Jumhur (Mayoritas) Ulama fikih, yaitu para
Imam Empat Mazhab berpendapat, bahwa sengaja menunda mandi junub atau mandi
suci hingga setelah terbit fajar TIDAKLAH memengaruhi sah atau tidaknya puasa.
Demikian itu adalah pendapat Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits, Ushaq, Abu
Ubaidah, Daud, dan ulama Mazhab Zhahiri. Adapun para sahabat yang berpendapat
demikian adalah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Zaid, Abu Darda’, Abu Dzar,
Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Aisyah, dan Ummu Salamah.
Sama saja, baik mandi tersebut ditunda
secara sengaja atau karena lupa. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Aisyah
dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, “Nabi ﷺ pernah memasuki waktu Subuh
dalam keadaan junub karena berjima. Kemudian (setelah waktu Subuh tiba), beliau
ﷺ mandi dan berpuasa.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Dalam Riwayat Muslim yang diriwayatkan dari
Ummu Salamah, ada tambahan redaksi hadis, “Dan beliau tidak meng-qadha (puasa
pada hari tersebut).”
Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ dan selain
beliau meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa dia (Aisyah) berkata:
“Seorang lelaki berhenti di pintu lalu
berkata kepada Rasulullah ﷺ, sedangkan aku ikut mendengar, ‘Wahai Rasulullah, aku masih
junub ketika masuk waktu Subuh, padahal aku ingin berpuasa.’
Lantas Nabi ﷺ bersabda:
‘Aku juga pernah pada Subuh, tengah junub,
dan aku ingin berpuasa. Maka aku pun mandi dan berpuasa.’
Laki-laki itu berkata lagi, ‘Wahai
Rasulullah, Anda tidak sama seperti kami. Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda
yang telah lampau maupun yang akan datang.’
Rasulullah ﷺ pun marah, dan beliau
bersabda:
‘Demi Allah! Aku sangat berharap agar aku
menjadi orang yang paling takut kepada Allah dibandingkan kalian semua. Aku
yang paling tahu dengan aturan yang bisa membuat aku bertakwa.’”
Al-Hafizh berkata dalam Fathul Bari,
“Al-Qurthubi menjelaskan, ‘Dalam hadis ini terdapat dua pelajaran:
1. Beliau ﷺ berjima’ (pada malam hari)
Ramadhan, kemudian beliau menunda mandi junub hingga fajar terbit. Itu
menunjukkan bahwa hal tersebut (menunda mandi junub hingga Subuh tiba adalah
hal yang mubah/boleh dilakukan).
2. Yang beliau ﷺ lakukan adalah berjima’,
bukan mimpi basah. Beliau ﷺ tidak mungkin bermimpi basah karena mimpi basah itu datang dari
setan, sedangkan beliau makshum (terjaga) dari hal tersebut.’”
Demikian pula puasa tetap sah bila haid
seorang wanita telah berhenti sebelum fajar terbit (sebelum waktu Subuh)
sedangkan dia baru mandi suci setelah fajar terbit (setelah waktu Subuh tiba).
Imam Malik berkata dalam Al-Mudawanah:
“Jika seorang wanita melihat masa haidnya
telah selesai sebelum terbit fajar (sebelum waktu Subuh), kemudian dia mandi
setelah terbit fajar (waktu Subuh telah tiba), maka puasanya sah.”
An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Para ulama di negeri ini bersepakat, bahwa
puasa seseorang yang junub tetap sah, baik itu junub karena jima’ maupun karena
mimpi basah. … Adapun jika darah haid dan darah nifas berhenti pada malam hari
kemudian fajar terbit sebelum si wanita mandi suci ,maka puasanya tetap sah dan
dia wajib berpuasa sehari penuh. Sama saja apakah dia menunda mandi karena
sengaja, lupa karena adanya uzur, atau karena alasan lain, sebagaimana orang
yang junub. Inilah mazhab kami dan mazhab para ulama semuanya. Kecuali ada
beberapa riwayat dari sebagian salaf, yang kami tidak ketahui keshahihan
riwayat ini.”
Berdasarkan pemaparan di atas (telah
jelaslah), bahwa seseorang boleh menunda mandi junub atau mandi suci (dari
haid) hingga fajar terbit (masuk waktu Subuh) pada saat Ramadhan. Namun kami
ingatkan kepada saudari penanya, bahwa seseorang tidak boleh menunda mandi
(mandi junub atau pun mandi suci) hingga matahari terbit, karena dia akan
melewatkan salat Subuh. Yang demikian itu sudah pasti hukumnya.
#nasihatsahabat
#ustManatahan