Ilustrasi Sekularisme. |
sukabumiNews.net - SEJAK
seorang hamba mengikrarkan dua kalimat syahadat, ia telah menjadi seorang
muslim. Muslim artinya orang yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Ia
menyerahkan hidup dan matinya, dunia dan akhiratnya, kepada Allah semata. Ia
menyerahkan akidahnya, ibadahnya, akhlaknya, dan muamalahnya kepada Allah
semata.
Idiologinya, ekonominya, politiknya, sosial-budayanya, dan militernya
tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah, aturan Allah, dan syariat Allah.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
Katakanlah,
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya. Dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).” (QS. Al-An’am [6]: 162-163)
Maka seorang muslim
itu sudah seyogyanya masuk ke dalam agama Allah dan syariat Allah secara
totalitas.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kalian
mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagi kalian. (QS. Al-Baqarah [2]: 208)
Jika agama Allah dan
syariat Allah menetapkan suatu perkara itu halal, maka ia akan menghalalkan
perkara tersebut. Jika agama Allah dan syariat Allah menetapkan suatu perkara
itu haram, maka ia akan mengharamkan perkara tersebut. Demikian pula jika agama
Allah dan syariat Allah menetapkan suatu perkara itu baik atau buruk,
bermanfaat atau berbahaya, wajib atau sunah, haram atau makruh, boleh atau
tidak boleh; ia akan menerimanya dengan lapang dada dan kerelaan hati.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ
وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (QS.
Al-Ahzab [33]: 36)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ
الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ
يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban
orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
memberi keputusan hukum di antara mereka ialah ucapan “Kami mendengar, dan Kami
patuh”. Dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nuur [24]: 51)
Pada saat
kemunculannya, Sekulerisme menjangkiti Eropa dilatarbelakangi oleh trauma
masyarakat Barat terhadap agama. Sehingga mereka sepakat untuk memposisikan
agama pada ruang-ruang privat kehidupan. Setelah sebelumnya agama menjadi
landasan dalam mengatur kehidupan.
Derasnya arus
Sekulerisme menerjang kehidupan manusia, membuat agama-agama yang dianut
masyarakat Barat ketika itu mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan
Sekulerisme. Pilihannya hanya dua, mereka ditinggalkan atau mereka mengikuti
aturan main Sekulerisme. Sehingga mereka sepakat bahwa agama hanya mengatur
urusan pribadi manusia dengan Tuhan. Ritual peribadatan seorang manusia kepada
Tuhan adalah ruang privat.
Adapun hal-hal yang berkaitan
dengan interaksi manusia dengan sesama manusia, makhluk hidup selain manusia,
dan alam sekitar, adalah ruang publik dan masalah sosial. Demikian doktrin yang
ditegaskan oleh Sekulerisme. Sehingga harus ada pemisahan yang tegas antara
ruang publik dan ruang privat. Harus ada pembatasan yang jelas antara
kedaulatan Tuhan dan kedaulatan manusia.
Berdasar paham
sekulerisme tersebut, seseorang hanya boleh mengaitkan Tuhan dengan ritual
ibadah dalam ruang lingkup pribadi. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka Tuhan dan syariat Tuhan
haram berbicara di dalamnya.
Tuhan harus puas
disembah oleh manusia di sinagog, gereja, kelenteng, pura, wihara, dan
rumah-rumah ibadah lainnya. Tuhan tidak boleh protes jika manusia menjadi
Tuhan-Tuhan lainnya di kantor, sekolah, kampus, pabrik, bank, pasar,
supermarket , parlemen, dan istana negara. Tuhan adalah sesembahan yang
berdaulat dalam hati manusia, dalam ruang lingkup pribadi belaka. Tapi manusia
adalah tuhan sesembahan dan penguasa yang sebenarnya dalam akal pikiran dan
perbuatan manusia, dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan militer.
Itulah doktrin yang
dicekokkan oleh sekulerisme. Paham ini jelas bertentangan dengan prinsip
ketundukan total kepada Allah yang dianut seorang Muslim. Karena bagi seorang
Muslim, Allah adalah Rabb mereka, baik di masjid, maupun di kantor, baik di
bilik pribadi maupun di tanah lapang. Allah yang mereka ibadahi adalah Allah
yang menurunkan syariat-Nya untuk dijalankan oleh Umat Muslim. Allah yang
memerintahkan mereka untuk sholat, adalah Allah yang sama dengan yang melarang
riba. Allah yang memerintahkan mereka bersuci dari hadats adalah Allah yang
sama yang memerintahkan mereka untuk mensucikan pelaku zina dengan dera atau
rajam.
Sehingga ketika
Sekulerisme dipaksakan kepada seorang muslim, maka secara tidak langsung mereka
dipaksa untuk menjadi seperti orang kafir Quraisy sebelum diutusnya Nabi
Muhammad.
Mereka yakin bahwa
Allah yang menciptakan mereka, namun ketika mereka diminta untuk mentauhidkan
Allah dalam ibadah mereka justru berpaling menuju sembahan-sembahan lain selain
Allah yang dalam asumsi mereka mampu memberi kedekatan antara mereka dengan
Allah.
Mereka paham bahwa
Allah yang telah memberi mereka rizki, namun dalam hal mencari rizki mereka
menerjang larangan-larangan Allah, mereka menggantungkan rizki mereka kepada
hal-hal yang tidak ada hukum sebab akibatnya.
Memaksakan
sekulerisme kepada umat Islam sama halnya dengan menyuruh mereka meyakini Allah
sebagai pencipta, namun memaksa mereka untuk hidup di bawah aturan selain
Allah. Karena sekulerisme tidak akan berhasil atau berjalan mulus kecuali umat
beragama pelan tapi pasti meninggalkan agama mereka di ruang-ruang publik.
Pada awalnya aturan
Allah dianggap kuno dan tidak relevan atau kehilangan konteks, kemudian mereka
gantikan dengan aturan-aturan manusia. Setelah aturan Allah dinegasikan, maka
pelan-pelan umat Islam akan terasingkan dan terjauhkan dari ajaran agama yang
dengannya muluslah jalan sekulerisme untuk merusak umat Islam Wallahu a’lamu
bissowab.
Penulis: Fauzan
Sumber: Kiblat.net