(Gambar Ilustrasi) |
Allah ta’ala berfirman: وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit berbahaya dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (Al-Anbiya: 83)
sukabumiNews.net, KHAZANAH – Pada tahun 17 H ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu menjadi khalifah, tersebarlah wabah thoun penyakit mematikan di negeri Syam, 200 ribu jiwa meninggal. Ketika itu, umat Islam sedang melakukan pembebasan negeri-negeri termasuk di Syam.
Ketika itu Khalifah
Umar bergerak menuju Syam untuk melakukan inspeksi pasukan dan menata
pemerintahan di wilayah yang telah dibebaskan. Sayangnya, Umar beserta
rombongan dan pasukan bantuan tidak mengetahui adanya epidemi mematikan di
negeri tersebut yang disebut epidemi ‘Amwas.
Virus ‘Amawas sendiri
diambil dari nama desa dimana virus itu pertama kali muncul, sebuah desa di
Syam. Sesaat ketika tiba di daerah Sarragh, kota yang berbatasan antara Hijaz
(Saudi) dan Syam (sebagian Irak), barulah Umar mengetahui informasi tersebut
setelah bertemu dengan amir-amir Syam.
Karena situasi serba
sulit antara peperangan, stabilisasi pemerintahan, misi kemanusiaan dan isolasi
wabah, akhirnya Umar meminta pendapat kaum Muhajirin. Apakah khalifah harus
melanjutkan perjalanan ke Syam atau mundur ke Madinah.
Kaum muhajirin berselisih
pendapat, sebagian setuju Umar melanjutkan perjalanan dan sebagian lainnya
menolak. Sebagian mereka berkata, “Engkau pergi untuk suatu urusan dan kami
tidak sepakat jika engkau kembali.”
Sebagian lain
berkata, “Bersamamu masih banyak rakyat dan para sahabat. Kami tidak sepakat
jika engkau membawa mereka menuju wabah.”
Lalu Umar memanggil
kaum anshar meminta saran. Lagi-lagi kaum anshar berselisih pendapat seperti
halnya muhajirin. Selanjutnya Umar memerintahkan Ibnu Abbas memanggil pemimpin-pemimpin
Quraisy yang hijrah sebelum penaklukan Makkah. Maka Ibnu Abbas memanggil
mereka.
Kali ini pendapat
mereka sama, tidak ada perbedaan. Kata mereka: “Kami berpendapat, sebaiknya
Anda pulang kembali bersama rombongan Anda dan jangan menghadapkan mereka
kepada wabah ini.”
Setelah mendengar
pendapat ini, lalu Umar memerintahkan kepada seluruh rombongan: “Besok pagi aku
akan kembali pulang. Karena itu bersiap-siaplah kalian!”
Mendengar perintah
tersebut Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai panglima perang di Syam bertanya:
“Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?”
Umar keheranan dengan
pertanyaan Abu Ubaidah sembari menjawab, “Ya, kita lari dari takdir Allah
kepada takdir Allah yang lain.”
Khalifah kemudian
menjelaskan, “Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau mempunyai seekor unta,
lalu saat menggembalakannya engkau menemui suatu lembah yang mempunyai dua
sisi; sisi yang satu subur dan sisi lainnya tandus. Bukankah jika engkau
memilih menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala di dalam
takdir Allah? dan jika pun engkau menggembala di tempat tandus engkau
menggembala di dalam takdir Allah?”
Kisah diatas mirip
dengan situasi kita saat ini, epidemi Covid-19 menyebar keseluruh dunia.
Mengancam kesehatan siapapun dia baik mukmin ataupun kafir. Sebab wabah adalah
musibah yang diciptakan oleh Allah dan tersebar karena takdir Allah. Bukan
diciptakan oleh iluminati atau disebarkan oleh jin.
Covid-19 mengingatkan
kita atas kuasanya Allah ta’ala di langit maupun di bumi, rububiyah maupun
uluhiyah. Hanya dengan makhluk yang teramat kecil, manusia dengan seluruh
keangkuhannya takluk merana.
Bagi orang beriman,
Corona adalah sarana agar kita mudah bertaubat pada Allah ta’ala. Merasakan
kasih sayang-Nya pada hamba-Nya sehingga kita dapat dengan mudah memperbanyak
dzikir dan tasbih serta berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ ، وَالجُنُونِ ، والجُذَامِ ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
“Ya Allah, aku
berlindung kepada Mu dari penyakit kulit, gila, kusta dan penyakit jelek
lainnya” (HR. Abu Daud dan Ahmad).
BACA: Komisi Fatwa MUI : Shalat Jumat Boleh Diganti Shalat Zuhur di Rumah
BACA juga: Yusril Ihza Mahendra Paparkan Hadist Rasulullah SAW pada Panel Diskusi Virus Corona yang Digelar Universitas YARSI
Red. JurnalIslam
COPYRIGHT ©
SUKABUMINEWS 2020
BACA: Komisi Fatwa MUI : Shalat Jumat Boleh Diganti Shalat Zuhur di Rumah
BACA juga: Yusril Ihza Mahendra Paparkan Hadist Rasulullah SAW pada Panel Diskusi Virus Corona yang Digelar Universitas YARSI
Red. JurnalIslam