Gambar: Ilustrasi. |
sukabumiNews.net – PANDEMI
virus corona telah meluas ke berbagai penjuru dunia, berbagai upaya diusahakan
untuk mengatasi musibah ini, lalu bagaimana seorang muslim menghadapinya? Tentu
selain menempuh upaya-upaya pencegahan sesuai intruksi dari tenaga medis, kita
hendaknya juga melakukan pencegahan dengan melakukan perbaikan hubungan kita
dengan Allah Ta’ala.
Kedudukan tauhid
dalam agama Islam
Tauhid adalah inti
dan dasar agama Islam. Tauhid adalah tujuan pengutusan para rasul ‘alaihimush
shalatu was salam. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا
فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا ٱلطَّٰغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah sesembahan selain-Nya.” (QS. An-Nahl: 36)
Tauhid adalah tujuan
hidup kita dan tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ
وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata
(mentauhidkan-Ku dalam ibadah).” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Sungguh tinggi
kedudukan tauhid di tengah-tengah bangunan agama kita. Memperbaiki tauhid
seseorang di tengah-tengah keimanannya, hakikatnya adalah memperbaiki hati di
tengah-tengah anggota jasad. Jika hati itu baik, maka baik pula amalan anggota
tubuh lahiriah. Demikian pula, apabila tauhid seorang muslim itu baik dan sempurna,
maka baik dan sempurna pula agamanya.
Tauhid adalah asas
seluruh bentuk perbaikan, dan syirik adalah sebab terbesar keburukan dan
musibah.
Tauhid adalah asas
perbaikan sebuah negeri. Apabila sebuah negeri menghadapi berbagai macam
musibah, apalagi bertubi-tubi dan silih berganti, maka sudah semestinya
masyarakatnya segera bertaubat dari segala dosa. Terutama bertaubat dari dosa
syirik, karena syirik adalah dosa terbesar, keharaman yang paling haram, dan kezaliman
(terhadap hak Allah) yang paling zalim. Sehingga syirik itu adalah penyebab
terbesar kemurkaan dan azab Allah.
Apabila masyarakat di
negeri tersebut telah mengesakan dan mentauhidkan Allah dengan baik, maka akan
tumbuh dari “akar pohon tauhid” dan keimanannya kepada Allah itu berbagai
kebaikan dan ketaatan kepada Allah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rusulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan lagi, akan membuahkan kebahagiaan dunia
akhirat serta rasa aman dan mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala telah
membuat perumpamaan tentang pohon tauhid di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala
berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ
ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ
وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ
تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا
كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (25) pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka ingat.” (QS. Ibrahim:
24-25)
Dalam kitab I’lamul
Muwaqi’in, Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa jumhur ahli tafsir
menafsirkan kalimat thayyibah di ayat ini dengan syahadat laa ilaha illallah.
Dengan demikian,
perumpaan pohon yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perumpamaan pohon
tauhid. Allah Ta’ala membuat perumpamaan kalimat yang baik (kalimat thayyibah)
pada ayat ini, yaitu syahadat laa ilaha illallah sebagai sebuah pohon yang
merupakan sebaik-baik pohon. Yaitu, akarnya kokoh menghujam ke dalam bumi dan
dahan rantingnya menjulang tinggi ke langit, buahnya tak terputus, selalu ada
di setiap waktu. Akar pohon tauhid ini menghujam ke dalam bumi. Maksudnya
adalah dasar keimanan (tauhid) tersebut kokoh dalam hati seorang mukmin, berupa
ilmu tentang iman dan keyakinan yang benar.
Sedangkan dahan dan
ranting pohon tauhid adalah seluruh amalan ketaatan kepada Allah, baik berupa
ucapan maupun perbuatan yang diridhai oleh Allah, baik lahir maupun batin.
Jadi, dasar keimanan yang kokoh dalam hati tersebut menumbuhkan ucapan dan amal
shalih yang diridhai oleh Allah. Dahan ranting tersebut juga menjulang tinggi
ke langit. Maksudnya, ucapan dan perbuatan yang diridhai Allah tersebut
terangkat ke atas, diterima oleh Allah pada setiap waktu, pagi, dan sore.
Adapun buah dari pohon tauhid ini adalah kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Seorang mukmin yang
memiliki dasar iman yang kokoh dalam hati, ucapan serta amalnya pun shalih
serta diridhoi oleh Allah, hal itu akan membuahkan kebaikan dan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Pohon tauhid itu
menghasilkan buah untuk setiap musim. Maksudnya, buah tauhid yang berupa
kebaikan dan kebahagiaan itu dirasakan terus-menerus oleh seorang mukmin di
setiap waktu selama iman dan tauhid seseorang masih ada dalam hatinya. Hal ini
sebagaimana buah di surga yang terus-menerus ada tidak pernah habis dan selalu
siap dipetik.
Ibnul Qoyyim
rahimahullah menjelaskan dalam kitab tersebut,
وإذا تأملت هذا التشبيه
رأيته مطابقا لشجرة التوحيد الثابتة الراسخة في القلب التي فروعها من الأعمال الصالحة
الصاعدة إلى السماء ولا تزال هذه الشجرة تثمر الأعمال الصالحة كل وقت بحسب ثباتها في
القلب ومحبة القلب لها وإخلاصه فيها ومعرفته بحقيقتها وقيامه بحقوقها ومراعاتها حق
رعايتها
“Jika Anda perhatikan
perumpamaan ini, maka Anda akan melihat kesesuaiannya dengan pohon tauhid yang
menghujam kokoh dalam hati, cabangnya berupa amal shalih yang naik ke langit.
Sedangkan pohon ini senantiasa membuahkan amal shalih setiap waktu sesuai
dengan kadar kokohnya (akar pohon) tauhid ini dalam hati dan kecintaan hati
terhadapnya, keikhlasan dalam bertauhid, kadar pengetahuannya tentang hakikat
(pohon) tauhid, kadar upaya memenuhi hak tauhid, serta upaya menjaganya dengan
sebenar-benar penjagaan.”
Ibnul Qayyim
rahimahullah juga menegaskan dalam kitab tersebut,
والمقصود أن كلمة
التوحيد إذا شهد بها المؤمن عارفا بمعناها وحقيقتها نفيا وإثباتا متصفا بموجبها قائما
قلبه ولسانه وجوارحه بشهادته فهذه الكلمة الطيبة هي التي رفعت هذا العمل من هذا الشاهد
أصلها ثابت راسخ في قلبه وفروعها متصلة بالسماء وهي مخرجة لثمرتها كل وقت
“Maksudnya, apabila
seorang mukmin bersaksi dengan kalimat tauhid ini diiringi dengan mengetahui
makna dan hakikatnya, baik mengetahui kandungan peniadaan maupun kandungan
penetapannya, bersifat dengan sifat yang menjadi konsekuensi kalimat ini, dan
menunaikan tuntutan syahadat tauhid ini dengan hati, lisan, maupun anggota
tubuh, maka dari sisi inilah, kalimat thoyyibah (kalimat tauhid) itu akan
mengangkat amalannya. Dasar kalimat thoyyibah (kalimat tauhid) ini kokoh
menghujam dalam hati, cabangnya menjulang ke langit, serta menghasilkan buah di
setiap waktu (terus menerus).”