sukabumiNews.net, PARUNGKUDA -- SENIN 10 Desmeber 2018, kawasan Bojongkokosan,
Parungkuda, dan Cibadak di Kabupaten Sukabumi kembali menjadi momentum
mengingat peristiwa pertempuran yang terjadi lokasi ini 74 tahun lalu.
Talang air berikut tiang terbuat yang dari batu yang
melintas di atas rimbunnya pepohonan, menjadi ciri khas celah Jalan
Bojongkokosan-Parungkuda-Cibadak, Kabupaten Sukabumi, dekat sebuah rongsokan
mobil tua sisa kecelakaan masa lalu.
Itulah lokasi yang dahulunya pernah terjadi
pertempuran antara pihak Indonesia melawan pasukan Inggris, pada 9 dan 10
Desember 1945.
Dalam catatan sejarah Indonesia disebut peristiwa
Pertempuran Bojongkokosan atau menurut versi Inggris ”Battle of Tjibadak”.
Sayangnya, Bojongkokosan yang merupakan sebuah desa atau dahulunya kampung, kini sering dijuluki ”Bojongkos-kosan,” Soalnya, pada kawasan itu kini banyak usaha rumah kos yang diihuni oleh para karyawan pabrik yang kini banyak terdapat di jalur Cicurug-Parungkuda-Cibadak.
Sayangnya, Bojongkokosan yang merupakan sebuah desa atau dahulunya kampung, kini sering dijuluki ”Bojongkos-kosan,” Soalnya, pada kawasan itu kini banyak usaha rumah kos yang diihuni oleh para karyawan pabrik yang kini banyak terdapat di jalur Cicurug-Parungkuda-Cibadak.
Dengan melihat sejumlah perbandingan foto dari
Imperial War Museum Inggris dan diorama Museum Palagan Bojongkokosan di
Parungkuda Kabupaten Sukabumi, jejak-jejak peristiwa pertempuran Bojongkokosan,
cukup banyak yang masih utuh.
Celah-celah tebing di atas Jalan Raya
Bojongkokosan-Parungkuda-Cibadak tersebut menjadi lokasi yang membuat pasukan
Inggris babak belur. Padahal mereka baru saja menang Perang Dunia II atas
Jepang di Asia-Pasifik tahun 1945.
Pertempuran di Bojongkokosan terjadi pada Minggu, 9
Desember 1945 dan Senin, 10 Desember 1945, jika diperingati saat yang sama
Desember 2018 ini, sudah 73 tahun lalu.
Kebetulan, antara tanggal dan hari peristiwa Desember
1945 itu juga sama dengan penanggalan Desember 2018 ini, sama-sama pas hari
Minggu dan Senin, serta sedang hujan deras.
Gambaran pertempuran di Bojongkokosan, masih tersimpan
dalam arsip sejumlah surat kabar terbitan Australia, yang tersimpan di
National Library of Australia Trove dan arsip Imperial War Museum Inggris.
”Battle of Tjibadak” (karena Bojongkokosan terdapat
pada jalur Jalan Raya Parungkuda-Cibadak) berupa ”ambush” alias penyergapan
yang dilakukan pihak Indonesia terhadap konvoi pasukan Inggris terdiri tank,
kendaraan lapis baja, dan truk, yang akan menuju ke Bandung untuk
mengevakuasi para interniran Eropa yang baru dibebaskan dari kamp Jepang.
Pertempuran paling sengit
73 Tahun Pertempuran Bojongkokosan, Indonesia Pecundangi Tentara Sekutu Inggris* |
Surat kabar The West Australian, terbitan Perth, Australia, pada Selasa, 11 Desember 1945 memberitakan, pada Senin, 10 Desember 1945, terjadi pertempuran paling sengit di Jawa Barat sejak menyerahnya Jepang dari Perang Dunia II pada 2 September 1945.
Pasukan Indonesia menyergap konvoi pasukan Inggris
pada sebuah celah di jalur Batavia ke Bandung (yang dimaksud adalah di
Bojongkokosan, Sukabumi pada Minggu, 9 Desember 1945).
Dalam pertempuran tersebut, menurut berita itu, dari
46 korban pasukan Inggris, di mana dari pasukan Inggris asli, terdiri atas 2
orang korban tewas (seorang perwira dan seorang prajurit). Korban lainnya,
pasukan Inggris yang terdiri atas orang-orang India, di mana 14 orang tewas dan
30 luka-luka.
