Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan tanggapan terhadap isu defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. [Istimewa] |
sukabumiNews, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani memberikan tanggapan terhadap isu defisit Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan. Ia mengaku keberatan jika beban defisit langsung
dibebankan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Sekarang memang kayaknya mudah, minta saja [ke
Kemenkeu] tapi issue-nya tidak di-address. Kami keberatan jadi pembayar
pertama. Kami akan jadi pembayar terakhir kalau sudah dibayar Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) dan pihak lainnya," kata Sri Mulyani dalam rapat dengar
pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Senin
(27/5/2019).
Menurut Sri Mulyani kewajiban menalangi defisit BPJS
Kesehatan tidak ada pada Kemenkeu. Hal tersebut seharusnya diselesaikan oleh
institusi yang bertanggung jawab. Tiap kali dibayar, kata Sri Mulyani, defisit
yang harus dibayar 'berlari-larian' alias terus bertambah.
Ia menyatakan tahun ini saja sudah muncul outstanding
klaim Rp 7,5 triliun dengan nilai klaim jatuh tempo Rp 5 triliun. Sementara,
yang belum jatuh tempo senilai Rp 1,2 triliun.
"Jadi kalau tidak diselesaikan segera apakah bisa
manfaat, target, kita akan terus lari-larian," ucapnya.
Untuk itu, pihaknya meminta Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit lagi untuk kondisi keuangan tahun
ini.
"Ini akan mempengaruhi going concern RS dan
farmasi. Terpaksa kami membayarkan walaupun kami tahu [iuran] PBI
dimajukan," tuturnya.
Kemenkeu sudah membayar iuran untuk PBI 10 bulan.
"Dan ini sudah bleeding lagi," ujar Sri
Mulyani.
Ia menilai, menaikkan iuran PBI-pun bukan solusi.
Pasalnya, kalau defisit berasal dari kelompok peserta non-PBI, maka menaikan
iuran PBI tidak akan memecahkan masalah.
Untungnya, sampai saat ini, untuk PBI tidak sampai
mengalami defisit. Jumlah klaim masih rendah. Sri Mulyani menekankan, prinsip
gotong royong di tubuh BPJS Kesehatan perlu diletakkan pada desain awal.
"Kami akan melihat dari rekomendasi BPKP kami
minta BPJS Kesehatan action bagaimana mereka agar bisa kurangi Rp 9,1 triliun
yang memang under control dari BPJS dan ada yang di bawah Kemenkes. Kita harap
menkes ikut bantu. Mungkin juga bagaimana bekerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan," tuturnya.
Pemerintah mengidentifikasi dana kapitasi yang tidak
terpakai di 2018 mencapai Rp 2,5 triliun. Dana tersebut dinilai bisa digunakan
untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
"Itu bisa dipakai. Itu hanya butuh revisi
Permenkes Nomor 21 tahun 2016 (tentang Penggunaan Dana Kapitasi). Bu Menkes
sudah dibahas. Kalau pelaksanaan membutuhkan kami untuk intersep kami akan
lakukan," tambahnya.
Sri Mulyani akan membantu BPJS Kesehatan bila BPJS
Kesehatan sendiri, BPJS Ketenagakerjaan hingga Kemenkes sudah berusaha membantu
defisit Rp 9,1 triliun.
"Kalau sudah sesuai action plan baru akan kita
tambah lagi dengan APBN," ucapnya.
BPJS Kesehatan mencatatkan posisi gagal bayar per
akhir Desember 2018 senilai Rp9,1 triliun. Hingga akhir Desember 2018 tercatat
kewajiban bayar BPJS Kesehatan mencapai Rp 19,41 triliun. Dari angka itu Rp
10,29 triliun sudah dibayarkan pemerintah pada November 2018.
Copyright © CNBC Indonesia