. Himbauan pemerintah ini berdasarkan arahan dan
petunjuk dari para ahli medis. Maka sudah sepatutnya masyarakat patuh kepada
himbauan ini untuk kemaslahatan bersama.
Keempat: Para ulama
dunia, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah menghimbau umat Islam
untuk menjaga jarak sosial dan tinggal di rumah. Mereka juga merujuk kepada
para ahli medis. Oleh karena itu, mereka menghimbau umat Islam agar tidak
melakukan shalat berjama'ah lima waktu dan Jum'at di masjid selama wabah
penyakit, namun shalat tersebut dilakukan di rumah baik secara masing-masing
maupun berjama'ah dengan keluarga inti. Adapun shalat Jum'at diganti dengan
zhuhur di rumah.
Kelima: Para ulama
sedunia telah menfatwakan kebolehan tidak shalat berjama'ah dan Jum'at di
masjid selama wabah penyakit. Shalat Jum'at diganti dengan shalat Zhuhur di
rumah. Di antara para ulama dunia yang menfatwakan ini yaitu: Dewan ulama
senior Arab Saudi, Dewan ulama senior Al-Azhar Mesir, Dewan ulama senior
Kuwait, Turki, Persatuan Ulama Dunia, Persatuan Ulama Liga Arab, dan para ulama
besar dunia lainnya baik secara kelompok maupun pribadi. Pendapat ini pula
diikuti oleh majelis Ulama Malaysia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Keenam: Fatwa para
ulama besar dunia ini berdasarkan dalil-dalil dari Alqur'an dan hadits. Selain
itu, berdasarkan ijma', qiyas, maqashid asy-syariah, kaidah-kaidah Fiqh dan
Ushul Fiqh serta sadduz zari'ah. Para Ulama berargumentasi dengan ayat-ayat
Alqur'an dan hadits-hadits yang melarang perbuatan yg memudharatkan bagi diri
sendiri dan orang lain. Selain itu, mereka mengqiyaskan kekhawatiran terhadap
penyakit covid-19 kepada hujan deras yang membolehkan meninggalkan shalat
berjama'ah berdasarkan hadits-hadits yang shahih, di samping menggunakan dalil
ijma' dan saddu az-zari'ah, serta kaidah-kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh tentang
kemudharatan dan kondisi darurat.
Ketujuh: Para ulama
salaf dan khalaf sepakat (ijma') bahwa wabah penyakit merupakan salah satu uzur
(halangan) dibolehkannya meninggalkan shalat jama'ah dan Jum'at di masjid.
Shalat berjama'ah dan Jum'at dilakukan di rumah. Shalat Jum'at diganti dengan
shalat Zhuhur. Ini ijma' ulama. Tidak ada khilafiah para ulama dalam hal ini.
Kedelapan: Begitu
pula para ulama sepakat (ijma') bahwa hujan deras itu salah satu uzur syar'i
untuk meninggalkan jama'ah di masjid berdasarkan hadits-hadits. Jika hujan bisa
dijadikan sebagai uzur meninggalkan jama'ah, maka kekhawatiran terhadap
penyakit pada saat wabah penyakit itu tentu lebih kuat menjadi uzur syar'i
untuk meninggalkan jama'ah di masjid. Karena, wabah penyakit bisa membahayakan
jiwa manusia. Adapun hujan tidak membahayakan. Ini berdasarkan qiyas.
Kesembilan: Jika
shalat lima waktu dan Jum'at yang hukumnya wajib diberi rukhsah untuk dilakukan
di rumah selama wabah penyakit, maka terlebih lagi shalat Tarawih yang hukumnya
hanya sunnat. Maka sudah sepatutnya shalat Tarawih dilakukan di rumah pada
waktu wabah penyakit. Terlebih lagi shalat Tarawih tidak diwajibkan dilakukan
secara berjama'ah. Berbeda dengan shalat lima waktu dan Jum'at, hukum
berjama'ah wajib bagi laki-laki.
Kesepuluh: Menjaga
jiwa merupakan kewajiban setiap muslim. Islam memerintahkan umatnya untuk
menjaga adh-dharuuriyyat al-khams (lima kebutuhan pokok manusia) yaitu agama,
jiwa, harta, akal dan nasab. Menjaga kelima hal ini merupakan maqashid
asy-syari'ah. Maka, kewajiban kita berikhtiar untuk menjaga jiwa dari segala
sesuatu yang membahayakannya. Dalam kondisi wabah covid-19 ini, kita berikhtiar
mencegah virus dengan menghindari kerumunan atau perkumpulan baik di waktu
ibadah maupun di luar ibadah, tinggal di rumah, memakai masker, memcuci tangan
dengan sabun atau hand sanitizer, tidak bersalaman atau menyentuh dan
sebagainya.
Kesebelas: Terakhir,
saya mendesak pemerintah untuk menutup rapat semua akses masuknya orang asing,
khususnya TKA China, ke negara kita. Pemerintah harus segera menerapkan
lockdown seperti yang dilakukan oleh berbagai negara lainnya. Ini solusi yang
paling ampuh untuk mencegah dan memutuskan mata rantai penyebaran virus
covid-19.
Demikianlah tanggapan
saya terhadap persoalan shalat tarawih pada saat wabah ini sebagai wujud
kepedulian saya terhadap persoalan umat. Semoga ilmu dan pendapat yang saya
sampaikan ini bermanfaat bagi umat dan bangsa. Amin.
Banda Aceh, Ahad 25
Sya'ban 1441 H/ 19 April 2020 M
Ttd
(Dr. Muhammad Yusran
Hadi, Lc., MA)
Ketua Majelis
Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, alumni Fakutas
Syari'ah Universitas Islam Madinah Arab Saudi, Doktor Fiqh & Ushul Fiqh di
International Islamic University Malaysia (IIUM), dan Anggota Ikatan Ulama
& Da'i Asia Tenggara.