Konvoi pasukan Inggris itu dipimpin oleh sebagian
kecil orang-orang Inggris, sebagian besar tentara merupakan orang-orang India
dari Brigade India Ke-36. Konvoi pasukan Inggris itu mengangkut persediaan
logistik dari Batavia untuk dikirimkan ke Bandung, diserang pejuang Indonesia
pada lokasi 50 mil di selatan Batavia pada celah di jalan raya dari Cicurug
menuju ke Cibadak.
Karena kewalahan menghadapi serangan pihak Indonesia,
konvoi pasukan Inggris tersebut kemudian meminta bantuan serangan udara dari
pihak RAF (Royal Air Force/Angkatan Udara Inggris).
Dari angkasa Bojongkokosan-Cibadak, bermunculan
sejumlah pesawat tempur Inggris, yang terdiri atas pesawat pemburu de Havilland
”Mosquito” dan Republic P-47 ”Thunderbolt” yang diterbangkan dari Lapangan
Terbang Cililitan Batavia, lalu menyerang para pejuang Indonesia.
Dalam situasi tersebut, diceritakan, pesawat-pesawat
Inggris kemudian juga menembaki dan mengebom kawasan perkotaan Cibadak, yang
lokasinya ada di selatan lokasi pertempuran.
Satu pesawat serbaguna Bristol Type 156 ”Beaufighter”,
kemudian menjatuhkan sekira 1.000 lembar selebaran peringatan, agar pihak
Indonesia menyerah.
Diberitakan, empat pesawat Mosquito menembakan
sejumlah roket yang menghancurkan lusinan bangunan di sepanjang jalan utama
jalur Cibadak. Kemudian, 6 unit pesawat Thunderbolt menjatuhkan sejumlah bom
masing-masing berbobot 500 pound (sekitar 226 kg) ke perkotaan Cibadak.
Saat terjadi pertempuran di Bojongkokosan, situasinya sedang hujan angin. Kondisi cuaca itu juga membuat pesawat-pesawat Inggris harus bersusah payah melewati badai besar di angkasa untuk mencapai Cibadak.
Saat terjadi pertempuran di Bojongkokosan, situasinya sedang hujan angin. Kondisi cuaca itu juga membuat pesawat-pesawat Inggris harus bersusah payah melewati badai besar di angkasa untuk mencapai Cibadak.
Juru bicara pihak Inggris menggambarkan ”Battle of
Tjibadak” merupakan kondisi terberat yang dihadapi pihak Inggris dari seluruh
aksinya. Mereka membandingkan pertempuran menghadapi Jepang pada Perang Dunia
II.
”Dalam situasi ini, dari udara tampak konvoi 8 truk
pasukan Inggris yang terjebak dalam konflik pada jalur sekitar 10 mil di luar
Cibadak (yang dimaksud adalah Bojongkokosan),” ujar salah seorang pilot
Inggris.
Dalam berita itu pula, pihak Inggris sebenarnya kagum
dengan semangat tempur para pejuang Indonesia yang tampak terorganisasi dengan
baik dalam penyergapan di Bojongkokosan itu.
Pertempuran yang terjadi di Bojongkokosan baru usai
saat situasi menjelang malam pada 9 Desember 1945 itu.
The Advertiser terbitan Australia, Rabu, 12 Desember
1945 memberitakan, dalam petempuran di jalur Bojongkokosan-Parungkuda-Cibadak,
pihak Indonesia mengalami korban 50 orang gugur dan 5 orang tertangkap oleh
pihak Inggris.
Babak belurnya pasukan Inggris akibat penyergapan yang
dilakukan oleh pihak Indonesia itu merupakan pukulan pertama bagi pasukan
Inggris begitu datang ke Indonesia setelah Perang Dunia II.
Sejarah yang dipamerkan
Para Pejuang yang Gugur Melawan Tentara Sekutu Inggris* |
Kamis 6 Desember 2018 lalu, saat berkunjung ke Museum Palagan Bojongkokosan, yang lokasinya di tepian jalur bekas pertempuran Bojongkokosan, tampak sedang persiapan peringatan tahunan peristiwa tersebut untuk hari Minggu 9 Desember 2018.
Dua orang pengurus Museum Palagan Bojongkokosan,
Wawan dan Wawan Ridwan tampak sangat menguasai catatan resmi peristiwa
pertempuran Bojongkokosan.
Menurut Wawan, senada dengan Wawan Ridwan, secara umum
para pejuang Indonesia pelaku pertempuran Bojongkokosan sudah meninggal dunia.
Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari sejumlah
pelaku yang masih hidup sampai dengan tahun 1990-an lalu, diperoleh informasi
bahwa penyergapan yang dilakukan para pejuang Indonesia tersebut terdiri atas
banyak kelompok, baik dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan cukup banyak
kelompok laskar, di mana peran kalangan ulama atau tokoh agama Islam sangat
dominan.
”Sejumlah pelaku pejuang yang saat itu masih hidup
menceritakan, serangan itu dimulai sejak siang sampai menjelang malam, saat
cuaca sedang hujan deras. Karena pertempuran itu, konvoi panjang pasukan
Inggris tersebut, ’kepalanya’ terjebak di Bojongkokosan, tetapi ujungnya
masih berada di Cicurug,” kata Wawan seraya mengatakan bahwa dirinya sudah
menjadi pengurus museum itu sejak 1987. Sementara itu, Wawan Ridwan sendiri
menjadi pengurus sejak 1989.
Di antara sejumlah diorama pertempuran Bojongkokosan
di museum itu, Wawan menunjukkan salah satu aksi prajurit TKR bernama Aceng
yang melakukan serangan terhadap konvoi Inggris dengan cara tiarap di atas
talang air di celah jalur pertempuran itu.
Akan tetapi, Aceng kemudian gugur terkena ledakan bom
yang dijatuhkan pesawat Inggris pada sudut jalur talang tersebut (bekas ledakan
itu lokasinya ada di dekat tugu rongsokan mobil), sehingga tubuhnya hancur.
Wawan mengatakan, Wawan Ridwan, serta personel Palagan
Bojongkokosan lainnya, Wewen, secara umum jenazah para 28 orang pejuang
Indonesia, termasuk Aceng, yang gugur pada pertempuran itu, kini dimakamkan di
Taman Bahagia.
Ada pula puluhan korban gugur dari kalangan masyarakat
yang saat itu juga ikut bertempur, dimakamkan di suatu lokasi yang kini di
depannya sudah menjadi Pasar Parungkuda. Museum Palagan Bojongkokosan juga
menyebutkan, pada pertempuran penyergapan dan pengepungan itu, para pejuang
Indonesia tak semuanya menggunakan senjata api.
Ada juga yang bersenjata tajam, tombak, dll, dalam
menghadapi pasukan Inggris yang bersenjata lengkap. Masyarakat yang ikut
bertempur melempari pasukan Inggris dengan batu, bahkan ada ibu-ibu rumah
tangga ikut dengan menggunakan alat-alat memasak.
Penyergapan ala “Black Hawk Down”
Pada perang era lebih modern, pertempuran berpola
penyergapan di Bojongkokosan boleh jadi situasinya cukup mirip dengan
penyergapan dan pengepungan yang dilakukan aliansi nasionalis Somalia yang
dipimpin Mohamed Farrah Aidid terhadap konvoi pasukan Amerika di Mogadishu,
Somalia, 3-4 Oktober 1993.
Film berjudul ”Black Hawk Down” (produksi tahun 2001)
menggambarkan para pejuang bersenjata Somalia dibantu masyarakat yang
melempari dengan batu, menyergap konvoi kendaraan pasukan Amerika serta
menjatuhkan dua helikopter UH-60 ”Blackhawk”.
Banyak tentaranya tewas dalam ”Battle of Mogadishu”
yang merupakan bagian Operasi Gothic Serpent itu.
Ceceran sejarah perang di Cibadak
Stasiun KA Cibadak, salah satu sisa sejarah.* |
Suasana hiruk pikuk dan suasana panas menjadi keseharian kawasan Cibadak, Kabupaten Sukabumi di masa kini, Tampak jelas suasana perdagangan, dan berseliwerannya para buruh pabrik dari sejumlah industri setempat.
Kawasan Kecamatan Cibadak memiliki posisi strategis,
karena merupakan simpang penghubung antara jalur ke Bogor, ke Palabuhanratu,
dan menuju ke Cianjur-Bandung. Selain jalan raya, terdapat juga lintasan rel
kereta api yang menghubungkan rute ke Bogor dan ke Sukabumi.
Jika diamati, di kawasan Cibadak dan sekitarnya, sudah
sangat jarang terdapat bangunan tua sisa-sisa zaman kolonial, kecuali masih
eksisnya Stasiun Kereta Api Cibadak.
