sukabumiNews, JAKARTA – Mantan Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Prof Din Syamsudin mengatakan dewasa ini menjadi fenomena di
beberapa negara yakni Radikalisme sekuler-liberal masuk perlahan-lahan ke dalam
sistem nasional sesuatu negara dan bahkan diadopsi sebagai sistem aktual dan
operasional.
“Celakanya, banyak elit politik tidak menyadari,
bahkan terbawa arus mengembangkan isu ancaman radikalisme agama, sementara
mereka tengah mengancam eksistensi negara mereka sendiri,” ujarnya, Senin
(18/11/2019), dikutip Islampos.
Din menambahkan, para elit politik demikian biasanya
memberi penafsiran subyektif-manipulatif terhadap ideologi nasional dan
menjadikannya sebagai amunisi untuk menyerang pihak lain atas dasar klaim
monopolistik terhadap ideologi nasional tersebut.
Pernyataan Din tersebut disampaikannya dalam pidatonya
saat menghadiri The 2nd Baku Summit of World Religious Leaders (Pertemuan
Puncak Para Tokoh Agama Dunia Baku Kedua) digelar 14-16 Nopember 2019 lalu di
Baku, Azerbaijan.
Din Syamsuddin, yang juga Guru Besar Politik Islam
Global FISIP UIN Jakarta, memesankan kepada para tokoh agama-agama dunia untuk
mengawal negara-bangsa di mana mereka berada.
“Agama harus menjadi pemecah masalah kebangsaan
(problem solver), bukan menjadi bagian dari masalah (part of the problem),
apalagi menjadi pencipta masalah (problem maker),” tegasnya.
Oleh karena itu, ia berpesan agama-agama harus mampu
menampilkan paradigma etik bagi pembangunan nasional agar pembangunan tidak
salah arah dan hilang mutiara moral. Jika itu terjadi, maka peradaban akan
berubah menjadi kebiadaban.
Maka, Din Syamsuddin juga memesankan kepada elit
politik agar tidak alergi dan sinis terhadap agama, karena sebuah
negara-bangsa, dengan ideologinya masing-masing, akan semakin kuat dengan etika
dan moralitas keagamaan.
Pewarta: AM
Sumber: Islampos
Editor: Red.
COPYRIGHT
© SUKABUMINEWS 2019