Anggota Komisi II DPR RI, HM Muraz. |
sukabumiNews.net, JAKARTA – Terkait kontroversi kasus mengenai
Staf Khusus (Stafsus) Presiden Joko Widodo Andi Taufan Garuda Putra yang saat
ini banyak dibincangkan, Anggota komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat
Mohamad Muraz menilai, Andi Taufan dengan sengaja dan sadar menyurati dengan
menggunakan kop Seskab yang jelas-jelas bukan wewenangnya.
Seskab pun tidak bisa menyurati camat seperti itu
karena wewenang menteri menyurati harus melalui Bupati dan Walikota.
“Berkaitan dengan Covid 19, jelas sudah ada Kepres
Gugus Tugas yang menangani. Yang berwenang mengurusi Pemda dan Pemdes adalah
Kemendagri dan Kementerian Desa,” jelas Muraz.
Lebih lanjut mantan Wali Kota Sukabumi ini mengatakan
PT. Amartha bukan lembaga sosial. Sehingga, kalau mau donasi seharusnya melalui
Kemensos, Pemda atau melalui Gugus Tugas Covid-19. Selain itu, tambahnya, Andi
Taufan selaku Stafsus Presiden juga sebagai pemilik perusahaan tersebut, jelas
punya conflik interest. Meskipun tidak menggunakan dana pemerintah bisa saja
dia memanfaatkan dana donasi masyarakat/swasta.
“Dari fakta tersebut menurut saya jelas sudah memenuhi
unsur tindak pidana. Tidak ada aturan hukum yang dapat melepaskan tindak pidana
dengan permintaan maaf atau teguran. Tapi harus dibuktikan salah benarnya
melalui Pengadilan,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat IV
(Kabupaten/Kota Sukabumi) ini.
Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Ekonomi dan Keuangan, Andi Taufan Garuda Putra. [FOTO: jurnalbabel] |
Diberitakan sebelumnya, Staf Khusus (Stafsus) Presiden
Joko Widodo Andi Taufan Garuda Putra membuat kontroversi setelah diketahui
mengirim surat kepada semua camat di Indonesia dengan menggunakan kop resmi
Sekretariat Kabinet RI pada 1 April 2020. Dalam surat tersebut, Andi Taufan
memperkenalkan dirinya kepada semua camat di Indonesia selaku Stafsus Presiden.
Surat itu merupakan permohonan agar para camat
mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) demi
melawan wabah virus corona ( Covid-19) yang dilakukan oleh perusahaan pribadi
staf khusus milenial itu, yakni PT Amartha Mikro Fintek (Amartha). Andi Taufan
melibatkan perusahaannnya, Amartha, untuk melakukan edukasi seputar Covid-19 di
desa-desa.
Petugas lapangan Amartha disebut akan berperan aktif
memberikan edukasi kepada masyarakat desa soal tahapan penyakit Covid-19
beserta cara-cara penanggulangannya. Amartha juga akan mendata kebutuhan APD di
puskesmas atau layanan kesehatan lainnya di desa agar pelaksanaannya berjalan
lancar.
Dilansir Jurnalbabel.com, belakangan, surat tersebut
dikecam sebagian besar warganet. Mereka berpendapat, tindakan itu melibatkan
perusahaan pribadi, apalagi sampai mengirimkan surat ke camat untuk membantu
aktivitas perusahaannya merupakan hal yang tidak pantas.
Andi Taufan lantas menyampaikan permohonan maaf
terkait keberadaan surat atas nama dirinya dengan kop Sekretariat Kabinet dan
ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan, aktivitas perusahaan pribadinya dalam
memerangi virus corona di tingkat desa itu merupakan hasil kerja sama dengan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Saat mengirim surat tersebut kepada semua camat di
Indonesia, Andi Taufan bermaksud untuk bergerak cepat membantu mencegah dan
menanggulangi Covid-19 di desa. Menurut dia, hal itu dapat dilakukan melalui
dukungan secara langsung oleh tim lapangan Amartha yang berada di bawah
kepemimpinannya.
Dukungan tersebut murni atas dasar kemanusiaan dan
menggunakan biaya Amartha serta donasi dari masyarakat yang akan
dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel. Ia juga menegaskan bahwa
dukungan yang diberikan itu dilakukan tanpa menggunakan anggaran negara, baik APBN
maupun APBD.
Andi Taufan pun dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan
tuduhan korupsi dalam pengiriman surat berkop Sekretariat Kabinet (Seskab) ke
camat pada Kamis (16/4/2020), oleh dua orang advokat bernama M Sholeh dan Tomi
Singgih.
Perbuatan Andi dinilai mereka melanggar Pasal 2
Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan “setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal
20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar
rupiah.”
Pasal 3 menyebutkan “setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1
tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan
maksimal 1 miliar.”
Selain pasal Korupsi, Andi juga dituding melanggar
Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian. Pasal
tersebut berbunyi “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 900 ribu.”
Laporan tersebut pun ditolak Bareskrim Polri. Penyidik
bermaksud melayangkan langsung aduan tersebut kepada Kapolri Jendral Idham
Azis.
Pewarta: DM
Editor: Red
COPYRIGHT
© SUKABUMINEWS 2020