Begitu pula suasana deretan bangunan toko, yang
rata-rata tampak tampilan tahun 1970-an sampai 1990-an atau sebagian
rehabilitasi sisa-sisa bangunan lama yang sudah tertutup.
Menyelisik mengapa di perkotaan Cibadak, khususnya
pada kawasan perdagangan sudah sangat sulit ditemukan sisa-sisa peninggalan
bangunan zaman kolonial, tampaknya dapat dikaitkan dengan peristiwa
pertempuran Bojongkokosan pada 9-11 Desember 1945.
Sebagian besar bangunan lama, khususnya toko-toko
milik orang-orang Tionghoa sudah hancur akibat ditembaki dan dibom
pesawat-pesawat Inggris saat ”Battle of Tjibadak” awal Desember 1945, demikian
diungkap dari arsip surat kabar yang tersimpan di National Library of Australia
Trove dan Konklinklijke Bibliotheek Delpher Belanda.
Gambaran itu diperoleh dari pemberitaan The Advertiser
terbitan Australia, Rabu, 12 Desember 1945, yang menyebutkan, sampai dengan
Selasa, 11 Desember 1945, pertempuran di Cibadak masih berlanjut, tetapi
situasi perkotaan Cibadak telah hancur karena ditembaki oleh sejumlah pesawat
Mosquito dan Thunderbolt Inggris.
Serangan tersebut dilakukan pihak Inggris, yang merasa
jengkel terhadap penyergapan oleh pihak Indonesia terhadap konvoi pasukan
Inggris pada Minggu, 9 Desember 1945. Pertempuran kemudian merembet ke sekitar
perkotaan Cibadak, sehingga pihak Inggris kemudian mendatangkan bantuan pasukan
Gurkha.
Jadi abu
Dua tahun kemudian, surat kabar De Gooi-en Eemlander,
terbitan 8 Agustus 1947, yang arsipnya tersimpan di Koninklijke Bibliotheek
Delpher Belanda memberitakan, situasi kawasan perdagangan di Cibadak sudah
benar-benar menjadi abu, akibat serangan udara dan pengeboman oleh sejumlah
pesawat terbang Inggris di Cibadak pada awal Desember 1945.
Rupanya, serangan udara Inggris tersebut keliru
sasaran. Semula, serangan tersebut bermaksud menghabisi para pemuda pejuang
Indonesia di daratan dengan menyerang berbagai bangunan toko di jalur
bersangkutan, tetapi ternyata adalah deretan toko milik orang-orang Tionghoa.
Diberitakan pula, saat pasukan Belanda memasuki
Cibadak pada Agresi Militer ”Operasi Produk” yang selesai pada 5 Agustus 1947,
mereka menyaksikan para penduduk di antara reruntuhan berbagai bangunan yang
kembali dihancurkan.
Itu merupakan yang kedua kalinya setelah dibom dan
ditembaki roket oleh pesawat-pesawat Inggris pada Desember 1945, kemudian
banyak bangunan toko di Pecinan Cibadak kemudian dibumihanguskan pihak
Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap serangan pasukan Belanda
menjelang Operasi Produk yang dimulai 21 Juli 1947.
Surat kabar itu memberitakan, di Cibadak pula, saat
Desember 1945 (seusai pertempuran Bojongkokosan), banyak tentara Inggris yang
terdiri atas orang-orang India kemudian membelot lalu bergabung dengan pihak
Indonesia.
Gambaran umum yang tercatat dari sejumlah sumber
memperlihatkan, pasukan Inggris yang terdiri atas orang-orang rumpun sebangsa
India, sebenarnya terdiri atas beberapa unit dan golongan.
Ada yang terdiri pasukan Gurkha (umumnya orang-orang
Nepal), India Sikh, serta orang-orang India Muslim (termasuk asal Pakistan dan
Bangladesh). Orang-orang India Muslim serta tak sedikit orang-orang Sikh
diketahui banyak yang kemudian membelot dari pasukan Inggris, untuk kemudian
bergabung dengan pihak Tentara Republik Indonesia, termasuk pula di Bandung
pascaperistiwa pertempuran di Jalan Lengkong Besar pada 2 Desember 1945 dan
Bandung Lautan Api pada 23-24 Maret 1945.
Artikel ini telah tayang di PikiranRakyat dengan judul
“73 Tahun Pertempuran Bojongkokosan, Indonesia Taklukkan Pemenang Perang Dunia
II”
Editor: Red.
Copyright
© SUKABUMINEWS 2019